1. Cerita Hafid Ridwan
Ma’had tahfidz, yang awalnya hanya diisi oleh segelintir orang, makin hari makin ramai. Santri aliyah di bin baz 2 mulai pindah ke ma’had tahfidz satu persatu. Tapi sayang, ada beberapa teman kami yang ingin masuk mahad tahfidz, tapi tidak direstui oleh orang tuanya. Bahkan, ada yang sudah menjalani ma'had tahfidz setengah tahun dan meninggalkan kelas aliyah cukup lama, terpaksa kembali ke aliyah dengan segala ketertinggalan, hanya karena orang tuanya tidak setuju. Aneh memang, begitulah kenyataan nya. Banyak orang tua yang ragu, apakah bisa anaknya menghafal Alquran dalam 1-2 tahun? padahal anak anak sudah mondok 5 tahun, tapi hafalan nya segitu gitu aja. Bagaimana bisa menyelesaikan hafalan 1-2 tahun dengan meninggalkan sekolah? buang buang umur, katanya. Bukannya mereka tidak suka anaknya menghafal, akan tetapi mereka khawatir akan masa depan anaknya. Mereka hanya perlu diyakinkan, apabila seseorang ingin menghafal alquran dengan baik, maka dia harus memiliki waktu khusus untuk menghafal Alquran. Menyisihkan beberapa bulan atau tahun, untuk fokus menghafal Alquran. Memang banyak santri santri yang menyelesaikan hafalan nya tanpa harus meninggalkan sekolah, akan tetapi kebanyakan hafalan mereka tidak sebaik santri santri ma'had tahfidz. Menghafal Alquran harus telaten, sering diulang, dan tidak boleh main-main. Pikiran harus jernih, jangan memikirkan macam-macam. Hafalan quran lebih cepat hilang daripada unta yang diikat.
Walaupun dilarang orang tua, mereka tidak menyerah. Maa sya Allah, setiap waktu tahfidz (diluar jam sekolah mereka,-pent )mereka berjalan dari bin baz 2 atau bin baz 1 ke ma’had tahfidz. Pagi pagi buta mereka berjalan, berangkat sebelum subuh, hanya untuk menghafal alquran. Ditambah lagi, kalau tahfidz bada subuh atau tahsin bada isya, terkadang mereka tidak sarapan atau pun makan malam. Di pondok sana sudah habis, mengingat waktu makan sudah lewat terlalu lama. Mereka mengorbankan itu semua, hanya untuk 1 alasan. Tahfidz Alquran. Semoga Allah membalas mereka semua dengan kebaikan.
- Ujian Tahfidz
Ujian tahfidz di ma'had tahfid berbeda dengan ujian tahfidz di pondok. Kalau di pondok, ujian hanya dilaksanakan setelah menghafal 1 juz, atau di akhir semester untuk pengambilan nilai. Di ma'had tahfidz kami ujian setiap bulan. Berapa pun hafalan yang kita hafal dan kita muroja'ah dalam bulan tersebut, harus di uji kan. Misalnya, kita dalam sebulan menghafal 2 juz hafalan baru dan muroja'ah 5 juz. Maka kita akan diuji 7 juz oleh syaikh. Kalau lulus, kita boleh melanjutkan hafalan. Kalau tidak, harus mengulang. Jadi, kita memang terdidik untuk tidak terburu buru dalam menghafal, yang penting mutqin. Apa artinya hafal 30 juz, tetapi ketika di tes hasilnya nihil?
Sebenarnya, ujian bersama syaikh tidak begitu susah. Akan tetapi, entah mengapa, kami benar benar takut. Untuk persiapan ujian, terkadang menghabiskan 2 minggu. Sulit untuk percaya diri dengan hafalan kami. Padahal ketika ujian, soal soal tidak sulit juga. Hanya saja, terkadang syaikh menanyakan tentang ayat ayat mutasyabihat (ayat ayat yang hampir sama), atau beberapa pertanyaan seperti “ada berapa surat yang diawali haa miim?””apa nama lain dari surat al-insaan?”
Ditambah lagi, setelah kami menghafal 15 juz, maka ada istilahnya “imtihaan nishful quran” yang artinya “ujian setengah alquran” dan ujian ujian lainnya.
- Bahasa Arab
Ma'had Idad Muallimin Quran bil Ijazah adalah kawasan WAJIB berbahasa arab. Dari yang kecil hingga besar, tanpa pengecualian. Sehari hari berbicara bahasa arab, baik di kelas, asrama, bahkan ketika bermain futsal. Memang berat pada awalnya, tetapi sebagaimana kata pepatah, ”biasa karena biasa” maka mudah mudah saja bagi kami. Tidak perlu takut salah, karena akan banyak kakak kelas yang akan membenarkan.
Padahal, tidak ada yang namanya Qism Lughoh atau jasus, yang mencatat nama nama santri yang berbicara bahasa Indonesia dan menghukum mereka,tidak juga pemukulan atau push-up dan sejenisnya. Kenapa bisa berjalan? Disana hanya ada Shunduqul Lughoh. Barang siapa yang berbicara bahasa Indonesia, maka harus memasukkan Rp.500 setiap kata nya kedalam kotak tersebut. Dengan prinsip kesadaran, kotak itu selalu terisi dan bahasa arab menjadi bahasa sehari hari.
- Hafal 30 juz
Setelah 9 bulan kami di ma'had tahfidz, Alhamdulillah sudah banyak santri yang berhasil menghafal 30 juz. Tepatnya pada bulan maret, aku berhasil menyelesaikan hafalan ku, dengan Al-baqoroh sebagai penutup nya. Tidak hanya selesai disitu, syaikh menyuruh ku untuk menyetorkan seluruh hafalan kepada murid murid senior yang telah mendapatkan sanad. Alhamdulillah 'alaa kulii haal, aku bisa memuroja'ah 30 juz tersebut dalam jangka waktu 1,5 bulan.
Setelah itu, baru lah syaikh memanggil ku untuk membacakan hafalan kepada beliau. Dimulai dari Al-fatihah. Sampai pada surat At-taubah, setoran saya terputus dikarenakan liburan ramadhan dirumah. Seusai liburan, aku pun berencana melanjutkan setoran. Akan tetapi Qodarullah, syaikh sudah tidak mengajar di ma'had tahfid karena beberapa masalah. Kami semua turut bersedih karena kepergian beliau. Tapi beberapa bulan kemudian, kami mendapat kabar bahwa syaikh mengajar di Jogja, walaupun tidak di bin baz. Alhamdulillah kami masih bisa bertemu, dan aku meminta izin untuk melanjutkan setoran yang sempat terputus. Syaikh pun mengizinkan dengan senang hati,dan akhirnya aku bisa melanjutkan setoran. Karena lokasi yang jauh dari pondok ku dan kesibukan syaikh, aku hanya bisa setoran setiap hari kamis sore dan jumat pagi ditempat beliau.
Waktu itu cukup berat, karena jauh nya jarak yang harus kutempuh, apalagi kalau cuaca sedang hujan. Tidak jarang aku kehujanan dan basah kuyup. Setelah aku menjalani masa tersebut hampir setahun, dengan izin Allah aku menyelesaikan setoran hafalan. Dan setelah itu syaikh menyerahkan sanad dengan riwayat Hafidz dari jalan thoyyibatun Nasyr kepada ku sebagai hasil jerih payah serta suka duka menghafal Alquran.
Sebagai penutup, kami ingin menghimbau bagi para penghafal alquran untuk bersunggguh sungguh. Karena dengan kesungguhan, doa dan tawakkal nya kepada Allah akan memudahkan jalan yang kita tempuh. Terus semangat dan jangan putus asa. Akan banyak sekali keutamaan yang diraih oleh para huffadz, dunia maupun akhirat.
2. Cerita Ukhti Iman
Ia menuturkan, “Suatu ketika, aku duduk sendirian. Aku katakan pada diriku sendiri,’Apa yang akan engkau lakukan esok hari? Apakah engkau hanya menuggu sampai orang lain mendahuluimu mendapatkan keridhaan Allah?’ Kemudian, aku pun menatap diriku sendiri, padahal sebelumnya aku tidah pernah memperhatikannya’ dan tidah pernah pula merenungi firman Allah Ta’ala :
Nikmat apakah ini. yang tidah pernah kita sadari bahwa kita telah memilikinya; dan tidah pernah kita ketahui wujud sebenarnya?
Semua potensi dah bakat yang besar itu telah diberikan oleh Dzat yang Maha Memberi kepada kita Akan tetapi, sayang, semua itu tidah kita manfaatkan sebaik-baiknya. Dan mengapa kita tidah merenungi firman Allah Ta’ala :
“Dan Dia mengajarkan kepada Adan nama-nama (benda-benda) seluruhnya...” (QS. Al-Baqarah: 31)
Apabila bapak kita Adam ‘alaihis salam memiliki kemampuan untuk menghafal nama-nama, maka kita sebagai anak keturunannya pun dapat melakukan hal yang sama.
Tidakkan engkau ingat akan firman Allah Ta’ala :
Dan Tidakkan engkau ingat akan firman Allah Ta’ala :
Lantas, sampai kapan engkau terus menuggu?’ Kemudian aku terdiam sejenak, lalu berkata kepadanya,’Hal pertama yang harus engkau lakukan adalah membersihkan pesan-pesan negatif yang memenuhi benakmu.’
Kemudian, aku pun memenuhi diri dengan keyakinan pada Allah dan membawa koperku, yang telah aku isi dengan pesan-pesan positif. Aku serahkan diriku sepenuhnya kepada Allah, kemudian aku pun mulai menghafal Al-Qur’an.
Setelah itu, hafalanku meningkat dari empat halaman setiap harinya menjadi dua puluh lima halaman dalam empat jam. Walau begitu, aku pun masih mengasah kesungguhanku dan berusaha untuk meningkankan dan menambahnya lagi, Insya Allah.”
Dalam 4 ayat tersebut, bunyi dan redaksinya persis sama; yaitu tentang kemudahan menghafal Al Quran. 4 ayat berulang ini menjadi sugesti positif bagi manusia yang merenunginya bahwa Alquran memang sungguh mudah untuk dihafal.
Bila Allah telah menyatakan tentang kemudahan menghafal Alquran, lalu apa alasan dan hambatan bagi mereka yang sulit untuk menghafalnya?!
Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasul SAW. Syekh Kisyk adalah seorang da'i terkenal asal Mesir. Keduanya buta tiada melihat, namun mampu menghafal Alquran.
Ketiga disaat remaja lain nangis gara2 diputusin pacar. aku nangis sehari semalem bahkan berminggu-minggu cuma krn hafalan yg gak jelas statusnya. Abisan, entar ada, eh entar tiba2 ilang. Kesel abisssss. Apalagi kalo lagi sholat coba baca pake surah hafalan, lupa 1 ayat aja, aer mata langsung merembes -_-
Suatu kejutan besar ketika bapak anak tersebut hadir. Aku melihat penampilannya tidak menunjukkan orang yang komitmen kepada As-Sunnah. Segera ia berkata kepadaku,”Saya tahu anda heran kalau saya adalah ayahnya, tapi saya akan menghilangkan rasa keheranan Anda. Sesungguhnya dibelakang anak ini ada seorang wanita yang setara dengan seribu laki-laki. Aku beritahukan kepada Anda, bahwa aku dirumah memiliki tiga anak yang semuanya hafal Al-Qur’an. Dan anakku yang paling kecil, gadis berusia 4 tahun, sudah hafal juz ‘amma”. Aku kaget dan bertanya,”Bagaimana bisa seperti itu?!” Ia mengatakan bahwa ibu mereka ketika mereka mulai bisa berbicara pada usia bayi, maka ia memulainya dengan menghafalkan Al-Qur’an dan memotivasi mereka untuk itu. Siapa yang menghafal pertama kali, maka dialah yang berhak memilih menu untuk makan malam hari itu. Siapa yang melakukan muraja’ah (setor hafalan) pertama kali, dialah yang berhak memilih kemana kami akan pergi mengisi liburan mingguan. Dan siapa yang mengkhatamkan pertama kali, maka dialah yang berhak menentukan kemana kami harus mengisi liburan.
Ketika mendengar kata menghafal Al Qur’an ‘tahfiz’ yang ada dalam benak setiap muslim pasti berbeda-beda, gambaran yang umum biasanya tentang tadarusan, aktivitas kaku, hanya di mesjid, pesantren, berdiam diri dan eksklusif dengan persepsi bahwa menghafal Qur’an itu sangat sulit, mustahil, banyak, menyita waktu, mengulang-ulang bacaan dan lainnya. Apakah persepsi itu benar? Sudah benarkah dengan pemikiran kita? Bagaimana kita memahami cara menghafal Qur’an yang benar, yang mengikuti sunah Nabi SAW, yang relevan dengan perkembangan zaman? Dan muslim apapun status dan profesinya mampu juga untuk menghafal Al Qur’an, bangga melaksanakan aktivitas Tahfizh Qur’an tersebut sebagaimana Rasulullah, para sahabat, Salafusholeh, para Ulama dan umat Islam melakukannya sepanjang 14 abad ini.
وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)
Nikmat apakah ini. yang tidah pernah kita sadari bahwa kita telah memilikinya; dan tidah pernah kita ketahui wujud sebenarnya?
Semua potensi dah bakat yang besar itu telah diberikan oleh Dzat yang Maha Memberi kepada kita Akan tetapi, sayang, semua itu tidah kita manfaatkan sebaik-baiknya. Dan mengapa kita tidah merenungi firman Allah Ta’ala :
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا
“Dan Dia mengajarkan kepada Adan nama-nama (benda-benda) seluruhnya...” (QS. Al-Baqarah: 31)
Apabila bapak kita Adam ‘alaihis salam memiliki kemampuan untuk menghafal nama-nama, maka kita sebagai anak keturunannya pun dapat melakukan hal yang sama.
Akan tetapi, sayang, unsur-unsur yang ada telah berkarat dah berdebu. Jika membiarkannya, maka kita akan mendapatkan pesan-pesan negatif yang memenuhi isi kepala kita; dan membuat pandangan kita terhalang, sehingga kita pun tidah dapat melihat, kecuali dengan kemampuan yang amat terbatas. Setelah itu, kita pun akan merasakan betapa menderitanya menjadi orang yang lemah dalam menghafal.
Kemudian, pada waktu duduk sendirian itu, aku berkata pada diriku,’Apa yang akan engkau lakukan esok hari ? Apakah engkau hanya menuggu sampai orang lain mendahuluimu mendapatkan keridhaan Allah? Tidakkan engkau ingat akan firman Allah Ta’ala :
عَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَىٰ
“...Dan aku bersegera kepada-Mu, wahai Rabbku, agar Engkau ridha (kepadaku).” (QS. Thaha: 84)
Tidakkan engkau ingat akan firman Allah Ta’ala :
فَفِرُّوا إِلَى اللَّـهِ
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah.” (QS. Adz-Dzariyat: 50)Dan Tidakkan engkau ingat akan firman Allah Ta’ala :
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali ‘Imran: 133)
Lantas, sampai kapan engkau terus menuggu?’ Kemudian aku terdiam sejenak, lalu berkata kepadanya,’Hal pertama yang harus engkau lakukan adalah membersihkan pesan-pesan negatif yang memenuhi benakmu.’
Kemudian, aku pun memenuhi diri dengan keyakinan pada Allah dan membawa koperku, yang telah aku isi dengan pesan-pesan positif. Aku serahkan diriku sepenuhnya kepada Allah, kemudian aku pun mulai menghafal Al-Qur’an.
Setelah itu, hafalanku meningkat dari empat halaman setiap harinya menjadi dua puluh lima halaman dalam empat jam. Walau begitu, aku pun masih mengasah kesungguhanku dan berusaha untuk meningkankan dan menambahnya lagi, Insya Allah.”
Ia menuturkan, “Alhamdulillah, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya, aku telah khatam menghafal Al-Qur’an. Berikut ini adalah pengalanku, dan aku menghadiahkannya kepada kalian.
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Wa ba’b.
Ini adalah masa-masa indah yang berlalu dengan segala kisah yang ada di dalamnya. Dan, inilah mimpi yang menjadi kenyataan; dan kenangan yang selalu menghampiriku.
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya tujuan terbesar di dalam hidupku adalah hafal surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Demi Allah, sekali-kali kalian tidah akan percaya bahwa sebenarnya aku adalah orang yang tidak memiliki kesabaran untuk menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Hal itu disebakan karena aku menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil dan sangat susah sekali untuk mewujudkan. Dan saat itu, aku masih hidup dengan mempertahankan tujuan yang ingin aku wujudkan sebelumnya, yaitu hafal surah Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran. Dan, aku menganggap bahwa kedua surat itu adalah surat Al-Qur’an yang paling sulit (untuk dihafal); dan aku juga beranggapan hafalan tersebut dalam waktu yang lama. Subhanallah, tak terasa sudah tujuh tahun aku mempertahankan hafalan kedua surat tersebut.
Ketika bulan Ramadhan datang, tiba-tiba suamiku mengejutkanku bahwa ia akan beri’itikaf selama 15 hari terakhir Ramadhan di Masjidil Haram. Tentu kalian mengerti tentang kesulitan yang menimpaku, karena aku akan ditinggal sendirian bersama anak-anakku. Kami tinggal di daerah yang jauh dari keluarga, sedang para tetangga di sini semuanya menutup pintu rumahnya (tidak peduli dengan urusan sesama tetangga). Aku merasa gembira karena suamiku akan beri’itikaf. Akan tetapi, manfaat apa yang dapat kupetik dalam kesendirianku ini ?
Ketika waktunya telah tiba dan suamiku pergi untuk beri’itikaf, maka aku pun merasakan pahitnya kesendirian yang sebenarnya. Kemudian, aku mengangkat tanganku kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu aku berdoa kepada-Nya dengan doa orang yang tertimpa kesulitan, sedang air mata pun mengalir deras membasmi pipiku,”Wahai Rabbku, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Curahkanlah kepadaku rezeki berupa teman-teman yang shalihah, yang baik dari aku. Sehingga, aku bisa meneladani mereka. Ya Allah, berikanlah aku sebaik-baik teman.”
Sungguh, doaku segera dikabulkan oleh Rabb yang Maha Pengasih. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Dia telah berfirman dalam Kitab-Nya :
Ketika aku duduk di depan komputer sambil mengakses internet guna mencari situs yang berisikan informasi tentang keajaiban Al-Qur’anul Karim, tiba-tiba mataku tertuju pada situs akademi para penghafal Al-Qur’an. Sebelumnya, aku tidak tahu bahwa masuknya aku ke dalam komunitas situs ini adalah pertanda terkabulnya doaku. Aku pun masuk dalam komunitas situs ini dalam keadaan terharu. Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia, aku keluar dari situs ini dalam keadaan tidak seperti keadaan saat aku masuk, yaitu keadaan yang belum pernah aku impikan i’tikaf dalam rangka menghafal Al-Qur’an dalam 10 hari terakhir Ramadhan.
Sungguh, merupakan karunia Allah dan taufik-Nya atasku adalah aku segera mendaftarkan diri untuk beri’itikaf di akademi para penghafal Al-Qur’an tersebut tanpa keraguan.
Sejak pertama aku beri’tikaf, aku meraasa kagum dengan para akhawat yang turut beri’tikaf denganku. Demi Allah, mereka adalah sebai-baik saudari di jalan Allah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka dalam menghafal Al-Qur’an. Setelah mendengar cerita mereka, aku membayangkan seakan-akan aku bagaikan makhluk yang berasal dari planet lain. Masuk akalkah bahwa di antara mereka ada yang hafal Al-Qur’an hanya dalam waktu tiga hari? Padahal, selama tujuh tahun aku tidak memiliki hafalan kecuali hanya dua surat. Setelah itu, kerinduanku (untuk menghafal) pun bertambah, sementara kesedihan dan kesempitanku menghilang. Kemudian, Allah mengganti kedua perasaan tersebut dengan ketenangan yang tiada tara.
Aku bertawakkal pada Dzat Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurusi makhluk-Nya atas karunia-Nya yang melimpah. Aku mengambil keputusan untuk beri’tikaf dalam rangka menghafal Al-Quran. Karena sesungguhnya, inilah amalan yang terbaik di bulan Ramadhan. Aku pun berujar,’Sesungguhnya, Ramadhan kali ini akan berbeda (dengan Ramadhan sebelumnya), dengan izin Allah.’
Aku pun mengambil secarik kertas, lalu aku tulis di dalamnya keuntungan-keuntungan yang akan aku dapatkan dari menghafal Al-Quran berupa nikmat dan kebaikan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Begitu pula dengan nikmat yang lebih besar dari keduanya, yaitu keridhaan Allah terhadapku.
Dengan izin Allah, hanya dalam beberapa saat aku akan bergabung dengan mereka, sabaik-baik umat ini, sabagaimana sebda Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam:
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”(Muttafad ’Alaih)
Aku berkhayal seakan-akan aku bersama para nabi, shidiqqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang terbaik. Kemudian, aku berkhayal lagi seakan-akan aku menyematkan mahkota di atas kepala kedua orang tuaku dengan kedua tanganku ini. Aku berkhayal bahwa aku dapat membebaskan mereka (dari siksa), kemudian aku pun kembali kepada diriku (untuk membebaskan diri sendiri). Aku juga berkhayal mengenai berbagai kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadaku.
Aku menulis semuanya, dan aku menggantungkan tulisan itu di tempat yang senantiasa kerawat. Aku pun membawa halaman-halaman (mushaf Al-Qur’an) yang telah aku putuskan bahwa aku sekali-kali tidak akan meninggalkannya; dan akan menjadikannya sebagai teman di dalam eksperimen ini.
Setelah itu aku pun berwudhu, lalu duduk dan membuka Al-Qur’an. Aku berkata dengan suara yang hanya terdengar oleh diri sendiri,’Sekarang, aku akan menguji kemampuan akalku yang sebenarnya. Dan aku akan memulainya dengan bertawakkal pada Allah seraya mengulan-ulang firmat Allah Ta’ala :
Kemudian, aku memasang alat pengingat untuk mengingatkanku bahwa aku akan hafal satu lembar dalam 10 menit. Maka, aku pun mulai menghafal halaman demi halaman. Setiap halaman, aku menghafalkanya seraya berdoa kepada Allah agar Dia berkenan memantapkannya pada diriku. Doa yang kupanjatkan adalah,”Ya Rabbku, aku titipkan pada-Mu apa-apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Maka, jagalah ia untukku.”
Aku Mulai menghafal pada waktu Dhuha sampai Zhuhur, lalu menghafal lagi sampai jam setengah tiga siang. Setelah itu, aku tidur sebentar dengan memasang alarm. Ketika alarm berbunyi pada jam tiga sore, aku segera bangun untuk sholat Ashar. Kemudian, aku mulai menghafal sampai datang waktu Maghrib, lau kulanjutkan hingga sebelum Isya’.
Dari mulai menghafal sampai selesai, aku tidak berpindah-pindah. Aku hanya duduk pada satu tempat, hingga tak terasa bahwa aku telah menghafal 3 juz. Ya Allah, betapa mulianya Engkau dan betapa besarnya nikmat-Mu. Akan tetapi, mengapa kami tidak pernah mensyukuri nikmat ini. Aku pun melanjutkan hafalanku sampai aku selesai menghafal 16 juz Al-Quran dalam 6 hari, Alhamdulillah. Aku bingung, apakah aku akan menyempurnakan hafalanku. Aku yakin bahwa hafalanku tidak hilang hingga suamiku datang dan kami kembali berkumpul dengan keluarga, karena aku telah menitipkannya pada Rabbku yang Maha Mulia (agar Dia selalu menjaganya).
Subhanallah, tak terasa aku akan meninggalkan tempat dimana aku menghafal Al-Quran dan berkhalwat (mendekatkan diri) dengan Rabbku, menuju kehidupan yang melalaikan dan keduniaan yang fana, yang mana semuanya sedang memfokuskan perhatiannya pada beberapa pertanyaan,”Kue dan manisan apa yang akan kami persiapkan untuk hari Ied kali ini?”, “Pakaian apa yang akan kami pakai pada hari Ied?, serta berbagi hal lainnya, sedang aku masih mengasingkan diri untuk menghafal Al-Quran.
Kemudian, aku pun kembali kepada mereka, sedang aku berharap bahwa aku dapat mengkhatamkan hafalanku pada hari terakhir di bulan Ramadhan, serta mendapatkan dua kebahagiaan. Akan tetapi, ketika yang kuharapkan belum terwujud, cobaan dan ujian dari Rabb semesta alam datang padaku. Apakah aku akan melanjutkan hafalanku ataukan aku menghentikannya? Akan tetapi, Alhamdulillah, aku tidak berhenti menghafal.
Mungkin kalian tidak akan percaya bahwa pada suatu hari, aku tidak dapat menghafal kecuali hanya dua halaman. Bukan karena ku tidak bisa, akan tetapi hal itu disebabkan karena aku sangat disibukkan dengan sesuatu yang menimpaku. Keempat anakku semuanya menderita demam tinggi, hingga mereka tidak bisa tidur sepanjang malam. Oleh karena itu, aku pun banyak begadang malam untuk menemani mereka. Dan ketika aku merasa kepayahan sedang anakku yang paling kecil menangis trus-menerus, dan tidak ada seorang pun yang membantu, akhirnya aku pun jatuh sakit.
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya, sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Wa ba’b.
Ini adalah masa-masa indah yang berlalu dengan segala kisah yang ada di dalamnya. Dan, inilah mimpi yang menjadi kenyataan; dan kenangan yang selalu menghampiriku.
Perlu diketahui bahwa sesungguhnya tujuan terbesar di dalam hidupku adalah hafal surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran. Demi Allah, sekali-kali kalian tidah akan percaya bahwa sebenarnya aku adalah orang yang tidak memiliki kesabaran untuk menghafal Al-Qur’an secara keseluruhan. Hal itu disebakan karena aku menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil dan sangat susah sekali untuk mewujudkan. Dan saat itu, aku masih hidup dengan mempertahankan tujuan yang ingin aku wujudkan sebelumnya, yaitu hafal surah Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran. Dan, aku menganggap bahwa kedua surat itu adalah surat Al-Qur’an yang paling sulit (untuk dihafal); dan aku juga beranggapan hafalan tersebut dalam waktu yang lama. Subhanallah, tak terasa sudah tujuh tahun aku mempertahankan hafalan kedua surat tersebut.
Ketika bulan Ramadhan datang, tiba-tiba suamiku mengejutkanku bahwa ia akan beri’itikaf selama 15 hari terakhir Ramadhan di Masjidil Haram. Tentu kalian mengerti tentang kesulitan yang menimpaku, karena aku akan ditinggal sendirian bersama anak-anakku. Kami tinggal di daerah yang jauh dari keluarga, sedang para tetangga di sini semuanya menutup pintu rumahnya (tidak peduli dengan urusan sesama tetangga). Aku merasa gembira karena suamiku akan beri’itikaf. Akan tetapi, manfaat apa yang dapat kupetik dalam kesendirianku ini ?
Ketika waktunya telah tiba dan suamiku pergi untuk beri’itikaf, maka aku pun merasakan pahitnya kesendirian yang sebenarnya. Kemudian, aku mengangkat tanganku kepada Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu aku berdoa kepada-Nya dengan doa orang yang tertimpa kesulitan, sedang air mata pun mengalir deras membasmi pipiku,”Wahai Rabbku, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Curahkanlah kepadaku rezeki berupa teman-teman yang shalihah, yang baik dari aku. Sehingga, aku bisa meneladani mereka. Ya Allah, berikanlah aku sebaik-baik teman.”
Sungguh, doaku segera dikabulkan oleh Rabb yang Maha Pengasih. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Dia telah berfirman dalam Kitab-Nya :
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”(QS. Al-Mukmin: 60)
Ketika aku duduk di depan komputer sambil mengakses internet guna mencari situs yang berisikan informasi tentang keajaiban Al-Qur’anul Karim, tiba-tiba mataku tertuju pada situs akademi para penghafal Al-Qur’an. Sebelumnya, aku tidak tahu bahwa masuknya aku ke dalam komunitas situs ini adalah pertanda terkabulnya doaku. Aku pun masuk dalam komunitas situs ini dalam keadaan terharu. Demi Allah yang tiada ilah kecuali Dia, aku keluar dari situs ini dalam keadaan tidak seperti keadaan saat aku masuk, yaitu keadaan yang belum pernah aku impikan i’tikaf dalam rangka menghafal Al-Qur’an dalam 10 hari terakhir Ramadhan.
Sungguh, merupakan karunia Allah dan taufik-Nya atasku adalah aku segera mendaftarkan diri untuk beri’itikaf di akademi para penghafal Al-Qur’an tersebut tanpa keraguan.
Sejak pertama aku beri’tikaf, aku meraasa kagum dengan para akhawat yang turut beri’tikaf denganku. Demi Allah, mereka adalah sebai-baik saudari di jalan Allah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka dalam menghafal Al-Qur’an. Setelah mendengar cerita mereka, aku membayangkan seakan-akan aku bagaikan makhluk yang berasal dari planet lain. Masuk akalkah bahwa di antara mereka ada yang hafal Al-Qur’an hanya dalam waktu tiga hari? Padahal, selama tujuh tahun aku tidak memiliki hafalan kecuali hanya dua surat. Setelah itu, kerinduanku (untuk menghafal) pun bertambah, sementara kesedihan dan kesempitanku menghilang. Kemudian, Allah mengganti kedua perasaan tersebut dengan ketenangan yang tiada tara.
Aku bertawakkal pada Dzat Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurusi makhluk-Nya atas karunia-Nya yang melimpah. Aku mengambil keputusan untuk beri’tikaf dalam rangka menghafal Al-Quran. Karena sesungguhnya, inilah amalan yang terbaik di bulan Ramadhan. Aku pun berujar,’Sesungguhnya, Ramadhan kali ini akan berbeda (dengan Ramadhan sebelumnya), dengan izin Allah.’
Aku pun mengambil secarik kertas, lalu aku tulis di dalamnya keuntungan-keuntungan yang akan aku dapatkan dari menghafal Al-Quran berupa nikmat dan kebaikan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat. Begitu pula dengan nikmat yang lebih besar dari keduanya, yaitu keridhaan Allah terhadapku.
Dengan izin Allah, hanya dalam beberapa saat aku akan bergabung dengan mereka, sabaik-baik umat ini, sabagaimana sebda Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam:
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya.”(Muttafad ’Alaih)
Aku berkhayal seakan-akan aku bersama para nabi, shidiqqin, syuhada, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang terbaik. Kemudian, aku berkhayal lagi seakan-akan aku menyematkan mahkota di atas kepala kedua orang tuaku dengan kedua tanganku ini. Aku berkhayal bahwa aku dapat membebaskan mereka (dari siksa), kemudian aku pun kembali kepada diriku (untuk membebaskan diri sendiri). Aku juga berkhayal mengenai berbagai kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadaku.
Aku menulis semuanya, dan aku menggantungkan tulisan itu di tempat yang senantiasa kerawat. Aku pun membawa halaman-halaman (mushaf Al-Qur’an) yang telah aku putuskan bahwa aku sekali-kali tidak akan meninggalkannya; dan akan menjadikannya sebagai teman di dalam eksperimen ini.
Setelah itu aku pun berwudhu, lalu duduk dan membuka Al-Qur’an. Aku berkata dengan suara yang hanya terdengar oleh diri sendiri,’Sekarang, aku akan menguji kemampuan akalku yang sebenarnya. Dan aku akan memulainya dengan bertawakkal pada Allah seraya mengulan-ulang firmat Allah Ta’ala :
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran. Maka, adakah orang yang mengambil pejaran?”(QS. Al-Qamar: 17)
Kemudian, aku memasang alat pengingat untuk mengingatkanku bahwa aku akan hafal satu lembar dalam 10 menit. Maka, aku pun mulai menghafal halaman demi halaman. Setiap halaman, aku menghafalkanya seraya berdoa kepada Allah agar Dia berkenan memantapkannya pada diriku. Doa yang kupanjatkan adalah,”Ya Rabbku, aku titipkan pada-Mu apa-apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku. Maka, jagalah ia untukku.”
Aku Mulai menghafal pada waktu Dhuha sampai Zhuhur, lalu menghafal lagi sampai jam setengah tiga siang. Setelah itu, aku tidur sebentar dengan memasang alarm. Ketika alarm berbunyi pada jam tiga sore, aku segera bangun untuk sholat Ashar. Kemudian, aku mulai menghafal sampai datang waktu Maghrib, lau kulanjutkan hingga sebelum Isya’.
Dari mulai menghafal sampai selesai, aku tidak berpindah-pindah. Aku hanya duduk pada satu tempat, hingga tak terasa bahwa aku telah menghafal 3 juz. Ya Allah, betapa mulianya Engkau dan betapa besarnya nikmat-Mu. Akan tetapi, mengapa kami tidak pernah mensyukuri nikmat ini. Aku pun melanjutkan hafalanku sampai aku selesai menghafal 16 juz Al-Quran dalam 6 hari, Alhamdulillah. Aku bingung, apakah aku akan menyempurnakan hafalanku. Aku yakin bahwa hafalanku tidak hilang hingga suamiku datang dan kami kembali berkumpul dengan keluarga, karena aku telah menitipkannya pada Rabbku yang Maha Mulia (agar Dia selalu menjaganya).
Subhanallah, tak terasa aku akan meninggalkan tempat dimana aku menghafal Al-Quran dan berkhalwat (mendekatkan diri) dengan Rabbku, menuju kehidupan yang melalaikan dan keduniaan yang fana, yang mana semuanya sedang memfokuskan perhatiannya pada beberapa pertanyaan,”Kue dan manisan apa yang akan kami persiapkan untuk hari Ied kali ini?”, “Pakaian apa yang akan kami pakai pada hari Ied?, serta berbagi hal lainnya, sedang aku masih mengasingkan diri untuk menghafal Al-Quran.
Kemudian, aku pun kembali kepada mereka, sedang aku berharap bahwa aku dapat mengkhatamkan hafalanku pada hari terakhir di bulan Ramadhan, serta mendapatkan dua kebahagiaan. Akan tetapi, ketika yang kuharapkan belum terwujud, cobaan dan ujian dari Rabb semesta alam datang padaku. Apakah aku akan melanjutkan hafalanku ataukan aku menghentikannya? Akan tetapi, Alhamdulillah, aku tidak berhenti menghafal.
Mungkin kalian tidak akan percaya bahwa pada suatu hari, aku tidak dapat menghafal kecuali hanya dua halaman. Bukan karena ku tidak bisa, akan tetapi hal itu disebabkan karena aku sangat disibukkan dengan sesuatu yang menimpaku. Keempat anakku semuanya menderita demam tinggi, hingga mereka tidak bisa tidur sepanjang malam. Oleh karena itu, aku pun banyak begadang malam untuk menemani mereka. Dan ketika aku merasa kepayahan sedang anakku yang paling kecil menangis trus-menerus, dan tidak ada seorang pun yang membantu, akhirnya aku pun jatuh sakit.
Alhamdulillah, Walaupun sakit, aku tidak berhenti melanjutkan hafalanku dan terus berusaha sampai Allah berkenan menyembuhkan mereka yang sudah lama terbaring sakit. Setelah mereka sembuh, aku bertawakkal kepada Allah dan aku katakan pada diriku sendiri,’Akan aku khatamkan hafalanku yang tersisa 10 juz dalam waktu dekat.’ Alhamdulillah, sungguh Allah telah memberikan karunia-Nya kepadaku hingga aku dapat menghafalnya dengan cepat.
Sekarang, aku akan menceritakan kepada kalian moment-moment yang paling indah dalam hidupku, yaitu moment saat aku mengkhatamkan Al-Quran.
Pada pagi hari ini, aku bermimpi indah. Mimpi itu membawa kabar gembira bahwa pada hari ini aku akan mengkhatamkan hafalan Al-Quran. Serta-merta, aku pun amat bergembira, karena pada hari ini hafalanku yang tersisa hanya tinggal 3 juz.
Kemudian, aku mulai menghafal. Dan tanpa kusadari, aku menghafalnya dengan cepat. Satu halaman dapat aku hafal dalam waktu 8 menit, terkadang hanya 5 menit. Sehingga, ketika waktu menunjukkan jam sembilan malam, aku tidak tahu bahwa waktu itu adalah waktu yang telah aku tunggu-tunggu, yaitu waktu pengkhataman Al-Quran.
Aku terus membaca, akan tetapi aku tidak memperhatikan bahwa yang tersisa hanya tinggal beberapa halaman. Apakah kalian tahu bagaimana aku menyadarinya? Sungguh, kalian tidak akan percaya. Aku merasakan perasaan yang aneh sekali. Perasaan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Perasaan ini tidak bisa digambarkan, karena ia begitu saja menyebar ke seluruh tubuhku. Perasaan yang berupa ketenangan dan ketentraman., Demi Allah, seakan-akan diriku akan terbang karena ringannya tubuh. Maka, aku pun menjadi seperti selembar bulu karena ringannya. Aku merasa heran, hingga aku bertanya pada diriku sendiri,’Perasaan apakah ini?’ Jantungku mulai berdetak, seakan-akan ia berkata kepadaku,’Semoga keberkahan terlimpah atasmu. Engkau telah khatam menghafal Al-Quran. Al-Quran telah berada di dadamu.’
Tiba-tiba aku tersadar, aku sedang membaca akhir ayat yang mana dengannya aku mengkhatamkan Al-Quran. Maka, aku pun menyungkurkan diriku ke tanah, lalu aku bersujud syukur, sedang air mata kegembiraan jatuh menetes ke bumi. Kemudian, aku pun berlari menemui suamiku. Aku kabarkan berita gembira ini dengan penuh sukacita. Lalu, aku pun melihat mushaf yang telah menemaniku sepanjang perjalananku menghafal Al-Quran. Aku menangis sambil berkata,’ Wahai mushafku yang tercinta, sungguh, aku telah mendapatkan moment-moment yang paling indah (dalam hidupku).’ Lalu, aku pun memeluk mushafku itu dengan erat. Berulang-ulang aku ucapkan,’Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesuai dengan Kemulian wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Alhamdulillah, aku telah khatam menghafal Al-Quran sebelum ajal menjemputku.’ Sebelumnya, aku takut jika aku mati, sedang aku belum sempat menghafal Al-Quran dengan sempurna.
Berikutnya, perasaan yang tak bisa aku gambarkan adalah tiba-tiba aku beranjak pergi ke depan komputer. Lalu, aku memutar CD yang berisi ucapan-ucapan takbir, yang aku impikan sepanjang masa hafalanku. Kemudian, aku dan suamiku mendengarkannya dan semua merasa gembira.
Ya Allah, segala puji bagi-Mu yang telah memulaikanku dengan menghafal kitab-Mu. Ya Rabbku, betapa mulianya diri-Mu. Engkau telah menggantikan kesendirianku dengan sebaik-baik teman yang menemaniku dalam kehidupanku dan kuburku. Wahai Rabbku, aku berdoa pada-Mu saat hatiku terkoyak karena kesendirian. Kemudian, Engkaupun menggantinya dengan sesuatu yang lebih dari apa yang aku angan-angankan dan aku harapkan. Betapa mulianya Engkau wahai Rabb Yang Maha Pengasih, Yang telah memberikan karunia yang melimpah.
Adapun kalimat terakhir untuk menutup halama-halaman yang indah ini adalah,'Aku adalah wanita, sebagaimana wanita lain. Aku memiliki suami dan anak-anak. Anak-anakku belajar di sekolah khusus dengan kurikulum pelajaran yang sangat sulit. Aku hafal Al-Quran, akan tetapi aku tidak melalaikan tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Aku mendidik anak-anakku dan berusaha mengajari mereka segala sesuatu. Dan tanggung jawab yang paling utama adalah sebagai seorang istri yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan suaminya; tidak mengurangi haknya; dan menunaikan kewajiban-kewajibannya secara sempurna.
Alhamdulillah, Allah tidak menjadikanku telat untuk menghafal Al-Quran selama-lamanya. Demi Allah, janganlah kaliat memberikan alasan atas tidak hafalnya kalian terhadap Al-Quran, selama-lamanya. Apalagi kalian, para gadis yang belum menikah dan belum memiliki tanggung jawab.
Pertama dan terakhir kalinya adalah berprasangka baiklah pada Allah, maka Allah akan berprasangka baik sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Karena ketika aku mengira bahwa sural Al-Baqarah dan Ali ‘Imran sulit sekali untuk dihafal; dan usaha itu akan memberikanku anugerah sesuai dengan apa yang aku kita, yaitu menghafalnya selama 7 tahun. Hal itu disebabkan karena aku tidak berprasangka baik pada Allah.
Akan tetapi, ketika aku memasrahkan diri kepada Allah dan berprasangka baik terhadap-Nya, aku berujar pada diriku sendiri,’Aku akan menghafal Al-Qur’an secara sempurna dalam waktu yang singkat.’ Allah memuliakanku dengan menghafal kitab-Nya; dan memudahkanku. Allah menunjukiku jalan dan cara menghafal yang bermacam-macam, yang tidak pernah aku mengerti dan ketahui sebelumnya.
Wahai orang yang berkeinginan untuk menghafal Al-Qur’an, bertawakkallah kepada Allah! Bersungguh-sungguhlah dalam berusaha! Dan, jujurlah pada dirimu bahwasanya engkau benar-benar ingin menghafal Al-Qur’an! Serta, berprasangka baiklah bahwa Allah akan memberikan taufik-Nya atas usahamu. Demi Allah, engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan dengan segera; dan engkau akan menjadi bagian dari penghafal kalam yang paling agung, yaitu kalam Rabb semesta alam. Dia telah berfirman :
Dampak Positif Usahaku dalam Menghafal Al-Qur’an terhadap Anak-anakku
Subhanallah, mereka (orang-orang yang mengenalku) mengira bahwa aku selalu mengawasi anak-anakku. Akan tetapi, tampa perlu kujelaskan dengan kata-kata, mereka akan mengetahui hal yang sebenarnya.
Suatu hari, ketika aku sedang duduk, anakku yang belum genap berusia 2 tahun berlajan menuju meja yang di atasnya terdapat beberapa mushaf. Kemudian, ia membawa meshaf yang biasa aku gunakan untuk menghafal. Ia mengenali mushaf itu, lalu membawanya padaku. Kemudian, ia menyerahkannya padaku seraya mengucapkan beberapa kata,’Mama, Al-Qur’an.’ Seakan-akan ia berkata,’Bacalah bahai ibu, dalam waktu dekat ibu akan selesai mengkhatamkan Al-Qur’an.’
Subhanallah, pada hari itu, tidak ada perhatiannya selain mencariku dan mencari ayahnya. Jika mushaf tidak terdapat di tangan kami, maka ia berlari untuk memperingatkan kami. Subhanallah.”
Sekarang, aku akan menceritakan kepada kalian moment-moment yang paling indah dalam hidupku, yaitu moment saat aku mengkhatamkan Al-Quran.
Pada pagi hari ini, aku bermimpi indah. Mimpi itu membawa kabar gembira bahwa pada hari ini aku akan mengkhatamkan hafalan Al-Quran. Serta-merta, aku pun amat bergembira, karena pada hari ini hafalanku yang tersisa hanya tinggal 3 juz.
Kemudian, aku mulai menghafal. Dan tanpa kusadari, aku menghafalnya dengan cepat. Satu halaman dapat aku hafal dalam waktu 8 menit, terkadang hanya 5 menit. Sehingga, ketika waktu menunjukkan jam sembilan malam, aku tidak tahu bahwa waktu itu adalah waktu yang telah aku tunggu-tunggu, yaitu waktu pengkhataman Al-Quran.
Aku terus membaca, akan tetapi aku tidak memperhatikan bahwa yang tersisa hanya tinggal beberapa halaman. Apakah kalian tahu bagaimana aku menyadarinya? Sungguh, kalian tidak akan percaya. Aku merasakan perasaan yang aneh sekali. Perasaan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Perasaan ini tidak bisa digambarkan, karena ia begitu saja menyebar ke seluruh tubuhku. Perasaan yang berupa ketenangan dan ketentraman., Demi Allah, seakan-akan diriku akan terbang karena ringannya tubuh. Maka, aku pun menjadi seperti selembar bulu karena ringannya. Aku merasa heran, hingga aku bertanya pada diriku sendiri,’Perasaan apakah ini?’ Jantungku mulai berdetak, seakan-akan ia berkata kepadaku,’Semoga keberkahan terlimpah atasmu. Engkau telah khatam menghafal Al-Quran. Al-Quran telah berada di dadamu.’
Tiba-tiba aku tersadar, aku sedang membaca akhir ayat yang mana dengannya aku mengkhatamkan Al-Quran. Maka, aku pun menyungkurkan diriku ke tanah, lalu aku bersujud syukur, sedang air mata kegembiraan jatuh menetes ke bumi. Kemudian, aku pun berlari menemui suamiku. Aku kabarkan berita gembira ini dengan penuh sukacita. Lalu, aku pun melihat mushaf yang telah menemaniku sepanjang perjalananku menghafal Al-Quran. Aku menangis sambil berkata,’ Wahai mushafku yang tercinta, sungguh, aku telah mendapatkan moment-moment yang paling indah (dalam hidupku).’ Lalu, aku pun memeluk mushafku itu dengan erat. Berulang-ulang aku ucapkan,’Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesuai dengan Kemulian wajah-Nya dan keagungan kuasa-Nya. Alhamdulillah, aku telah khatam menghafal Al-Quran sebelum ajal menjemputku.’ Sebelumnya, aku takut jika aku mati, sedang aku belum sempat menghafal Al-Quran dengan sempurna.
Berikutnya, perasaan yang tak bisa aku gambarkan adalah tiba-tiba aku beranjak pergi ke depan komputer. Lalu, aku memutar CD yang berisi ucapan-ucapan takbir, yang aku impikan sepanjang masa hafalanku. Kemudian, aku dan suamiku mendengarkannya dan semua merasa gembira.
Ya Allah, segala puji bagi-Mu yang telah memulaikanku dengan menghafal kitab-Mu. Ya Rabbku, betapa mulianya diri-Mu. Engkau telah menggantikan kesendirianku dengan sebaik-baik teman yang menemaniku dalam kehidupanku dan kuburku. Wahai Rabbku, aku berdoa pada-Mu saat hatiku terkoyak karena kesendirian. Kemudian, Engkaupun menggantinya dengan sesuatu yang lebih dari apa yang aku angan-angankan dan aku harapkan. Betapa mulianya Engkau wahai Rabb Yang Maha Pengasih, Yang telah memberikan karunia yang melimpah.
Adapun kalimat terakhir untuk menutup halama-halaman yang indah ini adalah,'Aku adalah wanita, sebagaimana wanita lain. Aku memiliki suami dan anak-anak. Anak-anakku belajar di sekolah khusus dengan kurikulum pelajaran yang sangat sulit. Aku hafal Al-Quran, akan tetapi aku tidak melalaikan tanggung jawabku sebagai seorang ibu. Aku mendidik anak-anakku dan berusaha mengajari mereka segala sesuatu. Dan tanggung jawab yang paling utama adalah sebagai seorang istri yang berusaha untuk mendapatkan keridhaan suaminya; tidak mengurangi haknya; dan menunaikan kewajiban-kewajibannya secara sempurna.
Alhamdulillah, Allah tidak menjadikanku telat untuk menghafal Al-Quran selama-lamanya. Demi Allah, janganlah kaliat memberikan alasan atas tidak hafalnya kalian terhadap Al-Quran, selama-lamanya. Apalagi kalian, para gadis yang belum menikah dan belum memiliki tanggung jawab.
Pertama dan terakhir kalinya adalah berprasangka baiklah pada Allah, maka Allah akan berprasangka baik sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Karena ketika aku mengira bahwa sural Al-Baqarah dan Ali ‘Imran sulit sekali untuk dihafal; dan usaha itu akan memberikanku anugerah sesuai dengan apa yang aku kita, yaitu menghafalnya selama 7 tahun. Hal itu disebabkan karena aku tidak berprasangka baik pada Allah.
Akan tetapi, ketika aku memasrahkan diri kepada Allah dan berprasangka baik terhadap-Nya, aku berujar pada diriku sendiri,’Aku akan menghafal Al-Qur’an secara sempurna dalam waktu yang singkat.’ Allah memuliakanku dengan menghafal kitab-Nya; dan memudahkanku. Allah menunjukiku jalan dan cara menghafal yang bermacam-macam, yang tidak pernah aku mengerti dan ketahui sebelumnya.
Wahai orang yang berkeinginan untuk menghafal Al-Qur’an, bertawakkallah kepada Allah! Bersungguh-sungguhlah dalam berusaha! Dan, jujurlah pada dirimu bahwasanya engkau benar-benar ingin menghafal Al-Qur’an! Serta, berprasangka baiklah bahwa Allah akan memberikan taufik-Nya atas usahamu. Demi Allah, engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan dengan segera; dan engkau akan menjadi bagian dari penghafal kalam yang paling agung, yaitu kalam Rabb semesta alam. Dia telah berfirman :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”(QS. Al-Wamar: 17)
Dampak Positif Usahaku dalam Menghafal Al-Qur’an terhadap Anak-anakku
Subhanallah, mereka (orang-orang yang mengenalku) mengira bahwa aku selalu mengawasi anak-anakku. Akan tetapi, tampa perlu kujelaskan dengan kata-kata, mereka akan mengetahui hal yang sebenarnya.
Suatu hari, ketika aku sedang duduk, anakku yang belum genap berusia 2 tahun berlajan menuju meja yang di atasnya terdapat beberapa mushaf. Kemudian, ia membawa meshaf yang biasa aku gunakan untuk menghafal. Ia mengenali mushaf itu, lalu membawanya padaku. Kemudian, ia menyerahkannya padaku seraya mengucapkan beberapa kata,’Mama, Al-Qur’an.’ Seakan-akan ia berkata,’Bacalah bahai ibu, dalam waktu dekat ibu akan selesai mengkhatamkan Al-Qur’an.’
Subhanallah, pada hari itu, tidak ada perhatiannya selain mencariku dan mencari ayahnya. Jika mushaf tidak terdapat di tangan kami, maka ia berlari untuk memperingatkan kami. Subhanallah.”
3. Cerita Wirda Salamah Ulya
Pertama disaat remaja lain asik berkutat dengan gadget, aku berkutat dengan Qur'an. Baru diijinin make gadget pas udah khatam. Hahaha. Itu butuh waktu yang Fakta telah dibuktikan oleh para ulama bahwa menghafal alqur'an itu lebih mudah dibandingkan dengan yang lainnya. Coba deh baca surat Al Qamar pada ayat 17, 22, 32 & 40! Allah SWT telah menyatakan bahwa Alquran telah dimudahkan untuk dihafal.
Dalam 4 ayat tersebut, bunyi dan redaksinya persis sama; yaitu tentang kemudahan menghafal Al Quran. 4 ayat berulang ini menjadi sugesti positif bagi manusia yang merenunginya bahwa Alquran memang sungguh mudah untuk dihafal.
Bila Allah telah menyatakan tentang kemudahan menghafal Alquran, lalu apa alasan dan hambatan bagi mereka yang sulit untuk menghafalnya?!
Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasul SAW. Syekh Kisyk adalah seorang da'i terkenal asal Mesir. Keduanya buta tiada melihat, namun mampu menghafal Alquran.
Nah..., bila mereka yang buta mampu menghafal Alquran, lalu apa alasan kita yang melihat dengan terang?! Anak kecil saja mampu, bagaimana usaha kita yang sudah cukup berusia?!
Bila seorang musyrik tertarik dengan Islam karena keindahan Alquran, lalu bagaimana kedudukan Alquran di hati kita?! Ayo hafalkan Alquran.... Hidupmu niscaya bercahaya!!!
Sebelum closing....
Saya kasih tips nih 2 hal yang harus benar-benar dijaga ketika kita menghafal alqur'an :
1. Niat (cocok dengan kutipan Ibn Sulaeman)
2. Konsistensi, tentu dalam beberapa hal :
Dalam mengoptimalkan waktu
Pekerjaan yang harus kita lakukan hari ini, jangan kita tunda ke esok hari. Usia itu sangat pendek. Tidak dapat diketahui kapan seseorang itu akan meninggal dunia. Karena itu, mulai saat ini segeralah mengambil keputusan untuk menghafal Al Quran. Jangan biarkan waktu dan usia kita berlalu tanpa digunakan membaca Al Quran dan mengamalkan ajaran Al Quran. Pada hari kiamat, Allah akan mempertanyakan waktu yang kita gunakan loh. Ketika itu, kita akan menyesali setiap waktu yang tidak kita gunakan untuk mengingat Allah, atau tidak membaca kitab-Nya atau tidak melakukan sesuatu untuk agama Islam
Lepaskan Rasa Takut dan Gangguan Kejiwaaan
Sebagian peneliti menegaskan, setiap ayat Al Quran memiliki kekuatan yang unik untuk menyembuhkan. Beberapa eksperimen membuktikan, orang yang hafal Al Quran lebih jarang tertimpa penyakit, terutama penyakit kejiawaan, daripada orang-orang yang tidak hafal Al Quran. Karena itu, ketika mulai menghafal Al Quran, kita merasa baru dilahirkan. Bersediakah kita memulai proyek yang dapat mengubah kehidupan kita?
Fase-fase Menghafal Al Quran dengan Mudah
Mulai menghafal dari surah yang kita sukai dan kita yakini mudah untuk dihafal
Dengarkan surah yang kita hafal sebanyak sepuluh atau dua puluh kali
Buka Al Quran untuk melihat surah yang kita hafal. Kita pasti merasa familiar dan lebih mudah menghafal surah itu karena surah itu sudah terekam di dalam sel-sel otak Kita setelah kita sering mendengar surah itu
Surah yang kita hafalkan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok
Mulai dengan membaca kelompok ayat pertama, diulang-ulang hingga hafal
Kemudian baca berulang-ulang kelompok ayat kedua hingga hafal. Setelah itu gabungkan kelompok ayat pertama dan ayat kedua dalam bacaan kita hingga benar-benar kita hafal
Tundukkan Kesulitan
Kesulitan terbesar dalam menghafal Al Quran adalah karena Al Quran memiliki gaya bahasa unik yang berbeda sama sekali dengan gaya bahasa manusia. Karena itu, otak mendapatkan kesulitan untuk serasi dengan gaya bahasa yang baru itu. Namun demikian, begitu Anda mulai mendengarkan Al Quran dan merenungkan setiap ayat yang kita dengarkan, disertai upaya memahami arti dan maksud ayat-ayat tersebut, kemudian kita mendengarkannya berulang-ulang. kita akan mendapatkan otak kita berinteraksi dengan Al Quran dan kita menjadi mudah untuk menghafal Al Quran.
Tanamkan Motivasi
Manfaatkan setiap kesempatan yang kita lalui, pada siang atau malam hari. Berikan motivasi ke dalam otak kita: menghafal Al Quran merupakan pekerjaan terpenting dalam hidupku. Hafal Al Quran dapat mengubah hidupku, aku dapat dekat dengan Allah, aku akan seperti Rasulullah yang Al Quran merupakan kehidupan beliau.
Membaca Al Quran dengan Tartil
Di antara factor-faktor yang dapat membantu Anda dalam membaca Al Quran dalam waktu yang cukup lama, tanpa dihantui rasa bosan adalah membaca Al Quran dengan suara yang bagus dan dengan tartil. Allah SWT berfirman,
“… dan bacalah Al Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan).” (Al Muzzamil: 4)
Membaca Al Quran dengan menggunakan suara bagus dan agak nyaring dan dengan bacaan tartil, dapat membuat Anda merasakan manisnya bacaan dan hafalan Al Quran. Kuasailah ilmu tajwid dengan baik. Kosentrasilah terhadap setiap kalimat yang And abaca dan resapilah makna setiap ayat yang Anda baca.
DAN JANGAN PERNAH LUPA UNTUK......
Mengulang Hafalan Al Quran
Jangan lupa untuk senantiasa mendengarkan surah tertentu atau beberapa halaman Al Quran, lalu mendengarkannya kembali berulang-ulang hingga kita menghafalnya. Jika kita sudah menghafalnya, bacalah surah itu di dalam shalat. Pada malam hari, berwudhulah lalu laksanakan dua rakaat shalat tahajud. Dalam shalat itu bacalah ayat yang kita hafalkan pada siang harinya. Kita akan merasakan nikmat yang luar biasa dan merasakan manisnya iman. Ulangi sekali lagi hafalan Kita sesaat sebelum tidur dan sesaat setelah bangun tidur. Cara seperti ini dapat melekatkan hafalan Kita dia akan menjadi bagian dalam kehidupan kita sehingga tidak ada nada satu ayat pun yang kita lupakan. Selain itu, sebelum kita tidur, renungkanlah ayat-ayat yang kita baca. Hal itu dapat membuka hati dan akal kita.
Dengan dua hal yang guru saya sampaikan kepada saya yaitu niat dan konsistensi, semoga kita semua diberinya kemudahan dalam menghafal. Amin
Daftar pustaka : http://myclip.tumblr.com/post/44213599677/mantapkan-tujuan-menghafal-al-quran
http://regional.kompas.com/read/2014/03/25/0852293/Bocah.Umur.5.Tahun.Hafal.26.Juz.Al.Quranlama.
Kedua disaat remaja lain galau mikirin pacar,aku galau gara2 hafalan gak lancar, atau hafalan gak masuk2. Ngerasa kaya org paling stupid di dunia deh kalo udh begitu -_-
Ketiga disaat remaja lain nangis gara2 diputusin pacar. aku nangis sehari semalem bahkan berminggu-minggu cuma krn hafalan yg gak jelas statusnya. Abisan, entar ada, eh entar tiba2 ilang. Kesel abisssss. Apalagi kalo lagi sholat coba baca pake surah hafalan, lupa 1 ayat aja, aer mata langsung merembes -_-
Keempat disaat remaja lain sibuk berduaan sama pacarnya. Aku sibuk berduaan sama Qur'an HWAAAA T-T #danmasihjomblohinggasaatini
Kelima disaat remaja lain ketawa2 & happy2. Aku happy kalo hafalan lancar doang HAHAHA. Serasa surga di depan mata ew -_-
Keenam disaat remaja lain asik hangout bareng temennya di Mall. Aku hangout bareng temen di Halaqah Tahfidz -_-. Dimana kita bukan saling bergosip. Tapi saling menyimak hafalan. Minta di dengarkan hafalan satu sama lain.
Ketujuh disaat remaja lain enak2an menikmati masa mudanya. Hm..... Sayang, waktu muda diberi kepada Qur'an sepenuhnya.
Aku sempet bete, galau, suntuk, kesel sendiri, krn merasa waktu muda aku udh di grogotin sama Qur'an. Ya kadang perasaan itu suka dateng. Aku suka kepikiran, "Oh iya ya. Gua pan masih muda. Kenapa gak gua manfaatin waktu muda gue buat seneng2 aja? Ngapain gua harus nangis cuma krn hal ini? Dan galau cuma krn ini? Gue butuh kebebasan!" Aku curhat ke guru tahfidzku mengenai hal itu. Lalu beliau tersenyum. Dan ada kata2 yg saaaampe saat ini masih aku inget. Kata2 itu bikin aku adem, dan kembali bertekad buat ngejaga Qur'an sampe kapanpun. Beliau bilang gini.
"Harusnya kamu seneng. Krn kamu insya Allah, termasuk orang yg Allah selamatkan. Kamu liat, betapa banyak remaja2 yg hanyut dalam kesenangan. Mereka membuang jatah hidup mereka, dan kembali kepada Tuhan nya tanpa membawa apapun. Sehingga itulah yang menyebabkan mereka mencelakai diri mereka sendiri. Mereka tentu saja bisa tertawa, bersenang-senang, dan bangga dgn masa muda mereka. Tapi ketika berhadapan dengan Tuhan? Apa yg bisa mereka banggakan dari itu semua? Apakah dengan berdisko mampu memasukkan mereka kedalam surga? Apakah dengan mereka pacaran mampu menghindarkan mereka dari neraka? Kenyataannya, tidak. Qur'an itu akan menjaga penghafalnya, selama penghafalnya pun menjaga Qur'annya. Kamu bersusah payah sekarang, tapi kelak kamu akan tertawa, bahagia, senang, atas setiap apa yg kamu kerjakan. Kamu saat ini sedang bersusah payah mengejar Al-Qur'an, menangis siang malam sepanjang hari karena Qur'an. Disamping itu ternyata Allah sedang membuatkan kamu rumah di surga. Apakah kamu tidak berbahagia atas itu? Bersabarlah.. Waktu itu akan datang."
4. Cerita hamba allah (catatan perjalan seorang penghafal al quran-itqalhikmah.com)
Sungguh, kita tidak tahu dari mana asal datangnya rahmat dan barakah Allah. Sebelumnya saya tidak pernah berpikir bisa menghafal Al Quran sampai sekarang. Dulu niat saya setelah lulus kuliah adalah bisa menjaga hafalan saya yang hanya sekitar tiga juz, atau kalaupun bertambah mungkin hingga sekitar lima atau sepuluh juz. Bayangan semacam itu sudah terasa begitu istimewa bagi saya. Tapi, perjalanan waktu mengantarkan pada sesuatu yang lebih baik daripada yang pernah saya perkirakan. Bisa jadi, ini adalah salah satu bentuk barakah Allah.
Sebelumnya, ada beberapa teman yang memandang aneh, “Habis dari Jepang kok malah masuk pondok pesantren?” Namun celetukan itu yang kemudian membuat saya berpikir, mungkin justru karena dari Jepanglah pikiran saya lebih terbuka untuk berinteraksi lebih dekat dengan Al Quran. Ternyata berat untuk istiqomah di negeri asing, bagaimana bertahan untuk tetap menjalankan ibadah seperti di tanah air dengan memberikan penjelasan yang tepat untuk orang asing, bagaimana menjaga perut kita dari segala makanan dan minuman yang syubhat, bagaimana menjaga semangat beribadah di tengah sepinya kajian-kajian keislaman. Sungguh, itu tidak mudah. Untuk menjaga iman, di sanalah saya mulai konsisten tilawah satu juz perhari. Dan ternyata efeknya memang luar biasa.
Selanjutnya saya juga mendapat kesempatan untuk mengajar muslimah-muslimah mualaf Jepang membaca Al Quran. Tidak akan terlupakan bagaimana heroiknya pengalaman mengejar-ngejar jadwal kereta Jepang, menempuh jalan mendaki dan panjang menuju masjid di luar Tokyo, serta merasakan ukhuwah islamiyah di sana. Subhanallah, terharu dengan semangat mereka belajar Al Quran meski dengan lidah mereka yang tidak biasa untuk mengucap huruf-huruf Al Quran. Pengalaman mengajar itu membuat saya sadar bahwa ilmu membaca Quran saya masih belum mencukupi untuk memberikan pemahaman yang benar, bagaimana hukum-hukum tajwid, makharijul huruf, ataupun tentang metode pengajaran yang cocok. Sehingga setelah pulang ke Indonesia saya kembali masuk ke halaqoh-halaqoh Quran untuk belajar lebih dalam.
Menjelang lulus, saya berencana untuk pulang sambil ikut halaqoh Quran dekat rumah. Namun, Allah berencana lain, sebuah tawaran untuk menghafal Al Quran di Jakarta ternyata didukung penuh oleh ibu saya. Maka berangkatlah saya ke Jakarta setahun yang lalu, menemukan berbagai suka duka dan Alhamdulillah Allah masih memberikan kekuatan untuk bertahan hingga sampai saat ini. Ustadz dan teman-teman selalu memberikan motivasi untuk terus menghafal Quran hingga selesai 30 juz.
Berinteraksi dengan para penghafal Quran memberikan warna baru dalam hidup saya. Saya semakin menyadari bahwa Al Quran sungguh-sungguh mukjizat dari Allah, kumpulan kalam-kalamNya yang mulia, terkandung banyak pelajaran, kisah, dan hikmah yang bisa diambil oleh siapapun yang mau berpikir. Mempelajari, membaca, dan menghafal Al Quran ternyata tidak sampai berakhir di mulut dan tenggorokan saja ketika melantunkannya. Menghafal Al Quran itu seperti proses memasukkan kalam-kalam itu dalam dada, sehingga kelak dapat menjiwai dan mengamalkan apa yang Allah perintahkan lewat tuntunan wahyuNya. Sering muncul ketakutan bahwa saya menghafal Quran namun belum mempraktekkannya, maka saya sering berharap agar Allah merahmati kami dengan Al Quran, agar apa yang dihafal benar-benar mampu memberi kekuatan ruhiyah di hari-hari ke depan, ketika sudah tidak tinggal di pesantren, atau ketika tuntutan dakwah semakin besar. Bahkan yang lebih penting, agar Al Quran dapat memberikan syafaat pada diri kita dan orang tua kita di hari tidak ada pertolongan nanti.
Saya sering berpikir bahwa ketika memutuskan untuk menghafal Al Quran, berarti telah terikat kontrak seumur hidup, untuk terus berinteraksi dengan Al Quran. Sungguh, apa yang telah dihafal itu terasa mudah hilang. Harus diikat dengan ikatan yang kuat, dibaca berulang kali, ditadabburi artinya lagi, ditilawahkan, dan terus diulang sepanjang hayat agar tidak hilang. Tidak terbatas hanya pada saat kita masih tinggal di pesantren, atau ketika terikat dengan halaqoh Quran. Maka di masa-masa inilah saat untuk memperkuat tekad, agar kelak di manapun kita berada kita tidak putus berinteraksi dengan Al Quran. InsyaAllah.
Kalau saya merasa sedih karena tidak bisa menghafal sebaik teman-teman yang lain, saya pikir mungkin ini cara Allah untuk membuat saya lebih banyak mengulangnya, agar lebih dekat dengan Al Quran. Guru saya dulu juga sering mengingatkan bahwa sebagai seorang penghafal Quran harus lebih berhati-hati dengan segala yang diharamkan, menjaga kehalalan makanan yang masuk dalam tubuh, termasuk menjaga pandangan dan pendengaran. Karena bisa jadi ketidakhalalan itu yang membuat kita menjadi susah menghafal.
Semakin lama menyelami Al Quran, semakin banyak kita mengenal sifat-sifat Allah, petunjuk-petunjuk untuk meraih surgaNya, serta kisah-kisah yang dapat diambil pelajarannya. Untuk segala ketakutan menghadapi tantangan hidup, ada harapan bahwa interaksi kita dengan Al Quran saat ini yang akan menjadi sebab turunnya rahmat dan barakah Allah, yang akan memudahkan segala urusan hidup kita, yang akan jadi bekal untuk berbuat lebih banyak kemanfaatan. Dan saya masih terkesan dengan kata-kata seorang teman, “Kalau kita mau meluangkan hidup untuk mengurusi Al Quran, maka Allah yang akan mengurusi urusan kita.” Maka apa yang perlu diresahkan lagi, kalau segala urusan telah kita jaminkan pada Allah?
Semoga Allah selalu merahmati kita dengan Al Quran, saat ini dan selamanya. Amiin.
Sebelumnya, ada beberapa teman yang memandang aneh, “Habis dari Jepang kok malah masuk pondok pesantren?” Namun celetukan itu yang kemudian membuat saya berpikir, mungkin justru karena dari Jepanglah pikiran saya lebih terbuka untuk berinteraksi lebih dekat dengan Al Quran. Ternyata berat untuk istiqomah di negeri asing, bagaimana bertahan untuk tetap menjalankan ibadah seperti di tanah air dengan memberikan penjelasan yang tepat untuk orang asing, bagaimana menjaga perut kita dari segala makanan dan minuman yang syubhat, bagaimana menjaga semangat beribadah di tengah sepinya kajian-kajian keislaman. Sungguh, itu tidak mudah. Untuk menjaga iman, di sanalah saya mulai konsisten tilawah satu juz perhari. Dan ternyata efeknya memang luar biasa.
Selanjutnya saya juga mendapat kesempatan untuk mengajar muslimah-muslimah mualaf Jepang membaca Al Quran. Tidak akan terlupakan bagaimana heroiknya pengalaman mengejar-ngejar jadwal kereta Jepang, menempuh jalan mendaki dan panjang menuju masjid di luar Tokyo, serta merasakan ukhuwah islamiyah di sana. Subhanallah, terharu dengan semangat mereka belajar Al Quran meski dengan lidah mereka yang tidak biasa untuk mengucap huruf-huruf Al Quran. Pengalaman mengajar itu membuat saya sadar bahwa ilmu membaca Quran saya masih belum mencukupi untuk memberikan pemahaman yang benar, bagaimana hukum-hukum tajwid, makharijul huruf, ataupun tentang metode pengajaran yang cocok. Sehingga setelah pulang ke Indonesia saya kembali masuk ke halaqoh-halaqoh Quran untuk belajar lebih dalam.
Menjelang lulus, saya berencana untuk pulang sambil ikut halaqoh Quran dekat rumah. Namun, Allah berencana lain, sebuah tawaran untuk menghafal Al Quran di Jakarta ternyata didukung penuh oleh ibu saya. Maka berangkatlah saya ke Jakarta setahun yang lalu, menemukan berbagai suka duka dan Alhamdulillah Allah masih memberikan kekuatan untuk bertahan hingga sampai saat ini. Ustadz dan teman-teman selalu memberikan motivasi untuk terus menghafal Quran hingga selesai 30 juz.
Berinteraksi dengan para penghafal Quran memberikan warna baru dalam hidup saya. Saya semakin menyadari bahwa Al Quran sungguh-sungguh mukjizat dari Allah, kumpulan kalam-kalamNya yang mulia, terkandung banyak pelajaran, kisah, dan hikmah yang bisa diambil oleh siapapun yang mau berpikir. Mempelajari, membaca, dan menghafal Al Quran ternyata tidak sampai berakhir di mulut dan tenggorokan saja ketika melantunkannya. Menghafal Al Quran itu seperti proses memasukkan kalam-kalam itu dalam dada, sehingga kelak dapat menjiwai dan mengamalkan apa yang Allah perintahkan lewat tuntunan wahyuNya. Sering muncul ketakutan bahwa saya menghafal Quran namun belum mempraktekkannya, maka saya sering berharap agar Allah merahmati kami dengan Al Quran, agar apa yang dihafal benar-benar mampu memberi kekuatan ruhiyah di hari-hari ke depan, ketika sudah tidak tinggal di pesantren, atau ketika tuntutan dakwah semakin besar. Bahkan yang lebih penting, agar Al Quran dapat memberikan syafaat pada diri kita dan orang tua kita di hari tidak ada pertolongan nanti.
Saya sering berpikir bahwa ketika memutuskan untuk menghafal Al Quran, berarti telah terikat kontrak seumur hidup, untuk terus berinteraksi dengan Al Quran. Sungguh, apa yang telah dihafal itu terasa mudah hilang. Harus diikat dengan ikatan yang kuat, dibaca berulang kali, ditadabburi artinya lagi, ditilawahkan, dan terus diulang sepanjang hayat agar tidak hilang. Tidak terbatas hanya pada saat kita masih tinggal di pesantren, atau ketika terikat dengan halaqoh Quran. Maka di masa-masa inilah saat untuk memperkuat tekad, agar kelak di manapun kita berada kita tidak putus berinteraksi dengan Al Quran. InsyaAllah.
Kalau saya merasa sedih karena tidak bisa menghafal sebaik teman-teman yang lain, saya pikir mungkin ini cara Allah untuk membuat saya lebih banyak mengulangnya, agar lebih dekat dengan Al Quran. Guru saya dulu juga sering mengingatkan bahwa sebagai seorang penghafal Quran harus lebih berhati-hati dengan segala yang diharamkan, menjaga kehalalan makanan yang masuk dalam tubuh, termasuk menjaga pandangan dan pendengaran. Karena bisa jadi ketidakhalalan itu yang membuat kita menjadi susah menghafal.
Semakin lama menyelami Al Quran, semakin banyak kita mengenal sifat-sifat Allah, petunjuk-petunjuk untuk meraih surgaNya, serta kisah-kisah yang dapat diambil pelajarannya. Untuk segala ketakutan menghadapi tantangan hidup, ada harapan bahwa interaksi kita dengan Al Quran saat ini yang akan menjadi sebab turunnya rahmat dan barakah Allah, yang akan memudahkan segala urusan hidup kita, yang akan jadi bekal untuk berbuat lebih banyak kemanfaatan. Dan saya masih terkesan dengan kata-kata seorang teman, “Kalau kita mau meluangkan hidup untuk mengurusi Al Quran, maka Allah yang akan mengurusi urusan kita.” Maka apa yang perlu diresahkan lagi, kalau segala urusan telah kita jaminkan pada Allah?
Semoga Allah selalu merahmati kita dengan Al Quran, saat ini dan selamanya. Amiin.
5. Cerita Kumpulan Kisah Ajaib Penghafal Al-Qur'an
Seorang ibu yang berhasil mencetak keluarga Qur’any
Kisah ini disampaikan oleh seorang pengajar Al-Qur’an Al-Karim di salah satu masjid di Makkah Al-Mukarramah. Ia berkata,”telah datang padaku seorang anak yang ingin mendaftarkan diri dalam halaqah”. Maka aku bertanya kepadanya,”Apakah engkau hafal sebagian dari Al-Qur’an?”. Ia berkata,”Ya”. Aku berkata kepadanya, ”Bacakan dari juz ‘Amma!” Maka kemudian ia membacanya. Aku bertanya lagi ,”apakah kamu hafal surat tabaarak (Al-Mulk)?” Ia menjawab,”Ya”. Aku pun takjub dengan hafalannya di usia yang masih dini. Aku bertanya kepadanya tentang surat An-Nahl. Ternyata ia hafal juga, maka semakin bertambah kekagumanku atasnya.
Kemudian aku ingin mengujinya dengan surat-surat panjang, aku bertanya,”Apakah engkau hafal surat Al-Baqarah. Ia menjawab,”Ya”. Dan ia membaca surat tersebut tanpa salah sedikitpun. Kemudian aku berkata,”Wahai anakku, apakah kamu hafal Al-Qur’an?” ia menjawab,”ya”. Subhanallah, dan apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi!. Aku memintanya untuk datang esok hari bersama dengan orang tuanya, sedangkan aku sungguh benar-benar takjub. Bagaimana mungkin bapaknya melakukan hal tersebut?!
Suatu kejutan besar ketika bapak anak tersebut hadir. Aku melihat penampilannya tidak menunjukkan orang yang komitmen kepada As-Sunnah. Segera ia berkata kepadaku,”Saya tahu anda heran kalau saya adalah ayahnya, tapi saya akan menghilangkan rasa keheranan Anda. Sesungguhnya dibelakang anak ini ada seorang wanita yang setara dengan seribu laki-laki. Aku beritahukan kepada Anda, bahwa aku dirumah memiliki tiga anak yang semuanya hafal Al-Qur’an. Dan anakku yang paling kecil, gadis berusia 4 tahun, sudah hafal juz ‘amma”. Aku kaget dan bertanya,”Bagaimana bisa seperti itu?!” Ia mengatakan bahwa ibu mereka ketika mereka mulai bisa berbicara pada usia bayi, maka ia memulainya dengan menghafalkan Al-Qur’an dan memotivasi mereka untuk itu. Siapa yang menghafal pertama kali, maka dialah yang berhak memilih menu untuk makan malam hari itu. Siapa yang melakukan muraja’ah (setor hafalan) pertama kali, dialah yang berhak memilih kemana kami akan pergi mengisi liburan mingguan. Dan siapa yang mengkhatamkan pertama kali, maka dialah yang berhak menentukan kemana kami harus mengisi liburan.
Seperti inilah istriku menciptakan suasana kompetisi (persaingan) dalam menghafal dan melakukan muraja’ah. Ketika merenungkan dan memikirkan kisah yang penuh pelajaran ini, kami mendapati bahwa seorang wanita shalihah yang senantiasa memperhatikan kebaikan rumah tangganya, maka dialah wanita yang Nabi SAW. Berwasiat pada kaum laki-laki untuk memilih sebagai pasangan hidup. Meninggalkan orientasi harta, kecantikan dan kedudukan.
Maka benarlah ketika Rasulullah SAW. bersabda, “seorang wanita dinikahi karena empat hal, karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka carilah agamanya niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari).
Nabi SAW. bersabda, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah” (HR. Muslim)
Selamat atasnya ibu anak tersebut) yang telah menjamin masa depan anak-anaknya dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pemberi syafa’at kepada mereka kelak di hari kiamat.
Nabi SAW. bersabda,”Akan dikatakan kepada orang yang hafal Al-Qur’an pada hari kiamat, bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dalam kehidupan dunia, karena sesungguhnya tempat kembalimu dalam kehidupan akhir adalah sesuai dengan ayat yang dahulu engkau baca” (HR. Ibnu Hibban).
Tentunya risalah ini juga untuk para bapak. Bayangkan wahai para bapak, jika anda menjadikan anak anda hafal Al-Qur’an. Setiap kali ia membaca satu huruf, anda akan mendapatkan pahala setiap huruf yang ia baca dari Al-Qur’an dalam hidupnya. Maka jadilah anda dengan menjaga anak anda untuk menghafalnya dengan pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala.
Obat bius tidak berfungsi bagi penghafal Al-Qur’an
Kisah ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir dalam sebuah kajian tafsir yang membahas tentang surat Al-Baqarah ayat 120-121. Beliau bercerita tentang kisah nyata seorang kakek tua penghafal Al-Qur’an yang membuat jama’ah berdecak kagum.
Dalam suatu waktu, ada seorang kakek tua yang hendak dioperasi karena mengalami sakit, dokter menyarankan untuk segera dioperasi demi menyembuhkan penyakitnya. Di luar dugaan, kakek tersebut terisak dalam tangis yang mendalam, dokter pun coba menguatkan dan meyakinkan sang kakek agar kakek tersebut tidak perlu khawatir karena penyakit yang dialaminya akan sembuh atas izin Allah dan tidak perlu khawatir terhadap pelaksanaan operasi karena dokter tersebut sudah berpengalaman untuk operasi penyakit tersebut dan besar sekali kemungkinan keberhasilannya.
Lalu kakek tersebut membalas perkataan dokter tersebut, “Dok, bukan itu yang saya khawatirkan, insya Allah saya siap dan tak takut untuk menjalani proses operasinya. Saya menangis karena saya sedih, akan banyak waktu yang terbuang saat operasi nanti pastinya, sedangkan saya memiliki kebiasaan untuk muraja’ah hafalan Al-Qur’an saya 12 juz tiap harinya, saya khawatir tidak dapat menyelesaikan hafalan saya di hari ini karena operasi ini, sebab itulah saya menangis…”
Lalu kakek tersebut melanjutkan dengan pertanyaan “Dok, seberapa lama saya akan dioperasi?” “Insya Allah hanya 4 jam kek” jawab dokter. “Kalau begitu, berikan saya waktu di satu jam pertama untuk muraja’ah hafalan saya, lalu lanjutkanlah tindakan operasi setelahnya” jawab kakek memberikan solusinya. Dokter pun menyetujuinya. Pada satu jam pertama dokter memberikan waktu untuk kakek muraja’ah hafalannya di ruang operasi, setelah waktu berjalan satu jam, dokter dan timnya melakukan tindakan medis, dibiuslah kakek tersebut dan melaksanakan tindakan operasi. Operasi tersebut berjalan lancar, tidak ada kendala yang berarti. Allah menolong keduanya.
Setelah kakek tersebut tersadar, dokter yang mengoperasinya tersebut berkata: “Kek, baru kali ini saya mengalami kejadian yang luar biasa ketika mengoperasi pasien. Setelah satu jam kakek muraja’ah hafalannya, kami pun membius kakek, saya yakin sudah tepat dosis bius kepada kakek, saya yakin dosis tersebut akan membuat kakek tak sadarkan diri. Tapi masya Allah, sepanjang operasi kakek tak berhenti sedikitpun membaca Al-Qur’an, seolah obat bius yang kami suntikan tak ada pengaruhnya dan rasa sakit saat operasi tak dirasakan”
Subhanallah… hikmah yang luar biasa yang dapat kita ambil dari kisah tersebut. Bagaimana dengan kita? Sudahkah ada kenikmatan dan kekhusyu’an ketika kita membaca Al-Qur’an?. Berapa banyak juz yang kita baca tiap harinya?. Berapa banyak ayat Al-Qur’an yang kita hafal tiap harinya? Berapa banyak ayat Al-Qur’an yang kita murajaah tiap harinya dan berapa banyak ayat Al-Qur’an yang kita amalkan tiap harinya???
Sungguh, masih amat sedikit amalan-amalan kita. Orang bijak mengatakan: “Janganlah takut dengan rezekimu pada hari ini, karena Allah sudah menjamin rezeki bagi orang yang hidup. Khawatir dan takutlah dengan kualitas dan kuantitas amalmu, apakah dapat mengantarkanmu ke surga? Karena tidak ada jaminan dari Allah bahwa kita akan masuk ke dalam Surga-Nya”.
Wawancara ekslusif : Musa, Umur 5,5 tahun hafal 29 juz
Penanya : “Musa main gak?”
Abu Musa : “Musa seperti anak lainnya, dia tertawa, dia menangis, dia bermain, dia mau, dia juga tidak mau. Musa sehari2 sibuk dengan hafalannya (bangun stengah tiga pagi, muraja’ah 8 jam per hari). Dirumah kami fasilitasi bermainnya, sepeda, mobil-mobilan, dll. Abah, ummi, adik berinteraksi sangat dekat dengan Musa. Sehingga Musa nyaman di rumahnya. Cukup baginya bermain bersama kami. Kalau dia main keluar pun, dia tidak ingin main yang jauh2. Paling dia main pasir di teras, sepedaan di halaman. Kalau ada teman yang jelek, kami buru2 jauhkan dari musa” (Wawancara Abu Musa di Rodja TV).
Moderator : “Video apa yang Musa suka?”
(Disaat anak2 lain menjawab lantang, ‘ipin-upin, spiderman, timmy time, harry potter. Apa jawaban Musa?).
Musa : “Video Muhammad Thoha, ceramah Syaikh Bin Baaz, Syaikh Utsaimin, dan Ustadz Yazid”
Abu Musa : “Musa terbiasa melihat video masayikh, murattal, dan ceramah2 di TV sunnah. Kami menyanjung-nyanjung mereka, mereka itu orang hebat bang Musa, faqih, dst. Sehingga Musa termotivasi dan mengidolakan mereka”.
Pesan dari Abu Musa Ayah dari penghafal Al-Qur’an usia sekitar 5,5 tahun.
Dialog melalui WA dengan Abu Musa di Jeddah Saudi Arabia
Admin Assunnah:
“Akhi bisa kasih pesan khusus untuk anak2 agar rajin menghafal Al-Qur’an karena akan saya sebarkan di BBM, fb dll, singkat saja abu”.
La Ode Abu Hanafi (Abu Musa)(menulis) :
“Cari istri sholehah, istiqomah dan sabar yang luar biasa, tegakkan Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar kepada anak meskipun masih kecil, jauhkan dari musik dan tontonan yang merusak, tanamkan aqidah dan tauhid kepada anak, tanamkan siapa Ahlu Sholah dan siapa Ahlu Maksiat. Orang tua harus menjadi contoh anak. Orang tua ketika Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar harus ada rasa tega diri mereka kepada anak-anak. Contohnya ketika memerintahkan belajar…banyak orang tua yang tidak tega. Selain yang di atas, harta kita keluarkan unttuk anak belajar”.
Admin Assunnah:
“Barakallahu fiik jazakallah khoyron”. Masih ada lagi akhi ?
La Ode Abu Hanafi (Abu Musa):
“Tentukan jadwal anak seketat mungkin, kapan belajar, makan, mandi, bermain. Dan orang tua harus istiqomah dan jangan di remehkan dan di langgar. Tidak usah pedulikan perkataan orang. Emas tidak akan jadi mulianya dan berharga kecuali setelah penempaan yang luar biasa. Kelembutan dan ketegasan ( keras terkadang juga sangat bermanfaat) harus senantiasa ada”.
Admin Assunnah:
“Barakallahu fiik masyaa Allah jazakallah khoyron. Semoga bermanfaat untuk saudara kita yg lainnya”. (4 Ramadhan 1435/ 2 Juli 2014).
Semoga dialog ini bermanfaat untuk kita semua.
(4 Ramadhan 1435/ 2 Juli 2014.abangdani.wordpress.com)
Seorang bocah meng-Islamkan ribuan orang
Sebuah buku “Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang” ini mengisahkan tentang anak bernama Syarifuddin Khalifah yang terlahir dari keluarga Kristen Khatolik ternyata mampu menghafal Al-Qur’an di usia 1,5 tahun. Allah SWT. memperlihatkan keajaiban bocah Arusha, kota kecil di utara Tanzania, Afrika.
Dikisahkan, penduduk di Arusha yang hanya berjumlah 1.2 juta orang, dimana mayoritas penduduk beragama Kristen, baik Kristen Anglikan dan Kristen Katolik, lahir anak yang di usia 4 bulan sudah mampu membaca ayat suci Al-Qur’an. Anak pasangan Francis dan Domisia ini pun semakin membuat kehebohan ketika di usianya yang masih beberapa hari, menolak untuk dibaptis di Kingori Baptis Church.
“Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah na jumba wake Muhammad saw!”
Begitulah Syarifuddin kecil mengucapkan pada kedua orangtuanya dalam bahasa Arusha. “Ibu, tolong jangan baptis saya, saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW.” Jauh setelah acara pembaptisan yang gagal, Allah SWT. makin memperlihatkan kebenaran ajaran-Nya dengan memperlihatkan kemampuan Syarifuddin menghafal Al-Qur’an maupun shalat lima waktu tanpa ada yang mengajarkan maupun mencontohkan.
Melihat keajaiban demi keajaiban, Francis dan Domisa akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka resmi masuk Islam dengan disaksikan oleh Ustaz Ismael. Penduduk yang sebelumnya mayoritas beragama Kristen pun mulai percaya kebenaran dari Allah SWT. dan mereka ramai-ramai masuk Islam. Tak heran, kini ribuan orang telah diislamkan oleh Syarifuddin.
Suatu ketika Syarifuddin yang sudah digelari Syekh ini datang ke Ethiopia. Ribuan orang hadir di stadion Ethiopia. Tak cuma kaum muslimin, justru yang hadir mayoritas umat Kristiani. Harap maklum, anak yang terlahir dari keluarga non muslim memiliki magnet yang begitu kuat di kalangan Kristiani. Mereka yang tidak percaya maupun setengah percaya ingin melihat langsung sosok Syarifuddin.
Bahkan, mereka yang tidak percaya sempat mengatakan pada Syekh, “Are you Jesus?” Kemudian dengan tenang Syakh Syarifuddin menjawab, “No…I’m not Jesus, I’m created by God. The same God who created Jesus.”. Di stadion Ethiopia itu pula, bocah ini membimbing umat Kristiani untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Subhanallah!
(sosok.kompasiana.com)
TNI-AL Hafal Al-Qur’an
Di Indonesia, tidak banyak anggota TNI-AL yang mampu menghafal Al- Qur’an 30 juz dan berprestasi dengan kemampuannya itu. Salah satu yang tak banyak itu adalah Letda Laut (P) Makarim Umar. Lajang 28 tahun itu adalah juara di ajang Musabaqoh Hifdzil Quran yang biasa diselenggarakan Dinas Perawatan Personel Angkatan Laut (Diswatpersal). Makarim menjadi pemenang untuk kategori hafalan 30 juz.
Prestasi tersebut menambah deretan penghargaan yang diterima Makarim. Dia juga pernah mewakili Indonesia untuk mengikuti kompetisi MHQ internasional di Arab Saudi. “Di Arab Saudi, saya hanya dapat penghargaan peringkat delapan”, ujarnya. Ketika di Arab Saudi itu Makarim mewakili Indonesia bersama tiga prajurit lain. Meski kompetisi tersebut terbatas untuk para tentara, tetap saja bagi Makarim sangat membanggakan. “Saingannya prajurit muslim negara lain”, kenangnya.
Bagi Makarim, menjadi seorang hafidz dan tentara adalah sesuatu yang kadang kurang bisa dikompromikan. Maklum, sejak memutuskan bergabung menjadi prajurit penjaga laut pada 2009, kemanapuan menghafalnya sering berkurang. Padatnya aktivitas di awal karir harus membuatnya rela kehilangan hafalan beberapa surat Al-Qur’an. Dia mengatakan, sejak masuk militer, tanggungannya semakin berat. Sebab, dia berkewajiban menjalankan tugas sebagai prajurit juga. Karena itu, untuk mau menambah hafalan, dia harus memikirkannya baik-baik. “Di militer memang lebih lupa. Menjaga saja berat, mau nambah jadi pikir-pikir”, imbuhnya.
Dia menggambarkan, awal masuk militer sebenarnya dia sudah menghafal 20 juz. Namun, saat itu yang bisa dikatakan benar-benar lancar hanya 10 juz. Nah, sibuk latihan dan hidup yang serba teratur membuat hafalannya naik turun. Beberapa ayat yang dulu samar-samar hafal malah hilang sepenuhnya. Meski demikian, semua itu dia jadikan tantangan. Tekadnya, jangan sampai hafalan itu semakin hilang. Meski kesibukan kadang membuat istiqamahnya naik turun, dia tetap ingin bisa menghafal Al-Qur’an. Mau tidak mau, setiap hari dia harus menyempatkan untuk membaca kitab suci itu.
Setiap ada waktu luang, dia mencoba membaca Al-Qur’an. Malam adalah waktu yang kerap dia pilih untuk membaca. Sedikitnya, dalam sehari pria asli Purworejo, Jawa Tengah, itu harus bisa membaca lagi hafalannya satu juz. Namun, sebenarnya itu tidak cukup karena idealnya satu hari adalah lima juz.
“Karena situasinya begini, bisa satu juz sudah alhamdulillah”, katanya.
“Karena situasinya begini, bisa satu juz sudah alhamdulillah”, katanya.
Kegigihannya untuk bisa membagi waktu tersebut berbuah manis. Hafalan yang kedodoran di awal masuk militer, akhirnya terus-menerus bisa diperbaiki. Akhirnya, Makarim berhasil memenangi juara MHQ untuk kategori 30 juz. “Meski sulit, beban moral untuk menjaga hafalan itu ada. Termasuk beban menambah”, terangnya.
Menjadi hafidz juga berdampak pada kehidupan sehari-hari. Secara otomatis dia harus menjaga sikapnya. Jangan sampai predikatnya sebagai penghafal Al-Qur’an rusak karena perilakunya yang kurang terpuji. Yang paling sulit adalah menjaga agar shalatnya tetap lima kali dan tepat waktu. Tidak peduli padatnya aktivitas ataupun kegiatan latihan, Makarim berupaya bisa shalat tepat waktu. “Beruntung, sejauh ini kegiatan militer tidak pernah membuatnya meninggalkan shalat fardu. Soal ketepatan waktu, shalat Makarim juga tidak perlu diragukan. “Selama ini masih bisa tepat waktu”, tuturnya.
Makarim menceritakan, kemampuannya menghafal Al-Qur’an muncul sejak kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an An-Nur Jogjakarta. Tepatnya, saat semester IV mulai berjalan dan diawali dengan menghafal surat Al-Baqarah. ’’Lulus kuliah sebenarnya sudah hafal 20 juz. Tetapi, yang benar-benar lancar sekitar 10 juz,’’ jelasnya.(www.birayang-hafal-quran.)
Bagaimana dengan kita, sesibuk apakah kita sehingga menghambat hafalan?. Semoga kisah ini menjadi solusinya. Amin...
Lamaran Ditolak, Nekat Menghafal Al-Quran
Daud Dzal Aidi, begitulah nama lengkap pemuda tersebut. Daud adalah seorang pemuda yang polos, bisa dikatakan belum banyak terinfeksi pergaulan bebas anak muda zaman sekarang. Daud pun tidak terbiasa bergaul dengan lawan jenis terlalu jauh, hanya sekadar muamalah biasa.
Namun ternyata Daud memendam perasaan terhadap seorang wanita yang pernah ditemuinya sekilas dalam acara seminar remaja Islam di Jakarta, Fatimah namanya, kebetulan Daud menjadi panitianya dan Fatimah yang membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Daud terkesan dengan suara indah dan lengkingan ayat-ayat yang dibacakan oleh Fatimah seakan sudah menguasai betul nagham dalam ilmu tilawah, mulai dari bayati, shoba, hijaz dan sebagainya.
Singkat cerita tiga, bulan kemudian, Daud rupanya sudah ada niat ingin melamar Fatimah, sinyal cinta itu timbul begitu saja, percakapan seperlunya pun hanya melalui pesan singkat sms. “Fatimah, saya mau silaturahim ke rumah orang tua kamu, boleh saya minta alamat lengkapnya, maaf jika kurang berkenan,” setelah berpikir panjang dengan kata-katanya akhirnya sms itu terkirim juga. “Iya kak, silakan datang saja, rumah orang tua saya yang bercat putih percis di dekat gerai batik, atau tanya saja di mana rumah Bapak Ahmad Mubarak, insya Allah semua tahu.” Balas Fatimah dengan perasaan penuh harap dan cemas.
Setelah mencari sana-sini bersama kawan akrabnya, Amir, Daud pun akhirnya sampai juga di kediaman orang tua Fatimah di bilangan Jakarta. Dengan sedikit perasaan tegang karena pengalaman pertama menghadap orang tua calon belahan jiwa yang ingin dilamar, sebagai sahabat Amir pun langsung menyejukkan suasana agar Daud tetap tenang dan santai. Lalu, masuklah mereka setelah diizinkan oleh tuan rumahnya, kemudian bersalaman kepada bapak dan ibunya Fatimah, obrolan pun dimulai dan inilah yang terkenang. “Fatimah sudah banyak cerita tentang kamu, ayah pun paham kondisi kejiwaannya ketika dia menyukai sesuatu yang diinginkan, dan ngambeknya dia ketika keinginannya tidak tercapai, tapi dia lebih dewasa dari kakaknya, Aisyah.” Ujar ayah Fatimah dengan penuh wibawa menjelaskan tentang tabi’at dan sedikit kepribadian anak perempuannya itu. “Iya pak, maksud kedatangan saya pun ke sini untuk silaturahim dan juga ada niat ingin mengkhitbah Fatimah putri bapak, itu pun jika belum ada yang taqdim(mengajukan lamaran), mohon maaf bila kurang berkenan dan terkesan kurang sopan, jika diterima saya akan langsung bicara ke orang tua saya di kampung untuk mengadakan proses khitbah secara resmi,”
Daud pun menjelaskan maksud kedatangannya hendak melamar Fatimah. Meski agak sedikit gugup, namun Daud akhirnya merasa plong. “Maaf ya Daud, ibu bukannya tidak percaya sama kamu, ibu cuma khawatir bagaimana nanti kehidupan rumah tangga anak ibu jika kamu sendiri belum memiliki pekerjaan tetap. Sebenarnya ibu pun sudah punya calon untuk Fatimah, putranya kawan ibu yang kebetulan masih satu kantor sama bapak, dia sudah siap segalanya.” Sang ibu langsung memotong pembicaraan karena sudah tahu di mana keluarga Daud tinggal, yaitu di kampung pedesaan.
Daud paham dan sadar bahwa dirinya bukanlah anak orang berada, sebenarnya. Daud pun tidak mengetahui sebelumnya kalau ternyata Fatimah anak seorang pejabat yang disegani. “Iya bu, saya paham kondisi saya sekarang, tapi saya tetap berusaha memiliki pekerjaan yang halal dan baik, tentunya saya pun merasa nyaman dengan pekerjaan itu, tidak gelisah. Saya berterima kasih kepada ibu dan bapak karena sudah menerima saya untuk bersilaturahim, saya mohon maaf jika kehadiran saya mengganggu waktu ibu dan bapak.”
Daud pun pamit kepada kedua orang tua Fatimah, sebelum meninggalkan rumah, ayahnya Fatimah menghampiri Daud di pintu gerbang rumahnya, beliau berkata kepada Daud, “Nak, ayah sangat bangga kepadamu atas keberanian kamu hendak melamar Fatimah, ayah sebenarnya setuju saja jika kamu nantinya menjadi imam buat Fatimah, rasanya baru kemarin ayah mengasuh dan mendidiknya, ternyata Fatimah sekarang sudah dewasa. Maaf ya nak, ayah tidak tahu kalau ternyata ibu sudah mempunyai calon suami buat Fatimah. Kamu harus menjadi lelaki yang kuat, tetap berikhtiar, dan tentunya harus menyertakan Allah dalam setiap keputusanmu, ayah doakan kamu mendapatkan calon istri yang terbaik.” Nasihat ayah Fatimah yang cukup bijak. “Terima kasih pak, semoga putri bapak juga mendapatkan calon suami yang bisa membimbing Fatimah dalam mahligai pernikahan yang diridhai Allah SWT.”
Daud pun mencium tangan ayah Fatimah sebagai rasa takzdim kepadanya dan langsung berpamitan. “Kak, maafkan Fatimah dan kedua orang tua Fatimah jika silaturahim kakak jadi kurang berkesan, Fatimah tidak tahu jika ibu ingin menjodohkan Fatimah dengan orang lain. Fatimah akan bicara ke ibu kalau Fatimah tidak mau dijodohkan. Kak, besok Fatimah mau kembali ke KL, melanjutkan kuliah. Doakan Fatimah.” Fatimah langsung mengirimkan sms ke Daud, ia merasa sangat khawatir jika Daud kecewa. “Tidak ada yang perlu dimaafkan dan tidak ada yang salah, justru saya yang mohon maaf. Ikuti saja nasihat ibu, beliau tahu mana yang baik untuk anaknya, jangan mengikuti hawa nafsumu. Kakak doakan semoga perjodohan itu bisa membuat kamu lebih fokus dalam belajar karena sudah jelas tujuan hidupnya.” Tutup Daud seraya mendoakan yang terbaik untuk Fatimah.
Hari berganti hari, tepat pada hari Sabtu pagi setelah shalat subuh, terlihat Daud khusuk mendengarkan pengajian tafsir di sebuah masjid raya kota Bekasi yang dipimpin ustad Abdul Hakim. Ustad Abdul Hakim adalah seorang imam besar yang sangat masyhur keahliaannya dalam bidang Tafsir Al-Qur’an, beliau lulusan Al-Azhar Mesir, tak aneh bila setiap ada jadwal kajian masjid selalu penuh, banyak jama’ah dari jauh yang juga sengaja datang untuk mendapatkan pencerahan ilmu dan hikmah darinya.
“وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Ayat 32 dari surat An-Nur ini adalah anjuran untuk menikah, maksudnya, hendaklah laki-laki yang belum menikah atau tidak beristri atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat menikah. Oleh karena itu, anggapan bahwa apabila menikah seseorang dapat menjadi miskin karena banyak tanggungan tidaklah benar.
Demikian salah satu isi kajian ustad Abdul Hakim yang dibawakan dengan penuh kewibawaan dan retorika yang lantang. Ternyata tema pembahasan tafsir kali ini sangat menyentuh hati dan perasaan Daud, dia terpana dengan penggalan ayat ini, “Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”. Setelah pengajian usai, Daud pun langsung menghampiri sang ustad, rupanya dia ingin bicara empat mata seraya mencurahkan masalah dan ujian hidup yang dialaminya agar diberikan solusi yang tepat dan mencerahkan. Akhirnya Daud diajak ke kamar khusus imam di lantai 2 masjid. Dengan panjang lebar Daud bercerita tentang semua hal yang terjadi dalam perjalanan hidupnya, tak terasa air mata Daud pun berlinang. “Mas Daud, kita tidak memiliki kemampuan untuk mengubah masa lalu dan tidak mampu menggambarkan masa depan dengan gambaran yang kita kehendaki, lalu mengapa kita bunuh diri sendiri dengan bersedih atas apa yang kita tak mampu mengubahnya??!! Bersabarlah dengan skenario Allah yang indah.”
Banyak kata-kata hikmah yang keluar dari lisan keikhlasan sang ustad, akhirnya Daud bertekad ingin bangkit kembali, bangun dari tidur yang panjang. Ada satu azzam Daud yang sungguh luar biasa, yaitu ingin mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dan memohon kepada ustad Abdul Hakim untuk mendengarkan hafalannya sampai tuntas, karena hatinya bergetar ketika sang ustad menyarankan untuk menghafal Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an merupakan obat dari berbagai macam penyakit. Air mata Daud pun langsung terurai menetes ketika ustad Abdul Hakim membacakan sebuah hadist keutamaan seorang penghafal Al-Qur’an yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya: “Dari Buraidah al-Aslami Ra., ia berkata bahwasanya ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Pada hari kiamat nanti, Al-Qur’an akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al-Qur’an akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya, ‘Apakah Anda mengenalku?’ Penghafal tadi menjawab, ‘Saya tidak mengenal kamu.’ Al-Qur’an berkata, ‘Saya adalah kawanmu, Al-Qur’an yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya, setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan.’ Maka, penghafal Al-Qur’an tadi diberi kekuasaan di tangan kanannnya dan diberi kekekalan di tangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat dibayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya, ‘Kenapa kami diberi pakaian begini?’ Kemudian dijawab, ‘Karena anakmu hafal Al-Quran.’ Kemudian, kepada penghafal Al-Qur’an tadi diperintahkan, ‘Bacalah dan naiklah ke tingkat-tingkat surga dan kamar-kamarnya.’ Maka, ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil).”
Setelah melewati masa-masa sulit dalam menghafal Al-Qur’an, alhamdulillah akhirnya Daud dapat mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun. Ustad Abdul Hakim merasa bangga dan terharu atas kegigihan dan kesungguhan Daud, ustad Abdul Hakim pun memberikan sanad hafalannya ke Daud dan berpesan kepada Daud yang dikutip dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh imam Bukhari: “Jagalah Al-Qur’an, demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, Al-Qur’an itu lebih cepat lepas dari pada seekor onta dari ikatannya.” Sungguh nasihat yang penuh makna.
Setelah itu giliran Daud yang ingin diajak bicara empat mata oleh ustad Abdul Hakim, rupanya ada satu hal penting lagi yang ingin disampaikan sang ustad berkaitan dengan jodoh. “Mas Daud, maaf jika ini menyinggung perasaan mas Daud. Ada orang tua yang datang kepada saya, kebetulan masih jama’ah saya juga, namanya bapak Abdullah, seorang pemimpin perusahaan elektronik di Jakarta, Ph.d lulusan Amerika, dia memiliki 3 putri cantik, dia ingin minta dicarikan calon suami untuk anaknya, kriterianya hanya bisa membimbing putrinya dalam hal Agama, menjadi imam yang baik buat putrinya.” Dengan penuh kehati-hatian ustad Abdul Hakim menyampaikannya, tapi tetap dengan kekhasan senyuman di wajahnya yang bersinar. “Sebelumnya saya berterima kasih karena ustad sudah menyampaikan hal itu, tapi saya mohon maaf, bukan saya menolak, tapi saya takut tidak bisa mengikuti keinginan yang biasa keluarga dia lakukan, karena saya terbiasa hidup sederhana dan memang dari keluarga sederhana.” Jawab Daud juga dengan rona wajah takut mengecewakan perasaan guru ngajinya itu. “Ya sudah, sekarang kamu istikharah, jangan lupa hal ini diberitahu ke orang tuamu di kampung.” Demikian nasihat Ustad Abdul Hakim kepada Daud.“Insya Allah, ustad.” Tutup Daud.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya Daud pun menemukan belahan jiwanya, putri bungsu bapak Abdullah, Nourhan Abdullah. Putri bungsu yang manja dan ceria, lulusan Psikologi Universitas Indonesia, itulah bidadari surga yang dipersunting Daud menjadi istrinya. Kini hidup Daud penuh keberkahan, dia memimpin sebuah pesantren Tahfizh modern di Bogor, yang juga mempelajari sains dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Pesantren Al-Qur’an dan Teknologi Fakhruddin Ar-Razi, Daud mengambil berkah dari nama seorang ulama yang sangat terkenal dan sangat berpengaruh pada masanya itu.
Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah, “Kalau datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu sukai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” Demikian pesan nabi Muhammad Saw. kepada para orang tua, khususnya yang memiliki putri yang belum menikah. (Dakwatuna.com).
Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah, “Kalau datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu sukai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” Demikian pesan nabi Muhammad Saw. kepada para orang tua, khususnya yang memiliki putri yang belum menikah. (Dakwatuna.com).
Kisah Wanita penghafal Qur’an yang ditimpa Penyakit Tumor Otak.
Sebuah kisah dari perjalanan Aminah Al-Mi’thowi yang mencengangkan, dia bertutur, “Aku adalah wanita yang dulu kuduga bahwa diriku sudah meninggal sebelum lahir, karena aku menghadapi beberapa musibah yang beragam dalam hidupku. Sesuatu yang tidak terbayangkan dalam benakku.
Namun. Alhamudillah, keyakinanku pada Allah semakin kuat. Saat aku binggung memaknai kehidupan sekelilingku, aku berserah diri kepada-Nya. Aku dulu berpenyakit tumor otak. Tidak terlalu buruk, tapi penyakit itu mengerikan. Biarpun penanganan terus-menerus dan teratur, tapi tidak ada tanda-tanda baik selama empat tahun. Namun secara internal, aku yakin bahwa Allah tidak mengujiku dengan penyakit melainkan untuk memberiku sesuatu yang luhur lagi agung dan mengampuni dosa-dosaku. Jadi, ujian itu ada pelajaran yang tidak kita ketahui hikmahnya.
Terakhir kalinya aku mengunjungi dokter, mataku merasakan dunia tampak gelap disebabkan akhir pemvonisan. Kabar yang selamanya tidak menyenangkan. Lalu aku putuskan untuk menghafal Al-Qur’an. Mulanya bukan untuk kesembuhanku, tapi niatku menghafalnya sebelum mati, karena awalnya aku merasa ajalku telah dekat. Aku memulai hafalan sendiri. Kadang-kadang aku bersungguh-sungguh, namun kadang pula semangatku melemah. Karena aku yakin memayahkan otak dengan hafalan bisa menambah ganas penyakit. Dan dengan cepat, aku tidak melewati beberapa juz yang terpisah. Aku memuji Allah siang-malam karenanya. Sampai aku menghafal surat Al-Baqarah sepenuhnya. Demi Allah, perasaanku tidak bisa di utarakan. Dan kebahagiaanku sangat besar dengan menyelesaikannya. Perasaan senangku melupakan penyakitku, sekalipun aku juga sibuk dengan membantu ayah dan ibu.
Dari momen itu, aku mulai menghafal. Tapi keinginan untuk tidur selalu menyerangku, paling banter aku tidur hampir 16 jam sehari. Namun aku khawatir waktuku akan habis percuma. Maka aku berserah diri kepada Allah. Segenap diriku yakin akan terjauh dari setan. Dan aku mengalahkannya dengan memperbanyak wudlu’. Memang wudlu adalah stimulant yang mengagumkan. Aku banyak bergerak, pantang mundur, aku tetap menghafal dan tetap meminta bantuan Allah dengan shalat dan istighfar. Ketika aku membaca firman-Nya yang artinya :“Berkata Musa, “Itulah mereka sedang menyusuliku dan aku bersegera kepada-Mu ya Tuhanku, agar supaya engkau ridla (kepadaku)” (Thaha:84). Tangisku tiba-tiba mengucur deras, merasa dalam waktu dekat aku akan mati. Karena itu, aku harus menghafal Al-Qur’an sampai bertemu Allah dengan kitab-Nya, mudah-mudahan dia mengampuniku.
Aku sempurnakan perjalanan hafalan, berpindah dari halaman ke halaman dan dari baris ke baris. Pada saat yang bersamaan melawan rasa sakit, melawan bisikan setan dan nafsuku sendiri.
Tapi dengan apa aku akan menghadap Allah?. Aku mengharap penolong, aku inginkan penghibur dalam kuburku. Kubur itu sunyi. Jika semangatku melemah, dengan cara apa aku berbakti kepada kedua orangtuaku, aku berharap memuliakan mereka di hari kiamat dengan mahkota, bukankah mereka juga memperhatikan sakitku ini, sakit yang aku derita?. Begitulah aku juga selalu teringat dengan perkataan malaikat nanti padaku, “Bacalah dan naiklah.” Maka tinggi dan luhurlah niatku menghafal Al-Qur’an.
Aku dalam peperangan kompetisi, sampai akhirnya aku down dan dunia terasa gelap, aku merasa tidak mungkin menghafal Al-Qur’an karena sakitku. Hampir saja aku meninggalkan amalan mulia ini. Namun yang sulit bagaimana aku membantu ibu dan bapakku?. Aku menangis panjang di keheningan malam. Lalu aku membaca Al-Qur’an, hingga akhirnya mataku tertuju pada firman Allah yang artinya :“Dan sesungguhnya telah kami jadikan kapal itu sendiri sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?.” (Al-Qomar:15). Demi Allah, seakan-akan aku baru pertama kali membacanya. Allahu Akbar. Allah telah menanggungku dengan mudah menghafal. Lalu kenapa aku tidak minta pertolongan-Nya dan memperbaharui tekadku?. “Demi Allah, aku tidak akan menghadap Allah melainkan kitab-Nya sudah ada dihatiku.”
Aku sempurnakan perjalanan hafalan, hari-hari berlalu, sedang aku bersungguh-sungguh, sampai akhirnya datang malam khataman. Aku putuskan untuk tidak tidur sebelum menghafal.. aku berwudlu, lalu shalat dua raka’at, dan mulai menghafal. Dan pada malam itu dengan karunia-Nya, Allahu Akbar, Allah membuka pintu hatiku lebar-lebar. Aku menghafal dengan puncak konsentrasi dan kebahagiaan. Sampai aku mencapai kemuliaan hafalan..
Dan Akhirnya, tampak olehku surat an-Nas, Alhamdulillah, ya Allah akhirnya aku sampai, disini aku mengucurkan air mata yang belum pernah terasa manis sebelumnya. Lalu aku menangis dari relung hati yang terdalam. Aku telah hafal Al-Qur’an sebagaimana orang yang diajukan untuk mendengar di depan malaikat dan pemimpin orang-orang syahid. Kematian terbayang olehku terasa dekat.
Dengan khatam ini, aku merasa seperti baru di lahirkan, Apa, kelahiran !! segala puji bagi Allah yang maha mampu atas segala sesuatu. Dan ketika menghendaki suatu perkara, dia katakan padanya, “Jadilah!.” Maka terjadilah”. Ketika itu aku merasa ajal mendekat. Tetapi perasaanku tidak seperti dulu lagi. Sekarang aku merasa senang, karena akan bertemu dengan-Nya sedang aku telah menghafal kitab-Nya.
Selang beberapa hari, aku pergi mengobservasi analisa tumor. Dan aku dalam keadaan bersiap-siap menerima musibah. Namun, aku ditimpa shock yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dokter keluar mengabari hasil analisis. Namun, di sana hanya ada hal yang terindikasi trouble. Ruang hasil analisa tampak kacau balau. Dokter tampak tercengang, mereka berkumpul untuk menguatkan apa yang dilihat pada sinar-X. Aku duduk sambil berdo’a, “Ya Allah, selamatkanlah musibahku. Dan gantilah dengan yang lebih baik.”
Menit berlalu bagaikan tahun. Aku merasa down saat dokter mulai mengabari hasilnya. Dan aku terperanjat shock saat dokter bilang, “Subhanallah, engkau sudah sembuh sempurna dengan proporsi 70% !!!. Allahu Akbar.. Allahu Akbar Allahu Akbar. Ya Allah, alangkah agungnya berita ini, aku yang mengharap kemajuan hanya 1%, seketika itu menangis dengan tangisan yang belum pernah kulakukan sebelumnya dalam hidupku. Maha benar firman-Nya.
Dalam Al-Qur’an ada penyembuh bagi manusia. “maka jangan berputus asa dari rahmat-Nya. Setiap yang Dia tulis pada kita adalah rahmat dan belas kasih-Nya.( herangma nah.blogspot.com)
6. Cerita Dwi dan Heri
Jika ada sebuah rekor jumlah penghafal suatu kitab dan masuk ke guiness of book, kitab yang berabad-abad dihafal oleh jutaan orang tanpa ada yang berubah sedikitpun isinya. Maka jawabnya adalah al Qur’an. Pakistan beberapa tahun lalu pernah tercatat sebagai Negara penghafal Qur’an terbanyak yaitu sekitar 7 juta, sementara di jalur Gaza palestina informasi mutakhir menyebutkan setiap tahun berhasil melantik 15 ribu penghafal Qur’an. Belum lagi di mesir dan belahan negri muslim lainnya termasuk Indonesia.’Inilah kitab suci al Qur’an yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya’, dijaga oleh para penghafalnya. Kebanggaan sebagai Muslim mempunyai kitab suci yang sangat dihormati, diagungkan, bahkan kesuciaannya begitu dijaga, maka inspirasi dari penghafal Qur’an dikenal dengan Hafiz harus terus digali dan dicari, karena kemuliaan umat islam tergantung dari kedekatan umatnya dalam berinteraksi dengan al Qur’an.
Ketika mendengar kata menghafal Al Qur’an ‘tahfiz’ yang ada dalam benak setiap muslim pasti berbeda-beda, gambaran yang umum biasanya tentang tadarusan, aktivitas kaku, hanya di mesjid, pesantren, berdiam diri dan eksklusif dengan persepsi bahwa menghafal Qur’an itu sangat sulit, mustahil, banyak, menyita waktu, mengulang-ulang bacaan dan lainnya. Apakah persepsi itu benar? Sudah benarkah dengan pemikiran kita? Bagaimana kita memahami cara menghafal Qur’an yang benar, yang mengikuti sunah Nabi SAW, yang relevan dengan perkembangan zaman? Dan muslim apapun status dan profesinya mampu juga untuk menghafal Al Qur’an, bangga melaksanakan aktivitas Tahfizh Qur’an tersebut sebagaimana Rasulullah, para sahabat, Salafusholeh, para Ulama dan umat Islam melakukannya sepanjang 14 abad ini.
Acara Ramadhan tahun 2013 di Televisi sangat spesial bagi penghafal Al Qur’an, karena ada program Hafiz Indonesia. Semua muslim, termasuk siapapun yang tidak mengenal dan faham Al Qur’an pasti akan takjub dan bangga melihat anak-anak kecil mampu melafalkan ayat-ayat al Qur’an tanpa melihat tulisannya. Hafal Qur’an saat belum balig, jiwanya bersih, akhlaknya baik sangat membanggakan bagi orang-tuanya, agamanya, dan Indonesia. Acara tersebut sangat berpengaruh, menyentuh bahkan memiliki rating tertinggi dan favorit untuk program acara di bulan Ramadhan. Di timur tengah anak-anak usia dibawah 10 tahun hafal 30 juz itu biasa dan banyak, ini menjadi pertanda sebuah generasi baru, generasi penjaga Al Qur’an, para pencinta wahyu. pertanda kebangkitan Islam yang dimulai semaraknya umat kembali kepada Al Qur’an. ‘Mindset’ bahwa “anak kecil saja bisa maka yang pernah kecil pun pasti bisa”. maka ada sebuah pertanyaan, apakah kita sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai, pengusaha mempunyai kemauan untuk menghafal al Qur’an, kemauan dan tekad yang kuat untuk minimal menghafal 3 juz atau 1 juz al Qur’an, hanya juz 30 bukan 30 juz, kemauan yang disertai kemampuan untuk menghafal ayat-ayat Allah, Kitab suci yang menjadi kebanggan kita sebagai umat Islam, Firman suci yang menjadi mukjizat, sumber hukum, sumber semua ilmu pengetahuan, sumber petunjuk dan keselamatan umat manusia di dunia dan ke akhirat kelak.
Menurut Ulama ‘Abd al-Rabbi Nawabuddin tahfidz adalah proses menghafalkan al-Qur’an dalam ingatan sehingga dapat dilafadzkan di luar kepala secara benar dengan cara-cara tertentu dan terus menerus”. Menghafal Qur’an merupakan suatu aktivitas mulia, berpahala, amal ibadah yang dijamin masuk surga, tentu memerlukan metode, cara untuk menjalaninya dan ilmu yang terkait dengannya. Maka definisi yang saya sampaikan yaitu “Tahfidz Adalah: Usaha Menyimpan Hafalan Al-Qur’an ke dalam hati dengan Menggunakan metode Tertentu yang berkesan sehingga mampu untuk mengingatnya lagi”. Ini terkait dengan memory otak, bagaimana informasi disimpan dalam fikiran, menjaga hafalan Qur’an dalam akal dan hati. Tidak ada definisi yang disepakati atau metode yang pasti, semuanya hanya untuk mendekati bahwa aktivitas Tahfiz ini sangat mulia, unik, turun-temurun secara mutawattir sehingga keaslian al Qur’an tetap terjaga. Metode yang Rasulullah lakukan dengan Malaikat Jibril adalah ‘Talaqi’, yaitu Malaikat Jibril membaca langsung diikuti bacaan tersebut oleh Rasulullah. Rasulullah pun setiap setahun sekali di bulan Ramadhan membacakan hafalan Al Qur’annya kepada malaikat Jibril. Metode talaqi ini terus digunakan kepada para Sahabat Rasul, para Ulama sampai kepada kita semua. Lalu zaman modern ini bagaimana metode dalam menghafal Qur’an?.
Memoar yang saya sampaikan ini pengalaman pribadi ketika menghafal Qur’an, lika-liku dan perjuangan saat menghafal Qur’an 30 juz, kebanggaan dan kebahagiaan sepanjang hidupku sebagai muslim saat menghatamkan Al Qur’an. Sebagaimana ucapan seorang ulama, “ kenikmatan berinteraksi dengan al Qur’an hanya bisa dirasakan oleh orang yang pernah merasakannya”, sulit melukiskan perasaan nikmatnya menghafal Qur’an, yang bisa disampaikan hanya perjalanannya, sebuah metode yang telah dilakukan, berbagai hambatan, masalah dan solusinya, memoar ini memberikan inspirasi indahnya hidup dibawah naungan al Qur’an.
Kenangan diguyur 1 ember air oleh Ayah sendiri karena tidak mau belajar mengaji, lalu saat kelas 3 SD Ayah wafat dan saya masih belum bisa baca al Qur’an. Di akhir hayatnya almarhum ayah berbisik kepada Ibu supaya besar saya rajin baca Qur’an, wasiat tersebut masih teringat. Inspirasi awal dari figur ayah yang bukan seorang kiayi,bukan ustaz, hanya lulusan Ekonomi UNPAD yang faham tentang pembinaan agama di keluarga, pendidikan Qur’an untuk anak-anaknya. Masuk pesantren di Ciamis namun hanya bertahan 8 bulan. Kesan mengaji dan menghafal Qur’an di waktu shubuh sangat kuat dan masuk bawah sadar, walaupun hanya sebentar terasa bekas memorinya. Itulah awalnya inspirasi dari konsistensi Ibadah, pentingnya lingkungan yang Qur’ani, keberkahan hidup ketika melaksanakan sholat Dhuha dan ketenangan yang terasa di hati dan fikiran walaupun masih usia Sekolah Dasar.
Hidup sudah ada takdirnya, berusaha dan tawakal itulah yang mesti kita lakukan. Kembali menghafal Qur’an saat sekolah di SMA Negri 4 Bandung. tinggal semacam di Rumah Tahfiz yang dibiayai oleh Yayasan Sosial. Saat itu Rumah Tahfiz belum semarak dan menyebar seperti sekarang. Dari SMA selesai menghafal 10 juz, Tentu saja mengahafal Qur’an dengan status sebagai pelajar butuh metode dan proses untuk menjalaninya. Saya kutip dari buku ‘Menghafal Qur’an dengan otak kanan” Lima prinsip yang harus kuat selama perjalanannya; keikhlasan dengan niat tulus meraih Ridho Allah, Doa dan Ibadah yang selalu istiqomah, menjauh dari pengaruh-pengaruh kemaksiatan dan dosa, Menjadikan Qur’an sebagai jalan Ilmu, dan terakhir sifat sabar yang kuat dengan tidak pernah putus asa selama proses menghafal Qur’an.
Menghafal Qur’an di sekolah Negri dengan pergaulan dan pengaruh negatif tentu sangat mengganggu untuk istiqomah menghafal, namun ada hal-hal menarik ketika tidak ada guru saya membaca Qur’an di kelas sendiri, saat istirahat menyempatkan menghafal Qur’an sehingga teman-teman ada yang mengikutinya, bahkan ada kebanggaan ketika Guru-Guru pun ikut menghafal dan mencoba mengecek hafalan Qur’annya kepada saya. Pelajaran dari kisah tersebut, Ada tiga faktor yang bisa menghambat proses menghafal saat sudah punya kemauan hafal Qur’an diantaranya; faktor mental kejiwaan sehingga tidak percaya diri untuk menghafal Qur’an, Faktor akhlak pergaulan yang tidak mengenal batas sehingga ikut terpengaruhi, faktor manajemen waktu atau konsentrasi karena menghafal Qur’an menjadi program pribadi bukan program dari sekolah. faktor penghambat tersebut bisa diatasi apabila kita tahu solusinya dengan memegang teguh lima prinsip yang harus dimiliki seorang penghafal Qur’an.
Memoar pribadi ini karena merindukan lahirnya generasi penghafal Qur’an yang sholih, kuat, terbina, berwawasan luas dan mampu menjadi pemimpin. Memoar ini juga karena pengalaman sebuah metode tahfiz di sekolah,kampus,perkantoran yang sesuai dengan konteks zaman sekarang. menghafal Qur’an yang mampu memprogram kehidupan, mendukung kesuksesan hidup, menghindari pengaruh negatif zaman teknologi, meraih keberkahan di seluruh aspek pekerjaan. Menghafal Qur’an bukan hanya skill yang diperlombakan dalam acara Musabaqoh, tidak sebatas menguji memory fikiran, otak kiri, tahfiz harus masuk ke fikiran bawah sadar, maknanya masuk ke dalam relung hati. Al Qur’an yang mampu mensugesti pribadi menjadi Islami, Keluarga menjadi harmonis, masyarakat menjadi sejahtera, Negara menjadi baldatun thayyibun warabbun ghaffur.amin
Kota Jakarta, Cipayung Bambu Apus Tahun 2005 di Mah’had tahfiz Ustman Bin Affan. Itulah tempat saya selesai hafal 30 juz, terkesan Ustaz yang tawadhu, ikhlas, sangat perhatian dengan dakwah syiar Al Qur’an, Ustad Abdul Aziz Abdul Rauf, Lc Al Hafiz. Setiap hari menghafal 1 halaman sehingga cukup 2 tahun untuk selesai, proses menjaganya itulah waktu yang lama, terus membaca mengulang hafalan ‘murajaah’ sampai akhir hayat.
‘Pelatihan menghafal cepat’, ‘Training Memory’ sampai Hipnosis dan NLP. Tema tersebut sedang ngetrend, banyak diadakan di berbagai kampus, perusahaan. Diburu semua untuk kesuksesan, perbaikan hidup, therapy. Tahun 2013 ini, Saya mempelajari, baru memahami dan mengkaitkannya untuk proses menghafal al Qur’an. Prinsipnya keutamaan al Qur’an sangat luar biasa, fadhilahnya untuk kehidupan dunia, syafaat pertolongannya untuk akhirat. Menghafal Qur’an dan faham isinya akan merasakan kemukjizatannya. Metodenya dengan pendekatan ilmu tersebut. Menghafal Qur’an dengan otak kanan, Ilmu tentang fikiran bawah sadar, pendekatan Neuro Linguistic Programming ‘NLP’. sepertinya berat, namun hanya alat untuk mempermudah proses hafal al Qur’an, membantu daya ingat hafalan al Qur’an, membuat aktivitas tahfiz al Qur’an menjadi lebih menyenangkan dan berkesan.
Contoh hubungan bagaimana mengkaitkan ilmu tersebut dengan Tahfiz Qur’an, Ada teori dari Charles tebbet terkait fikiran bawah sadar, bahasa Qur’annya Shudur, bagaimana kita bisa memprogram fikiran bawah sadar, menginstaal relung hati. kaitannya dengan metode menghafal Qur’an sampai masuk ke fikiran bawah sadar atau internalisasi;.
1. Repetition / Pengulangan; menghafal Qur’an intinya banyak pengulanagan, semakin banyak membaca, mendengar, memperhatikan Qur’an maka menghafal Qur’an jadi lebih mudah dan berkesan. Metode Repetition ini langkah dasar, awal masuk ke fikiran bawah sadar.
2. Figure otoritas / teladan yang baik, dalam metode menghafal Qur’an hal ini terkait dengan almarhum ayah, kata-katanya mampu masuk bertahan lama karena pengaruh figur, saat menghafal qur’an menjadi penguat dan motivasi untuk selalu semangat. Program Menghafal Qur’an harus dari yang punya otoritas,figur teladan dari orang tua, guru, tokoh bangsa, sampai presiden.
3. Identitas kelompok / Lingkungan yang baik, menghafal Qur’an butuh suasana yang baik, tenang, jauh dari hura-hura, mencari teman dengan identitas yang sama menjadi penting. setiap orang selalu mencari temannya yang sama kelompok aktivitasya.
4. Emosi yang intens / hafalan masuk ke Shudur, perasaan senang, menghafal Qur’an diiringi pemahaman, hati yang terbuka, emosi yang terlibat dan meluap-luap, Tahfiz akan menjadi mudah, berkesan dan tidak mudah lupa.
5. Induksi Hypnosis / Program tahfiz yang mengikat, sistem yang disengaja, memaksa diri untuk berinteraksi dengan Al Qur’an, metode Therapi yang harus ada kesadaran dari semua muslim untuk ‘berelaksasi’ dengan Ayat-ayat Qur’an, menerima, patuh dan mencintai al Qur’an sepenuhnya, sehingga tersugesti dengan program Tahfiz Qur’an, menjadi kebiasaan sehari-hari, menjadi keyakinan, dan al Qur’an menjadi nilai yang sangat berharga di dalam diri setiap muslim.
Di akhir memoar tentang penghafal Qur’an ini, saya cukup menyimpulkan dari sebuah ayat al Qur’an yang bermakna as Shudur atau fikiran bawah sadar. Membuktikan al Qur’an dihafal dengan metode, dengan ilmu, memberikan penjelasan kepada kalian semua bahwa penghafal al Qur’an itu pilihan Allah, dan kita punya haq untuk dipilih apapun profesinya, menghafal Qur’an itu mudah, sangat berkesan memberikan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Amin.
7. Journalnya hafiz rasyidi
Fakta telah dibuktikan oleh para ulama bahwa menghafal alqur'an itu lebih mudah dibandingkan dengan yang lainnya. Coba deh baca surat Al Qamar pada ayat 17, 22, 32 & 40! Allah SWT telah menyatakan bahwa Alquran telah dimudahkan untuk dihafal.
Dalam 4 ayat tersebut, bunyi dan redaksinya persis sama; yaitu tentang kemudahan menghafal Al Quran. 4 ayat berulang ini menjadi sugesti positif bagi manusia yang merenunginya bahwa Alquran memang sungguh mudah untuk dihafal.
Bila Allah telah menyatakan tentang kemudahan menghafal Alquran, lalu apa alasan dan hambatan bagi mereka yang sulit untuk menghafalnya?!
Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasul SAW. Syekh Kisyk adalah seorang da'i terkenal asal Mesir. Keduanya buta tiada melihat, namun mampu menghafal Alquran.
Dalam 4 ayat tersebut, bunyi dan redaksinya persis sama; yaitu tentang kemudahan menghafal Al Quran. 4 ayat berulang ini menjadi sugesti positif bagi manusia yang merenunginya bahwa Alquran memang sungguh mudah untuk dihafal.
Bila Allah telah menyatakan tentang kemudahan menghafal Alquran, lalu apa alasan dan hambatan bagi mereka yang sulit untuk menghafalnya?!
Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang sahabat Rasul SAW. Syekh Kisyk adalah seorang da'i terkenal asal Mesir. Keduanya buta tiada melihat, namun mampu menghafal Alquran.
Nah..., bila mereka yang buta mampu menghafal Alquran, lalu apa alasan kita yang melihat dengan terang?! Anak kecil saja mampu, bagaimana usaha kita yang sudah cukup berusia?!
Bila seorang musyrik tertarik dengan Islam karena keindahan Alquran, lalu bagaimana kedudukan Alquran di hati kita?! Ayo hafalkan Alquran.... Hidupmu niscaya bercahaya!!!
Sebelum closing....
Saya kasih tips nih 2 hal yang harus benar-benar dijaga ketika kita menghafal alqur'an :
1. Niat (cocok dengan kutipan Ibn Sulaeman)
2. Konsistensi, tentu dalam beberapa hal :
Dalam mengoptimalkan waktu
Pekerjaan yang harus kita lakukan hari ini, jangan kita tunda ke esok hari. Usia itu sangat pendek. Tidak dapat diketahui kapan seseorang itu akan meninggal dunia. Karena itu, mulai saat ini segeralah mengambil keputusan untuk menghafal Al Quran. Jangan biarkan waktu dan usia kita berlalu tanpa digunakan membaca Al Quran dan mengamalkan ajaran Al Quran. Pada hari kiamat, Allah akan mempertanyakan waktu yang kita gunakan loh. Ketika itu, kita akan menyesali setiap waktu yang tidak kita gunakan untuk mengingat Allah, atau tidak membaca kitab-Nya atau tidak melakukan sesuatu untuk agama Islam
Lepaskan Rasa Takut dan Gangguan Kejiwaaan
Sebagian peneliti menegaskan, setiap ayat Al Quran memiliki kekuatan yang unik untuk menyembuhkan. Beberapa eksperimen membuktikan, orang yang hafal Al Quran lebih jarang tertimpa penyakit, terutama penyakit kejiawaan, daripada orang-orang yang tidak hafal Al Quran. Karena itu, ketika mulai menghafal Al Quran, kita merasa baru dilahirkan. Bersediakah kita memulai proyek yang dapat mengubah kehidupan kita?
Fase-fase Menghafal Al Quran dengan Mudah
Mulai menghafal dari surah yang kita sukai dan kita yakini mudah untuk dihafal
Dengarkan surah yang kita hafal sebanyak sepuluh atau dua puluh kali
Buka Al Quran untuk melihat surah yang kita hafal. Kita pasti merasa familiar dan lebih mudah menghafal surah itu karena surah itu sudah terekam di dalam sel-sel otak Kita setelah kita sering mendengar surah itu
Surah yang kita hafalkan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok
Mulai dengan membaca kelompok ayat pertama, diulang-ulang hingga hafal
Kemudian baca berulang-ulang kelompok ayat kedua hingga hafal. Setelah itu gabungkan kelompok ayat pertama dan ayat kedua dalam bacaan kita hingga benar-benar kita hafal
Tundukkan Kesulitan
Kesulitan terbesar dalam menghafal Al Quran adalah karena Al Quran memiliki gaya bahasa unik yang berbeda sama sekali dengan gaya bahasa manusia. Karena itu, otak mendapatkan kesulitan untuk serasi dengan gaya bahasa yang baru itu. Namun demikian, begitu Anda mulai mendengarkan Al Quran dan merenungkan setiap ayat yang kita dengarkan, disertai upaya memahami arti dan maksud ayat-ayat tersebut, kemudian kita mendengarkannya berulang-ulang. kita akan mendapatkan otak kita berinteraksi dengan Al Quran dan kita menjadi mudah untuk menghafal Al Quran.
Tanamkan Motivasi
Manfaatkan setiap kesempatan yang kita lalui, pada siang atau malam hari. Berikan motivasi ke dalam otak kita: menghafal Al Quran merupakan pekerjaan terpenting dalam hidupku. Hafal Al Quran dapat mengubah hidupku, aku dapat dekat dengan Allah, aku akan seperti Rasulullah yang Al Quran merupakan kehidupan beliau.
Membaca Al Quran dengan Tartil
Di antara factor-faktor yang dapat membantu Anda dalam membaca Al Quran dalam waktu yang cukup lama, tanpa dihantui rasa bosan adalah membaca Al Quran dengan suara yang bagus dan dengan tartil. Allah SWT berfirman,
“… dan bacalah Al Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan).” (Al Muzzamil: 4)
Membaca Al Quran dengan menggunakan suara bagus dan agak nyaring dan dengan bacaan tartil, dapat membuat Anda merasakan manisnya bacaan dan hafalan Al Quran. Kuasailah ilmu tajwid dengan baik. Kosentrasilah terhadap setiap kalimat yang And abaca dan resapilah makna setiap ayat yang Anda baca.
DAN JANGAN PERNAH LUPA UNTUK......
Mengulang Hafalan Al Quran
Jangan lupa untuk senantiasa mendengarkan surah tertentu atau beberapa halaman Al Quran, lalu mendengarkannya kembali berulang-ulang hingga kita menghafalnya. Jika kita sudah menghafalnya, bacalah surah itu di dalam shalat. Pada malam hari, berwudhulah lalu laksanakan dua rakaat shalat tahajud. Dalam shalat itu bacalah ayat yang kita hafalkan pada siang harinya. Kita akan merasakan nikmat yang luar biasa dan merasakan manisnya iman. Ulangi sekali lagi hafalan Kita sesaat sebelum tidur dan sesaat setelah bangun tidur. Cara seperti ini dapat melekatkan hafalan Kita dia akan menjadi bagian dalam kehidupan kita sehingga tidak ada nada satu ayat pun yang kita lupakan. Selain itu, sebelum kita tidur, renungkanlah ayat-ayat yang kita baca. Hal itu dapat membuka hati dan akal kita.
Dengan dua hal yang guru saya sampaikan kepada saya yaitu niat dan konsistensi, semoga kita semua diberinya kemudahan dalam menghafal. Amin
Daftar pustaka : http://myclip.tumblr.com/post/44213599677/mantapkan-tujuan-menghafal-al-quran
http://regional.kompas.com/read/2014/03/25/0852293/Bocah.Umur.5.Tahun.Hafal.26.Juz.Al.Quran
8.Oleh. Syafaat, M.Ag
Belajar dan menghafal al-Quran selama ini identik dengan aktifitas para santri yang sedang bergelut dengan pelajaran ilmu-ilmu keislaman di pondok pesantren, sementara para pelajar dan mahasiswa lebih sering dikaitkan dengan aktifitas belajar ilmu-ilmu umum dan teknologi modern. Mungkin terbilang langka mahasiswa hafal al-Quran ataupun dosen hafal al-Quran. Padahal kalau mau berkaca pada sejarah ilmuan-ilmuan muslim yang fenomenal dalam bidang filsafat dan sains pada abad pertengahan Islam, kita pasti akan mendapatkan segudang contoh orang-orang yang mumpuni di bidangnya, dan mereka rata-rata hafal dan menguasai al-Quran. Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ar-Razi dll, mereka adalah sosok ilmuan yang komplit, rumus-rumus fisika, kimia, astronomi dikuasai, tafsir, hadis, fiqh juga dipahami secara mendalam.
Apa rahasianya? Ternyata memang saat itu ada tradisi yang kuat bahwa hafal dan faham al-Quran itu merupakan “harga mati” (tidak boleh ditawar) sebelum mereka beranjak untuk mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Hal ini tercermin dalam tulisan Imam An-Nawawi dalam kitabnya “Al-Majmu”:
وَيَنْبَغِىْ أَنْ يَبْدَأ مِنْ دُرُوْسِهِ عَلَى المَشَايِخِ: وَفِي الحِفْظِ وَالتِّكْرَارِ وَالمُطَالَعَةِ بِالْأَهَمِّ فَالْأهَمُّ: وَأوَّلُ مَا يَبْتَدِئُ بِهِ حِفْظُ الْقُرْآنِ الْعَزِيْزِ فَهُوَ أَهَمُّ العُلُوْمِ وَكَانَ السَّلَفُ لاَ يَعْلَمُوْنَ الْحَدِيْثَ وَالفِقْهَ إلاَّ لِمَنْ حَفِظَ الْقُرْآنَ
“ Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena ia adalah ilmu yang terpenting, bahkan para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadis dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran. “ Imam Nawawi, Al Majmu’,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66
Dan menurut pengamatan penulis, sejumlah mahasiswa yang menghafal al-Quran ataupun yang telah hafal, memiliki tingkat kecerdasan dan kreatifitas lebih dibanding lainnya. Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, dalam acara wisuda 2008 pernah menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir peraih predikat mahasiswa terbaik selalu diraih oleh mahasiswa yang hafal al-Quran. Hal yang sama juga dibuktikan oleh keluarga Bapak Mutammimul Ula. Kesepuluh putra putrinya yang sedang menghafal al-Quran itu rata-rata menjadi pelajar dan mahasiswa terbaik di sekolah mereka masing-masing.
Oleh karena itu tidak heran bila ada testimoni yang mengejutkan dari Dr. Abdul Daim al-Kaheel dari Kuwait. Beliau menulis dalam Artikel yang berjudul: Asrar al-Ilaj bi istima’ ila al-Quran dalam situs pribadinya: www.kaheel7.com, sebagai berikut:
وَيُمْكِنُنِيْ أنْ أُخْبِرَكَ عَزِيْزِيْ القَارِئُ أنَّ الْاِسْتِمَاعَ إلىَ الْقُرْآنِ بِشَكْلٍ مُسْتَمِرٍّ يُؤَدِّيْ إلىَ زِيَادَةِ قُدْرَةِ الْإِنْسَانِ عَلَى الْإِبْدَاعِ، وَهَذَا مَا حَدَثَ مَعِيَ، فَقَبْلَ حِفْظِ الْقُرْآنِ أَذْكُرُ أنَّنِيْ كُنْتُ لاَ أُجِيْدُ كِتَابَةَ جُمْلَةٍ بِشَكْلٍ صَحِيْحٍ، بَيْنَمَا الآنَ أقُوْمُ بِكِتَابَةِ بَحْثٍ عِلْمِيٍ خِلاَلَ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ فَقَطْ
Bisa saya informasikan pada para pembaca yang terhormat bahwa mendengarkan ayat al-Quran secara kontinyu akan menambah kemampuan berinovasi, sebagaimana yang terjadi pada diri saya. Sebelum hafal al-Quran, saya masih ingat, saya kesulitan menulis satu kalimat dengan baik dan benar, sementara sekarang saya mampu menulis karya ilmiah hanya dalam kurun waktu satu sampai dua hari saja.
Untuk itu, kehadiran artikel ini dirasa penting untuk memotivasi dan mengarahkan mahasiwa yang belum atau sedang menghafalkan al-Quran agar mereka bergairah untuk menghafal dan harapannya, mereka kelak menjadi generasi Islam yang unggul dan mumpuni, sebagai “reinkarnasi” dari Al-Ghazali, Ar-Razi, Ibnu Miskawaih dll. Salah satu tahapan utama dan pertama adalah menjadikan para mahasiswa muslim mau menghafal dan memahami al-Quran.
Berikut ini motivasi dan alasan-alasan ringan, realistis, praktis, tentang mengapa al-Quran itu penting untuk dihafal oleh mahasiswa.
1. Otak, semangat, dan kesempatan Anda sekarang berada di masa keemasan
Kalau Anda seorang mahasiswa, pasti usia Anda masih dalam kisaran 18-24 tahun. Usia tersebut masuk dalam kategori usia subur dan produktif (golden age) dalam mencari ilmu, termasuk menghafal. Terkait ini dengan usia ini, Syekh Alwi al-Haddad –dalam bukunya “Sabilul Iddikar” (matan kitab An-Nashoih ad-diniyyah) mengatakan:
وَأعْجَزَهُ الْفَخَارُ فَلاَ فَخَارَ
| إذَا بَلَغَ الْفَتَى عِشْرِيْنَ عَاماً |
فَلا سُدْتَ ماَ عِشْتَ مِنْ بَعْدِهِنَّهْ
| إذَا لَمْ تَسُدْ في لَيَالي الشَّبَابْ |
Ketika usia remaja menginjak 20 tahun dan tidak memiliki kebanggaan, maka tidak akan muncul kebanggaan lagi
Ketika engkau tidak mampu menguasai masa remaja, maka engkau tidak bisa menguasainya setelah itu selama hidupnya.
Dengan kata lain, ”hari ini” bagi seorang remaja adalah miniatur kesuksesan di masa yang akan datang. Bila ”hari ini” dalam diri seorang remaja telah tumbuh benih-benih kompetensi, integritas, kepemimpinan, etos kerja tinggi, kemungkinan besar 10 tahun atau 15 tahun yang akan datang, sudah menjadi orang sukses sesuai dengan yang dia kerjakan sekarang.
2. Bersyukurlah, tidak banyak orang yang bisa baca al-Quran
Mensyukuri anugerah Allah adalah sebuah keniscayaan manusia sebagai hamba Allah. Allah memberikan anugerah kepada hambanya sesuai takaran takdir yang dibarengi dengan ikhtiar maksimal. Oleh karenanya, kadar karunia yang Allah berikan kepada hambanya berbeda-beda satu sama lain. Allah berfirman (QS. An-Nahl:71):
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki,
Rizki itu bisa berupa harta, anak, kesehatan, ilmu dan persaudaraan. Kalau anda hari ini kemampuan membaca ayat-ayat al-Quran dengan baik, syukuri itu sebagai bagian dari rizki Allah. Tidak banyak orang yang bisa membaca al-Quran, hanya orang pilihanlah yang diberi kemampuan itu.
Nabi bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka dia memeiliki pemahaman dalam agama
Pengalaman saya (penulis) mengajar matakuliah PAI (pendidikan Agama Islam) di beberapa kampus di kota Malang, rata-rata 80% dari mereka belum bisa baca al-Quran padahal usia mereka berkisar 18-20 tahun. Belum lagi kemampuan baca al-Quran masyarakat umum non mahasiswa, tentu lebih banyak lagi. Jika kita tergolong orang yang bisa baca al-Quran, maka bersyukurlah dengan cara yang lebih produktif. Adakalanya dengan memperbanyak bacaan al-Quran, meningkatkan pemahaman kandungannya atau meneruskannya ke jenjang tahfidz (menghafalkan).
Mungkin tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila kemampuan baca al-Quran yang dimiliki itu tidak diamalkan secara istiqamah. Sebagaimana pisau, ia tidak akan berarti apa-apa bila tidak digunakan untuk keperluan memotong. Allah memberikan ilmu hakikatnya bukanlah sebagai tujuan (goal) tapi semata alat (medium) untuk sampai pada tujuan. Sedang tujuan akhirnya adalah pengamalan serta pengajaran al-Quran itu sendiri.
3. Betapa banyak orang yang merindukan untuk menjadi penghafal al-Quran
Saya banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Islam, akademisi yang ada di kota Malang. Mereka sekarang sudah jadi orang hebat, dihormati, memiliki penghasilan tinggi. Di antara mereka ada yang bercerita pada saya: ”mas, saya sampai sekarang ini masih mendambakan untuk bisa hafal Al-Quran, tapi pada usia setua ini apa masih bisa? Bahkan, salah seorang dosen saya di S3 UIN Maliki Malang, dengan usia di atas 50 tahun, mengatakan: “saya sekarang menghafalkan al-Quran, berapapun dapatnya tidak masalah, sebab Allah menghargai proses bukan hasil. Cita-cita saya sebelum meninnggal, kalau bisa semua ayat al-Quran sudah pernah dihafal agar memori otak yang Allah ciptakan ini pernah terisi dengan file-file al-Quran.” Bukankah otak atau hati yang berisi al-Quran tidak akan disiksa oleh Allah? Sebagaimana sabda Rasulullah:
عن أبي أمامة : إنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ هَذِهِ الْمَصَاحِفَ الْمُعَلَّقَةَ فَإِنَّ اللهَ لَنْ يُعَذِّبَ قَلْبًا وَعَى الْقُرْآنَ (رواه الدارمي)
Bacalah al-Quran, jangan sekali engkau tertipu dengan mushaf yang tergantung ini, karena Allah tidak akan menyiksa hati yang berisi al-Quran (HR. Ad-Darimi)
Demikian juga salah seorang pembantu rektor di Universitas Negeri Malang, secara implisit bertanya hal yang hampir sama pada saya, yaitu tentang tata cara menghafal dan menjaga al-Quran di usia dewasa. Dua tahun yang lalu, saya mengikuti acara khataman di rumah P. Asrukin (pegawai Perpustakaan UM), di sana bertemu orang “sepuh” dari Kepanjen Malang yang sedang menghafal al-Quran sejak usia 55 tahun, waktu itu baru bisa menghafal 25 juz. Di Pesantren Darul Quran Singosari Malang, juga pernah kedatangan santriwati berusia 50-an tahun dari daerah Tanggul kota Jember. Teman saya, seorang ibu dua anak masih menyempatkan diri setoran hafalan al-Quran seminggu sekali di Pesantren Nurul Ulum Kebonagung Malang. Mungkin mereka yang merindukan menjadi penghafal al-Quran tersebut sudah pernah mencoba tapi gagal, atau mungkin karena kesibukannya tidak sempat menghafal. Jadi, kalau hari ini Anda menghafal, berarti Anda telah melakukan sesuatu yang banyak dirindukan orang lain. Kalau mereka baru bermimpi, Anda sudah melakukannya, berbahagialah!
4. Tidak banyak orang yang punya niat dan mulai menghafal
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa kemampuan baca al-Quran yang sudah ada selama ini seharusnya ditingkatkan, sebagai ungkapan rasa syukur pada Allah. Demikian juga, bila kita hari ini sudah punya niat untuk menghafal dan sudah mulai menghafal, maka bersyukurlah, sebab tidak banyak orang yang mendeklarasikan diri untuk berkomitmen menghafal (nawaitu) dan mulai melakukannya.
Rasa syukur itu semestinya dimanifestasikan secara konkrit dalam bentuk upaya maksimal meneruskan hafalan itu hingga paripurna (tuntas). Ibarat biji tanaman, setelah ditancapkan ke dalam tanah, ia harus kontinyu disiram dan dipupuk sampai tumbuh dan berkembang subur lalu berbuah.
5. Tidakkah kita malu dengan anak balita yang hafal al-Quran
Belum lama ini di situs Youtube terpampang seorang anak balita brilian yang membaca al-Quran bil ghaib. Dialah Abdurrahman Farih dari Al-Jazair (yang saat direkam baru berusia tiga tahun). Siapakah orang tua yang tidak bangga memiliki anak sesholih dan secerdas dia. Di Indonesia, orang tua yang anaknya terjaring dalam DACIL (Audisi Dai Cilik) saja bangganya bukan kepalang. Hal yang perlu menjadi catatan kita, dalam usia semuda itu si Farih telah memulai dan melaksanakan hafalan hingga tuntas.
Bagaimana dengan Anda? Sudah berapa usia Anda? Bila hari ini usia Anda sudah di atas 18 tahun dan belum nawaitu untuk menghafal atau belum tuntas dalam menghafal, patutlah Farih menjadi ”cambuk”, agar anda merasa malu dan tergerak untuk memulai. Kapan lagi memulai, jangan pernah menunda sebuah niat suci. Motivasi tidak ada jaminan datang dua kali. Bisa jadi, niat yang pelaksanaannya tertunda akan menguap dan sirna selamanya.
Jangan putus asa bila di usia sekarang Anda belum sukses, masih ada beberapa tahun menuju usia 23 tahun dimana sepanjang itu al-Quran lengkap diturunkan. Atau mungkin usia Anda sudah di atas 30 tahun, jangan putus asa untuk menghafal sebab Rasulullah mulai menerima wahyu dan menghafal baru di usia 40 tahun. Kalau usia anda di usia 55 tahun belum selesai menghafal, jangan putus ada karena Rasulullah tuntas menerima wahyu di usia 61 tahun.
6. Tidak inginkah kita membahagiakan orang yang selama ini rela menderita untuk kita
Setiap kali terlahir anak manusia, pasti di sana ada orang yang ikut bersuka cita menyambut kehadiran sang bayi. Siang malam tercurah kasih sayangnya. Dialah ayah dan ibu kita. Sang anak tumbuh menjadi besar lalu menjadi remaja, tak pernah lepas dari belaian kasih sayang orang tua terutama ibu. Mereka rela menderita demi kebahagiaan sang anak. Keringat dan air mata menghiasi keikhlasan mereka dalam mendidik dan membesarkan putra putrinya.
Mahasiswa yang sedang studi jauh dari orang tua, terkadang tidak banyak tahu tentang penderitaan orang tua di rumah, bagaimana mereka membanting tulang, berhutang rupiah kesana kemari demi kelangsungan studi putra putrinya yang berada di perantauan, nun jauh di sana. Si anak sering tidak diberitahu tentang suka duka orangtua yang di rumah, agar tidak tak terganggu konsentrasi mereka. Namun, si anak mesti merasakan dan peka akan suka duka orang tua tersebut. Harapannya, dari sana akan muncul empati serta simpati dari anak, untuk kemudian berupaya untuk memberikan balas budi kepada orang tua kelak di kemudian hari.
Dengan menghafal al-Quran, kita ingin memanjakan orang tua supaya mereka bisa bangga dan terhibur. Rata-rata orang tua sudah merasa senang manakala anaknya berprestasi dan berperilaku baik, tawaddu’, dibanding semata-mata ”pamer kekayaan”. Paling tidak, dalam bayangan orang tua, ketika mendengar anaknya hafal al-Quran, kelak pahala baca al-Quran dari anak tak kan pernah putus dan akan senantiasa menerangi kubur mereka dengan cahaya al-Quran.
Rasulullah bersabda:
عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ الْجُهَنِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْؤُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِى بُيُوتِ الدُّنْيَا (رواه أبو داود)
Barang siapa yang membaca al-Quran dan mengamalkan isinya maka pada hari kiamat kedua orang tuanya akan diberi mahkota yang cahayanya lebih indah daripada sinar matahari di dunia.
7. Begitu indahnya, jika kubur orang tua kita selalu bersinar lantaran al-Quran yang selalu kita baca
Sebagai orang beriman, kita meyakini akan adanya siksa kubur dan akherat. Juga kita meyakini bahwa al-Quran yang kita baca pasti akan sampai pada orang yang telah meninggal. Cepat atau lambat orang tua kita pasti berpulang ke hadirat ilahi rabbi. Alangkah indahnya, jika kubur orang tua kita yang sempit dan gelap, bertaburkan cahaya al-Quran. Orang yang hafal al-Quran secara umum memiliki intensitas bacaan yang lebih tinggi dibanding dengan yang tidak, sehingga peluang untuk mendoakan dan mengirimkan pahala pada orang tua, lebih terbuka. Abu Ja’far meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. Bahwa orang mukmin itu apabila diletakkan di dalam kuburnya maka kuburnya itu dilapangkan 70 hasta, ditaburi harum-haruman dan ditutup dengan kain sutera. Apabila ia hafal sebagian dari Al-Qur’an maka apa yang dihafalnya itu menerangi seluruh kuburnya, dan apabila ia tidak hafal, maka ia dibuatkan cahaya seperti matahari di dalam kuburnya. Ia bagaikan pengantin baru yang tidur dan tidak dibangunkan kecuali oleh isteri yang sangat dicintainya. Kemudian ia bangun dari tidurnya seakan-akan ia belum puas dari tidurnya itu.
8. Betapa inginnya kita mendapatkan pendamping yang lidahnya selalu basah dengan al-Quran
Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah berkata:
عَامِلِ النَّاسَ بِمَا تُحِبُّ أَنْ يُعَامِلُوْكَ بِهِ
Perlakukan orang lain dengan sesuatu yang kau ingin diperlakukan seperti itu.
Bila kau ingin dapat hadiah, seringlah memberi hadiah pada orang lain. Sebaliknya bila kau ingin disakiti oleh orang lain, sakiti dia. Ungkapan tersebut senada dengan hadis nabi:
وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ (رواه مسلم)
Lakukan pada orang lain sesuatu yang dia suka diperlakukan seperti itu.
Kecenderungan banyak orang, mereka ingin memperoleh pasangan hidup yang sempurna (cantik/tampan, pandai, setia, kaya dsb). Sementara, tidak banyak yang memperindah dirinya dengan sifat-sifat sempurna semacam itu. Termasuk hal yang diidamkan oleh mayoritas muslim/muslimah adalah memiliki istri atau suami yang mahir atau hafal al-Quran. Begitu indah rasanya, apabila dalam keluarga yang dimotori oleh suami atau istri, ada gema lantunan ayat suci al-Quran yang tak pernah putus. Dengan demikian, suasana rumah akan terasa sejuk penuh aura kedamaian dan bertebarkan cahaya qurani.
Rumah sebagai sebuah lembaga informal untuk mendidik putra putri yang salih shalihah dan akan sukses, manakala anak-anak meneladani hal-hal baik yang dilakukan orangtuanya. Dari sini, banyak contoh yang bisa dipaparkan. Keluarga alm. KH. Amir Singosari Malang, enam anaknya hafal al-Quran, kel. Drs. Mutammimul Ula di Bekasi, 10 anaknya hafal al-Quran dll.
Hanya saja, sebaiknya ketergantungan kita dengan orang lain dihilangkan. Daripada mengharap pasangan kita yang ideal, lebih baik mengidealkan diri kita sendiri. Daripada bermimpi mendapatkan jodoh penghafal al-Quran yang susah terrealisasi, lebih baik kita sendiri menjadi penghafal al-Quran, why not? Alih-alih mengharap dan mencari, kita malah diharap dan dicari orang lain, insyaallah.
9. Begitu indahnya, jika kita membesarkan anak-anak kita dengan gema dan aura al-Quran
Mereka yang hari ini sukses, jadi orang besar, jadi orang baik, pasti mereka dididik dengan pola asuh yang benar. Mereka pernah kecil, mengalami masa kanak-kanak yang indah dan menyenangkan. Kita semua juga ingin anak-anak kita hidup demikian.
Tentu, dimulai dari orang tuanya. Sapu yang bersih akan dengan mudah membersihkan tempat kotor. Sapu yang kotor malah mengotori tempat bersih. Orangtua yang hafal al-Quran berpotensi menciptakan generasi yang hafal al-Quran juga. Di saat anak-anak masih tidur menjelang tiba waktu Subuh, kita bangunkan mereka dengan nada-nada al-Quran. Konon, alam bawah sadar anak (otak pada gelombang teta) akan terus merekam suara-suara luar meski mereka terlelap tidur. Meninabobokkan bayi, sembari memperdengarkan alunan kalam ilahi, sungguh memberikan energi positif yang luar biasa.
Demikian juga, ketika mengantar dan menjemput anak sekolah, tak henti-hentinya orang tua memandu hafalan anak. Lebih-lebih lagi, waktu anak-anak sakit selalu dibacakan doa-doa dan ayat al-Quran untuk memohon kesembuhan mereka. Berkunjung ke makam famili dan orang sholih, kita ajari mereka mendoakan dan membacakan al-Quran serta pada even-even penting lainnya.
10. Suatu ketika, kita pasti menjadi dewasa lalu tua, apa kegiatan kita di saat-saat menyongsong ajal tersebut?
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa masa tua adalah masa dimana orang rentan terhinggap banyak penyakit, semua organ tubuh sudah berkurang fungsi dan powernya. Mata sudah mulai kabur, pendengaran juga tidak setajam dahulu. Mungkin pada usia itu, kita sudah pensiun dari pekerjaan, rumah sudah bagus, harta melimpah, sehingga tidak lagi membutuhkan aktivitas kerja lagi. Dalam kondisi seperti ini, apakah Anda betah berjam-jam duduk di depan televisi saja atau hanya jalan-jalan ringan mengelilingi rumah, meski harta melimpah. Lalu mana aktivitas ibadahnya?
Seusai shalat wajib di masjid tentu berdzikir lalu pulang ke rumah begitu seterusnya. Mau baca al-Quran mata tidak lagi jelas, apalagi menghafal. Relakah masa tua kita hanya seperti itu? Tidakkah kita ingin setiap hembusan nafas yang keluar dari mulut kita adalah untaian kalimat al-Quran. Setiap detakan jantung bernilai sepuluh kebaikan lantaran satu huruf al-Quran yang kita baca. Siang dan malam hari, juz demi juz terdendangkan dengan merdu. Semua itu mustahil terjadi apabila seseorang tidak hafal al-Quran. Meski mata tak mampu melihat lekukan huruf-huruf al-Quran, tetapi hati sangat tajam dan pikiran terus bersinar, mampu menangkap lafadz dan makna al-Quran. Keistiqamahan semacam ini insyaallah menjamin kita untuk menghembuskan nafas terakhir dengan khusnul khatimah, amin.
Rasulullah menganjurkan agar “kepulangan kita” kelak kepada Allah dalam kondisi membawa al-Quran, beliau bersabda:
إنَّكُمْ لاَ تُرْجَعُوْنَ إلىَ اللهِ بِشَيْءٍ أَفْضَلُ مِمَّا خَرَجَ مِنْهُ يَعْنِيْ الْقُرْآنَ (رواه الحاكم عن أبي ذر الغفاري)
Sesungguhnya kalian tidak dikembalikan kepada Allah dengan membawa sesuatu yang lebih utama dibanding sesuatu yang keluar dari Allah yaitu al-Quran.
11. Maukah “rapot merah” amal kita “dikatrol” oleh al-Quran?
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه (رواه مسلم عن أبي أمامة)
Bacalah al-Quran, niscaya dia kan datang pada hari kiamat sebagai penolong pembacanya.
Hadis ini memberikan garansi kepada para pembaca al-Quran atau orang yang mendalami al-Quran. Garansi tersebut cukup melegakkan kita semua, sebagai hamba Allah yang penuh salah dan dosa. Di hari ketika harta dan tahta tidak lagi mampu menyelamatkan kita dari kobaran api neraka.
Anak dan saudara juga tak kuasa menolong dari dalamnya jurang jahannam, saat itulah al-Quran datang sebagai syafi’ (penyelamat). Hari itu tak ada yang kita butuhkan melainkan rahmat Allah dan amal baik yang tulus kita lakukan. Allah memberikan 10 tiket surga kepada penghafal al-Quran yang juga pengamal isinya, untuk dibagikan pada keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah:
علي بن أبي طالب قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم مـَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَاسْتَظْهَرَهُ فَأَحَلَّ حَلَالَهُ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ أدْخَلَهُ اللهُ بِهِ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِيْ عَشْرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلِّهِمْ وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ (رواه الترمذي)
Barang siapa membaca dan menghafal al-Quran lalu menghukumi halal dan haram berdasar al-Quran, maka Allah akan memasukkannya ke surga dan memberi hak untuk menolong 10 keluarganya yang telah dipastikan masuk neraka.
12. Betapa inginnya kita selalu berhujjah dengan al-Quran dalam disiplin ilmu apapun
Hampir semua perguruan tinggi Islam di timur tengah mensyaratkan calon mahasiswanya hafal al-Quran minimal tiga juz untuk jurusan non keislaman dan mahasiswa non Arab, dan 15 juz untuk jurusan keislaman bagi mahasiswa dari negara-negara Arab. Persyaratan tersebut didasarkan pada pertimbangan akademis-ilmiyah. Sebagai calon intelektual muslim, mahasiswa muslim diharapkan mampu mengkolaborasikan ilmu umum dengan ilmu agama dan mensinergikan ayat qur’aniyyah dengan ayat kauniyyah.
Faktor inilah yang menambah tingkat urgensi hafalan. Orang yang hafal sangat berpotensi untuk paham arti kandungannya. Mereka yang hafal dan paham, berpotensi memiliki kapasitas dalam melakukan istinbath hukum serta proses istidlal secara cepat dan akurat.
Al-Quran menopang disiplin ilmu apapun. Ayat-ayat yang terkait ilmu-ilmu sosial, budaya, seni, sangat melimpah dalam al-Quran. Kita mendambakkan sosok seperti al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Sina, mereka jadi orang jenius dan kapabel dalam bidangnya masing-masing setelah menghafal al-Quran. Al-Quran yang telah terpatri dalam diri mereka, mampu menginspirasi untuk memunculkan karya monumental mereka yang abadi hingga kini. Dalam otak dan jiwa mereka seakan terdapat ensiklopedia besar nan lengkap. Ia siap diartikulasikan kapan saja, di mana saja dan dalam bidang apapun. Terlebih lagi untuk hal-hal yang bersinggungan dengan ilmu-ilmu keislaman, seperti fiqh, tafsir, hadis dsb.
Mengamati sejarah keilmuan para fuqaha, mufassirin, muhadditsin yang populer, hampir tidak diketemukan dari mereka, orang yang tidak hafal al-Quran. Bahkan rata-rata mereka hafal al-Quran di usia anak-anak. Misalnya, Imam Syafii hafal al-Quran di usia 7 tahun.
13. Betapa sejuknya hati, bila Al-Quran menghiasi setiap kegiatan dalam keseharian kita
Kesejukan dan kedamaian hati bisa disebabkan oleh banyak hal. Adakalanya kedamaian hati muncul karena ketercukupan materi dan keterpenuhan kebutuhan finansial. Bisa juga kedamaian hati itu datang melalui dzikir dan membaca al-Quran. Sebagaimana firman Allah: Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Artinya, semakin banyak kita membaca al-Quran, semakin lama pula tingkat kedamaian yang menyelimuti kita.
Al-Quran bisa dibaca secara fleksibel kapan saja; pagi, siang, sore, petang, malam, tengah malam, saat senang, saat susah. Demikian juga, ia bisa dibaca dimana saja; di atas sajadah, di atas kasur, di atas kendaraan, sambil jalan, sambil beraktifitas. Fleksibilitas tersebut hanya dapat dilakukan bila yang bersangkutan hafal al-Quran secara lancar.
Kehadiran teknologi canggih saat ini sangat membantu meminimalisir kesalahan. Dengan teknologi audio digital, kita dapat mendengarkan al-Quran secara utuh melalui piranti MP3 portable yang terhubung dengan earphone mini. Teknologi visual juga tidak kalah canggih, al-Quran sekarang sudah bisa diinstall dalam perangkat ponsel, Ipad, Iphone maupun Blackberry. Dengan kata lain, hafalan yang kurang lancar, bukan sebuah kendala, sebab bisa diatasi dengan perangkat canggih tersebut.
14. Yakinlah bahwa Al-Quran akan menolong kita selama kita juga menolong Al-Quran
Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah), sekaligus mukjizat nabi Muhammad terbesar. Mengikuti pesan-pesan yang terdapat dalam al-Quran hakikatnya adalah taat pada Allah dan rasulnya. Ikut memelihara al-Quran berarti ikut merealisasikan janji Allah dalam al-Quran: Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan kamilah yang menjaganya.
Dalam ayat tersebut, terdapat kata “inna” yang berarti kami, padahal yang dimaksud adalah Allah. Sebagian mufassir mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah pelibatan manusia dalam rangka penjagaan Allah terhadap al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal al-Quran itu fardlu kifayah. Keputusan hukum tersebut diantaranya didasarkan pada ayat di atas.
Hal senada dengan itu, firman Allah: Jika kalian membantu Allah pastilah Allah akan membantu kalian. Dengan kata lain kalau kalian membantu al-Quran maka al-Quran akan membantu kalian. Betapa banyak orang yang hidupnya bahagia sejahtera, lantaran mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan mengajarkan al-Quran. Bentuk perjuangan tertinggi dalam membantu al-Quran adalah menghafalkannya. Untuk itu yakinlah, setelah kita bersusah payah menghafalkan al-Quran kelak hidup kita akan ditata langsung oleh Allah.
15. Tidak banyak, orang yang mendapatkan fasilitas hidup seperti kita. Apa wujud terima kasih kita?
Rasa syukur yang mendalam atas sebuah nikmat mampu menginspirasi untuk berbuat lebih baik. Dengan menyadari karunia Allah berupa kemampuan baca al-Quran atau berupa rizki yang cukup, seseorang pasti ingin mengungkap rasa syukurnya kepada pemberi karunia tersebut, yaitu Allah swt. Syukur yang hakiki adalah mengarahkan karunia tersebut sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Lalu bagaimana mensyukuri karunianya yang berupa kemampuan baca al-Quran? Sepakat atau tidak sepakat harus diakui bahwa di sekeliling kita sangat langka orang yang bisa baca al-Quran dengan baik dan benar. Secara tersirat dapat dipahami bahwa Allah memang memilih diantara hambanya orang-orang yang dititipi al-Quran. Orang pilihan pastilah orang yang terpercaya. Orang yang terpercaya pastilah ia orang yang terbaik. Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ ﴿فاطر:٣٢﴾
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
Adapun bentuk rasa syukur tersebut adalah memperbanyak membaca atau menghafalkannya atau memahami isi kandungannya atau melakukan ketiganya. Orang yang diberikan kemampuan membaca dengan baik, hakikatnya dia baru diberi media untuk menjadi orang baik. Sama halnya orang yang diberi kail untuk memancing atau pisau untuk memotong. Kail dan pisau tersebut oleh si pemberi bukan untuk hiasan. Si pemberi sebetulnya sedang menanti kapan kail dan pisau tersebut dipakai. Si pemberi akan merasa puas apabila kedua alat tersebut benar-benar telah dipakai untuk kebaikan. Demikian juga kemampuan baca al-Quran, ia hanya sebuah media (wasilah), sementara tujuan diberikannya karunia tersebut adalah dengan membaca sebanyak-banyaknya, menghafalkannya, dan memahami kandungannya.
16. Mulailah dari nol, karena ia pengganda setiap bilangan. Mulailah dari niat, karena ia menjadi penentu setiap sukses.
Banyak orang mendambakan suatu cita-cita dan memimpikan cita-cita tersebut tergapai dengan mudah tanpa pengorbanan. Tak terhitung mereka yang kagum dengan para penghafal al-Quran. Tak terhitung pula mereka berkeinginan untuk menjadi penghafal al-Quran. Hanya saja tidak banyak dari mereka yang menindaklanjuti keinginan tersebut dalam bentuk aksi nyata. Terkait dengan fenomena ini Ibn Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan:
كَيْفَ تَخْرِقُ لَكَ الْعَوَائِدُ وَأَنْتَ لَـمْ تَخْرِقْ مِنْ نَفْسِكَ الْعَوَائِدَ
Bagaimana mungkin engkau mendapatkan keluarbiasaan (khoriqul adah) kalau engkau tidak mengeluarkan dirimu dari kebiasaan
Setiap kesuksesan pasti diawali dari sebuah perjuangan dan pengorbanan. Setiap perjuangan dalam meraih kesuksesan pastilah akan berhadapan dengan sekian banyak rintangan. Bukankah dalam agama sendiri -menurut al-Quran- terdapat banyak jalan mendaki (aqabah)? Dan Allah menjanjikan surga bagi orang yang melewati aqabah terbut.
Bila Anda sekarang ini memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran, syukurilah itu karena ia adalah obor yang membantu kita melewati gelapnya lorong panjang menuju taman surgawi yang abadi. Jangan pernah rasa cinta dan motivasi tersebut redup dan memudar lalu padam. Pelihara obor itu agar lebih terang dan semakin terang. Obor yang padam akan susah menyala kembali. Obor yang padam tidak dapat dipastikan kapan ia menyala kembali dan tidak ada jaminan untuk menyala kembali.
Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan pernah menunda kesempatan emas karena ia tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. Mulailah selalu dengan niat dan komitmen tinggi. Niat laksana angka nol yang menggandakan jumlah bilangan. Tanpa angka nol, tidak mungkin ada angka sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya. Sebagaimana juga tidak mungkin ada urutan ke sepuluh tanpa dimulai dari urutan pertama. Artinya untuk mengejar cita-cita suci, perlu sebuah niat dan komitmen yang mantap, baru setelah itu memulai tahap I, tahap terendah yang mesti dilalui.
Mustahil, bila ada orang hafal al-Quran 30 juz secara instan, alias bim salabim, dalam hitungan hari. Jangan bermimpi berlebihan bahwa Anda bisa hafal al-Quran melalui jalan ladunni (pemberian langsung dari Allah), sehingga waktu habis untuk mencari wirid kesana kemari dan mengamalkannya berbulan-bulan, sementara kegiatan menghafalnya tidak ada sama sekali. Imam Ar-Roghib Assirjani pernah mengatakan:
مَا لَمْ يَبْذُلْ جُهْدًا فِي حِفْظِهِ فَلاَ يَبْقَى فِي الذَّاكِرَةِ إلاَّ قَلِيْلاً (الراغب السرجاني)
Barang siapa yang tidak mengerahkan sekuat tenaga untuk menghafal, maka tidak akan tersisa di otaknya kecuali hanya sedikit.
Saya bersama rombongan JQH (Jamiyyah Qurro’ wal Huffadz, kini bernama HTQ) Universitas Islam Negeri Malang tahun 2006 berkunjung ke beberapa pesantren di daerah Mojokerto dan Jombang. Dalam kunjungan tersebut, kami sempat menanyakan perihal wirid/doa yang mempercepat hafalan. Tak satupun dari para masyayikh yang kami kunjungi memberikan ijazah doa/wirid. Sebaliknya mereka justru mengatakan bahwa doa yang paling mustajab adalah al-Quran itu sendiri. Mereka lebih menekankan pada para santri yang sedang menghafal untuk fokus hafalan secara istiqomah dan menjauhi wirid-wirid khusus yang panjang. Pepatah Arab mengatakan:
بَيْضَةُ الْيَوْمِ خَيْرٌ مِنْ دَجاَجَةِ الْغَدِ
Lebih baik mengharap telur yang ada di hari ini dari pada mengharap ayam tapi masih besok adanya
17. Akankah kita menyerah sebelum pertandingan benar-benar selesai?
Tiap orang memiliki daya tahan (endurence) dan fokus yang berbeda-beda dalam menghafal, sehingga tidak jarang para santri itu berhenti di tengah perjalanan alias belum tuntas 30 juz, kendati banyak juga yang selesai tuntas. Terkadang ketidaktuntasan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya lingkungan menghafal yang kurang kondusif dan lemahnya dukungan keluarga. Bisa juga masalah muncul dari lemahnya motivasi internal.
Sejak awal, mestinya santri atau mahasiswa mengidentifikasi kemampuan dirinya. Apakah dia memiliki daya tahan dan fokus yang kuat? Apa dia juga memiliki motivasi yang tinggi? Proses identifikasi tersebut dilakukan dengan cara menghafal juz 30 terlebih dahulu. Juz 30 atau yang lebih dikenal dengan juz ‘amma memiliki karakteristik ayat dan surat yang pendek-pendek. Tentu dengan karakteristik seperti ini, juz 30 menjadi lebih mudah dihafal dibanding juz-juz lain dalam al-Quran. Dengan kemudahan tersebut, seorang santri akan mampu meraba sendiri kemampuan menghafalnya. Kalaupun dia terhenti di tengah jalan, tidak akan sia-sia. Sebab, suratnya pendek-pendek dan banyak berguna untuk menjadi imam shalat, minimal efektif untuk dijadikan wirid atau bacaan rutin harian.
Ibarat bangunan rumah, bangunan yang sudah lengkap; ada dinding, pagar serta atap, ia akan bertahan lama meski tidak dihuni dan tidak terawat. Demikian juga hafalan. Ketika seseorang menghafal satu surat secara utuh, biasanya akan awet atau tahan lama, meski lama tidak dibaca. Resikonya menghafal juz 1 pada tahap awal akan mudah hilang seandainya terhenti di pertengahan juz.
18. Dengarlah rintihan orang yang ingin menghafal, namun tidak tercapai
Diakui ataupun tidak, menghafal al-Quran itu bagi umumnya kaum muslimin maupun muslimat merupakan naluri. Ia akan muncul dan tenggelam sesuai lingkungan dan situasi yang melingkupinya. Naluri itu kadang menjelma menjadi sebuah cita-cita dan harapan, layaknya kekayaan, jabatan dan popularitas. Cita-cita tersebut akan berubah menjadi menyakitkan manakala tidak tercapai.
Beberapa teman yang dulu ingin menghafal, rata-rata mereka menyesali kenapa keinginan tersebut dulu tidak direalisasikan dalam wujud usaha. Lebih-lebih, mereka yang pernah menghafal dan belum tuntas, atau pernah hafal namun kini pergi entah ke mana, seumur hidup mereka akan diliputi rintihan dan penyesalan. Mereka seakan hidup dalam fatamorgana yang tiada henti dan pengandaian yang tak berujung; seandainya dulu saya begini dan begitu, niscaya saya akan seperti mereka yang sukses menghafal.
Sebelum kita merasakan pahitnya penyesalan, mari optimalkan potensi dan maksimalkan ikhtiyar. Tentu perjuangan di awal itu beratnya luar biasa. Penyesalan selalu berada di akhir cerita dan tak akan pernah muncul di awalnya. Demikian pula, indahnya kesuksesan itu hanya bisa dinikmati di akhir masa penantian panjang. Kata pepatah: berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersusah-susah dahulu lalu bersenang-senang kemudian.
19. Jangan tunda, hidup ini selalu dipenuhi dengan kata “ternyata” dan “tiba-tiba”
Waktu ini kadang menyerupai fatamorgana. Dari jauh kelihatan indah, seakan kita masih memiliki kesempatan 1000 tahun yang tiap detiknya bisa diisi dengan 1000 aktifitas luar biasa. Namun, ternyata waktu yang kita miliki begitu singkat dan sesak dengan berbagai kesibukan harian yang teknis. Fatamorgana di atas akan meninabobokkan setiap orang, terlebih jika ingin melakukan kegiatan besar yang positif. Itulah ujian tiap orang yang ingin sukses.
Saat menghafal al-Quran, mahasiswa kadang begitu santai dalam melangkah. Alasan mereka, nanti saja kalau perkuliahan agak sedikit longgar, tugas kuliah terselesaikan semua, atau nanti saja kalau liburan panjang datang, akan menghafal sebanyak-banyaknya bila mungkin akan “bertapa” demi menyelesaikan hafalan. Sikap “taswif” (menunda-nunda) ini merupakan penyakit menular yang sangat ganas, serta penyebab utama dari setiap kegagalan menghafal.
Harus disadari, bahwa waktu kita secara matematis masih terbentang luas, sebenarnya hanyalah waktu bayangan bukan waktu yang sebenarnya. Misalnya; pada hari Minggu besok saya tidak ada kegiatan mulai pagi sampai malam sehingga jadwal menghafal hari Sabtu ini ditunda dulu lantaran agak sibuk. Marilah ditelaah contoh kasus penundaan di atas. Manusia oleh Allah tidak diberi kemampuan untuk mengetahui takdir di esok hari. Kita semestinya tidak mengandalkan waktu yang belum muncul di hari ini. Ada banyak kemungkinan yang akan terjadi di esok hari, diantaranya:
a. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada teman sakit yang butuh pertolongan kita
b. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba tubuh kita meriang/sakit
c. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada kabar kurang baik dari keluarga yang membuat kita susah
d. Pada pagi hari tiba-tiba ingin berolah raga atau main musik
e. Pada pagi hari, tiba-tiba ingin masak bersama teman atau mencuci baju
f. Pada siang hari, tiba-tiba ada acara televisi yang sangat bagus
g. Pada siang hari, tiba-tiba teman akrab lama datang
h. Pada siang hari, tiba-tiba ingin posting facebook atau menjawab email
i. Pada sore hari, tiba-tiba ingin bersih-bersih ruangan dan taman
j. Pada sore hari, tiba-tiba HP/komputer kita bermasalah yang butuh penanganan segera
k. Pada sore hari, tiba-tiba motor kita ditilang oleh polisi
l. Pada sore hari, tiba-tiba tetangga kita meninggal dunia
m. Pada sore hari tiba-tiba ingin cari makan yang enak
n. Pada sore hari tiba-tiba muncul rasa malas atas terkantuk ingin tidur
Dan masih ada ratusan kemungkinan lain yang menggagalkan kita untuk melakukan kegiatan di hari itu. Masihkah kita suka menunda?
20. Mimpikan kebaikan agar jadi kenyataan, nyatakan kebaikan agar jadi mimpi indah
Hampir setiap orang memiliki ”mimpi” dan cita-cita untuk menjadi sesuatu atau memiliki sesuatu. Namun, kondisi fisik, psikologis, sosial kerapkali menenggelamkan mimpi itu. Sebetulnya orang yang memiliki ”mimpi sukses” itu tergolong orang yang hebat, sebab tidak semua orang punya mimpi. Mimpi itu termasuk ingin hafal al-Quran. Anugerah Allah yang berupa ”mimpi untuk hafal al-Quran” jangan pernah disia-siakan. Lakukan penguatan ”mimpi” tersebut agar menjadi motivasi kuat dengan banyak membaca kisah-kisah para pengahafal al-Quran serta hikmah-hikmah menghafal.
Dengan demikian, motivasi menjadi kuat dan bisa menggerakkan anggota tubuh untuk meralisasikannya menjadi kenyataan. Disini diperlukan metode dan strategi, supaya mimpi itu tidak dibelokkan menjadi angan-angan hampa belaka. Yakinlah setelah mimpi itu terwujud, tentu hari-hari kita begitu indah bersama al-Quran bagaikan mimpi yang membuai angan dan memanjakan khayalan.
21. Awali dari diri sendiri, kalau kita mendambakan sebuah keluarga “Qur’ani”
Kita tentu tergiur dengan kesuksesan keluarga bapak Mutammimul Ula yang kesepuluh anaknya hafal al-Quran, atau ingin meniru Abdurrahman Farih dan Husein Thababai yang mana di usia balita mereka sudah hafal al-Quran. Kita juga ingin rumah selalu bergaung suara al-Quran dari mulut anak-anak.
Hanya saja, semua harus dimulai dari diri kita (suami, istri, bapak, ibu). Bagaimana mungkin anak-anak akan mengikuti jejak orangtuanya, sementara orangtua tak memberi contoh pada mereka. Orangtua yang hafal al-Quran akan dengan mudah mengenalkan dan membiasakan hafalan pada putra-putrinya di manapun mereka berada. Mungkin setiap berangkat sekolah, anak dituntun untuk menghafal surat-surat pendek. Pasti tanpa terasa dalam kurun waktu satu tahun saja, anak akan hafal lebih dari satu juz. Hal ini sulit terrealisasi bila orangtua belum mulai menghafal sejak sekarang. Memang, orangtua yang punya hafalan itu mendatangkan efek domino yang luas, bukan semata untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain terutama keluarga dekatnya.
(Materi disampaikan dalam acara “Ta’aruf Qurani” yang diselenggarakan oleh Hai’ah Tahfidz al-Quran Universitas Islam Negeri Maulana Malik ibrahim (UIN Maliki) Malang, tanggal 30 Oktober 2011, di Aula rektorat lt. 3).
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
SubhanAllah Alhamdulillah Allahu Akbar……….
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
SubhanAllah Alhamdulillah Allahu Akbar……….
Tepatnya tanggal 5 Oktober 2008 – seorang gadis kecil Indonesia mengalami musibah yang luar biasa di negeri antah berantah nan jauh – Syria. Dia terjatuh dari ketinggian sekiar 15 meter dan terbanting-banting di anak tangga ampiteater Roma di Busrah. Akibat kecelakaan ini gadis kecil tersebut mengalami pendarahan otak yang sangat hebat, dia harus menjalani berbagai pembedahan otak dan merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya sampai berbulan-bulan kemudian. Pada saat pendarahan masih menguasai otaknya sehingga kesadarannya timbul tenggelam, gadis kecil ini lirih berdoa :
“Ya Allah, jangan matikan aku sebelum aku selesai menghafal Al-Qu’ran…”.
Dengan tekad yang luar biasa inilah gadis kecil tersebut berjuang melawan sakit di kepala yang tidak kunjung henti, terkadang dia harus menjeduk-jedukkan kepalanya di tempat tidur untuk mengimbangi rasa sakit yang sangat di dalam kepalanya.
Beratnya komitmen untuk menghafal Al-Qur’an yang dialami oleh gadis kecil ini juga jauh diatas beban manusia pada umumnya, betapa frustasinya dia ketika hafalan ayat-ayat Al-Qur’an seolah timbul tenggelam di kepalanya silih berganti dengan rasa sakit yang bisa tiba-tiba muncul kapan saja. Tetapi dia terus belajar dan terus menghafal nyaris tanpa henti, dia hanya berhenti menghafal ketika sakit kepalanya sudah tidak tahan lagi.
Allah dan para malaikat rupanya menyaksikan betapa kuat niat gadis kecil ini untuk menghafal Al-Qur’an. Pada bulan Mei 2010 oleh ustadzah-nya dia dibimbing untuk menyelesaikan ujian tahfiz setengah Al-Qur’an (15 Juz) dengan seorang syeikh Qura di Damascus.
Gadis kecil ini-pun lulus dan memperoleh syahadah (ijazah) sanad bacaan Al-Qur’an yang sampai kepada Ali bin Abi Talib Radhiallahu ‘Anhu, dan tentu saja sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam.
Tidak berhenti di sini, gadis kecil tersebut mencanangkan niatnya untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an penuh 30 juz pada Ramdhan 1432 H. Maka target ini hanya meleset kurang lebih 3 pekan ketika pada tanggal 19 Syawwal 1432 H /19 September 2011 kemarin gadis kecil ini menyelesaikan hafalannya yang 30 juz, diiringi sujud syukur orang tuanya. Allahu Akbar…
Atas permintaan kedua orang tuanya yang tawadhu’, saya tidak bisa ungkapkan nama gadis kecil ini. Tetapi bagi para gadis kecil – gadis kecil lainnya yang belajar Al-Qur’an di Madrasah Al-Qur’an Daarul Muttaqiin Lil-Inaats (Pesantren Putri) – Jonggol, gadis kecil penghafal Al-qur’an ini kini menjadi salah satu guru atau mudarrisah (ustadzhah) mereka.
Bahkan bukan hanya bagi anak-anak putri yang belajar Al-qur’an di madrasah tersebut dia menjadi guru, gadis kecil penghafal Al-qur’an ini juga layak untuk menjadi guru bagi kita semua para orang tua.
Guru dalam hal menyikapi musibah, guru dalam hal menghadirkan Allah dalam mengatasi persoalan kita, guru dalam mengisi hidup dengan Al-Quran, guru dalam merealisasikan niat, guru dalam menjaga komitment, guru dalam syukur dan syabar.
Bila gadis kecil dengan beban sakit kepala yang luar biasa ini bisa menyelesaikan hafalan Al-Qur’an-nya 30 Juz dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, berapa banyak yang sudah kita hafal ?, berapa banyak yang kita niatkan untuk menghafalnya di sisa usia kita ?, seberapa kuat niat kita untuk mengamalkannya? Kita tahu persis jawabannya untuk diri kita masing-masing.
Semoga Allah dan para malaikatNya terus mendampingimu hingga dewasa dan menjadi guru dan sumber inspirasi untuk memperbaiki anak-anak (dan para orang tua) di dunia. Aamiin
Wa’alaikum sallam warohmatullahi wabarokatuh.
Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar Walahaulawala Quwwata illabilla hil ‘aliyil ‘azhim. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali Muhammad. Astaghfirullahal ‘azhim wa atubu ilaih
Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar Walahaulawala Quwwata illabilla hil ‘aliyil ‘azhim. Allahumma sholli ‘ala Muhammad, wa ‘ala ali Muhammad. Astaghfirullahal ‘azhim wa atubu ilaih
10. Cerita Trio Hamanis
Memang betul kiranya pepatah mengatakan “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Kembar tiga dari pasangan Agus Jamaluddin (anggota grup nasyid Raihan) dan Sukrismiyati ini mengikuti jejak langkah sang ayah untuk mensyiarkan agama Islam.
Adalah Abdul Hannan Jamaluddin, Abdul Mannan Jamaluddin, dan Abdul Ihsan Jamaluddin yang kerap disapa Trio Hamanis ini melakukan syiar melalui lantunan tilawah ayat-ayat Al Quran. Baru-baru ini, kepada ESQ Life, mereka menceritakan suka dukanya saat memutuskan menghafal Al Quran ini.
“Kita yakin di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Allah pasti bantu. Kesulitan itu adalah bumbu dari menghafal,” jelas Hannan mengawali perbincangan. Menurutnya, menghafal Al Quran sudah dilakukannya sejak masih kecil. Berawal dari surat-surat pendek, agar tak asing dengan Al Quran.
Tahun 2012 silam, Trio Hamanis ini memutuskan untuk fokus menghafal Al Quran. “Sejak itu kami home schooling dan membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menghafal 30 juz,” kata Mannan menambahkan yang disampaikan Hannan.
Santri Ustadz Yusuf Mansur ini mengakui berkali-kali berganti metode yang digunakan untuk bisa menghafal Al Quran. “Kami menggunakan berbagai macam metode dari guru. Alhasil kami menemukan metode sendiri, yakni dengan cara metode pengulangan sebanyak 60 kali,” jelas si bungsu Ihsan.
Suka duka pun dialami mereka bertiga hingga bisa seperti sekarang ini. Mulai dari berdiri di pinggir jalan saat tak bisa memberikan setoran hafalan pagi, hingga menjadi pemateri dalam setiap acara-acara keagamaan.
Hannan, Mannan, dan Ihsan mengakui mengulang seluruh ayat-ayat Al Quran yang pernah dibaca menjadi kunci dalam menghafal. “Hafalan yang tidak diulang itu akan cepat lepasnya dibandingkan dengan unta yang lari saat terlepas dari ikatannya,” kata mereka bertiga yang berusia 19 tahun ini.
Di akhir perbincangan, Trio Hamanis memberikan saran agar mudah menjai seorang hafizh Quran. “Pertama, jangan tanggung-tanggung saat memutuskan menghafal Al Quran. Air di dalam kolam sangat segar kita lihat, namun apabila hanya kita masukkan jari kita, maka tak akan terasa kesegarannya. Kita harus masuk ke dalamnya, begitu pun saat menghafal Quran. Kedua, biasakan mendengar dan membaca Al Quran. Mengapa kita bisa hafal Al Fatihah? Karena kita dulunya sering mendengarnya. Menghafal Quran pun demikian,” pungkasnya. (irf)
12. Cerita Muhammad Alfath Hibatul Wafi
Pada saat kita ingin menggapai suatu cita, pastilah kita akan mengalami suka dan duka untuk menggapainya. Kali ini saya akan menceritakan suka dan duka ketika menghafal Al Qur’an dan bagaimana kiat untuk menghafal kitab nan mulia ini.
Ketika pertama kali menghafal, banyak kesulitan yang dilewati. Salah satunya adalah mengejar target untuk menyetor 1 halaman setiap paginya. Ketika baru saja menyelesaikan Juz kedua, saya sangat merasa kesulitan hingga untuk memuroja’ah juz yang satu ini butuh waktu hingga sebulan. Sampai akhirnya pada juz yang ketiga saya mendpat kemudahan dalam menghafal. Pada saat itu, meski sempat sakit, saya masih memberanikan diri untuk menyetor hafalan seperti biasa. Dan Alhamdulillah, pada semester pertama di Pesantren Darul Qur’an Mulia ini, saya berhasil mendapat 4 juz, yaitu dari juz pertama hingga juz keempat.
Di semester kedua, sempat terjadi kemunduran. Meski kuantitas hafalan terus bertambah, kualitasnya sungguh memprihatinkan. Ini disebabkan perpindahan kelompok ke ustadz yang saya belum sempat beradaptasi dengan lingkungannya. Hingga juz kesembilan, saya masih sedih dengan kualitas hafalan saya. Hingga akhirnya pada juz kesepuluh, saya dipindah kelompok ke ustadz yang pertama kali membimbing saya dalam menghafal. Meski kuantitas sedikit menurun, namun kualitas hafalan yang saya dapatkan meningkat.
Di tahun kedua, datang ustadz baru dari Pesantren Al-Aziziyah, Lombok. Namanya Ustadz Lalu Asnan. Pada awal kedatangannya, saya sangat mendapat kebebasan dalam menyetor hafalan. Pagi, siang, sore, bahkan setelah maghrib pun saya dan teman-teman saya diberikan kebebasan menyetor. Dan setelah lama, yaitu saat menginjak juz ketujuh belas, barulah jumlah setoran dibatasi, yaitu 3 halaman per hari. Pada semester pertama di tahun kedua, Alhamdulillah saya berhasil menghafal hingga juz kedua puluh.
Setelah kembali dari libur semester tahun kedua, saya kembali menginjakkan kaki di pesantren ini dengan sebuah target yang saya canangkan ketika di rumah, yaitu menjadi Hafizhul Qur’an bertepatan dengan milad saya, yaitu 18 Maret 2010. Dengan semangat baru,Alhamdulillah saya berhasil melewati juz kedua puluh satu. Namun, karena sakit selama seminggu, nampaknya harapan yang saya ingin capai terasa makin sulit. Dan di akhir Februari, saya begitu cemas. Masih tersisa 2 juz untuk mencapai target, 18 Maret. Keadaan ini agak berat dengan kebijakan Ustadz saya yang terkadang tidak mempersilahkan saya untuk menyetor. Bahkan , saking menggebu-gebunya saya untuk mencapai target ini, pada PSB akhir bulan Februari pun saya masih menyempatkan waktu untuk menyetor. Dan lucunya, karena sangat semangatnya pula, ketika ustadz tidak mengizinkan setor, air mata pun keluar dari mata ini, sebagai bentuk kekecewaan dan kekhawatiran tidak tercapainya target yang sudah dicanangkan. Dan dengan air mata, semangat, dan dukungan dari kedua orang tua, Alhamdulillah, pada tanggal yang telah dicanangkan, saya berhasil menamatkan 30juz Al-Qur’an. Dan yang membuat saya lebih bahagia lagi, saya berhasil memanfaatkan waktu yang tersisa untuk secepat mungkin menyelesaikan hafalan.
Dan kiat-kiat saya untuk menghafal Al-Qur’an adalah:
- Selalu berdo’a pada Allah SWT. agar dibukakan pintu hatinya untuk menerima setiap ayat yang akan dihafal
- Selalu ingat bahwa Allah telah menjamin kemudahan menghafalnya dan memahaminya, dan selalu ingat bahwa sebuah target tidak akan tercapai kecuali dengan usaha yang maksimal dan do’a yang juga harus maksimal.
- Selalu semangat dan jangan pernah putus asa, meski terkadang masalah dalam menghafal terus mendera dan terkadang membuat sesak dada
- Jangan pernah lupakan bahwa ridha orang tua adalah kunci dalam menggapai kesuksesan, dan jangan pernah malu untuk meminta do’a dari mereka
- Selalu yakin bahwa kualitas waktu yang dipakai akan lebih menentukan daripada kuantitasnya.
- Sebisa mungkin, jauhi maksiat yang dapat membuat kita lupa akan-Nya dan menutup pintu hati kita.
Semoga dengan sedikit kisah dan tips ini dapat membuat kita lebih tergugah dan terus berusaha untuk menjadi keluarga Allah dengan menghafal, memahami, dan mengamalkan isi kalam-Nya ini.
13.
Hukum menghafal Al-Qur’an adalah FARDHU KIFAYAH. Tapi, ketahuilah, MENJAGANYA adalah FARDHU ‘AIN. Maka, menambah hafalan adalah FARDHU KIFAYAH, dan MURAJA’AH adalah FARDHU ‘AIN. Pada akhirnya, hafalan yang tidak dijaga, selain menyebabkan FARDHU KIFAYAH belum tertunaikan, adalah dosa tersendiri bagi pelakunya. Padahal, sebaliknya, jika disadari, mengerjakan
kewajiban, apalagi FARDHU ‘AIN, adalah pondasi dari sebuah kenikmatan besar yang dicita-citakan semua orang. Fahamilah.
kewajiban, apalagi FARDHU ‘AIN, adalah pondasi dari sebuah kenikmatan besar yang dicita-citakan semua orang. Fahamilah.
TAHFIZH MOTIVATION (32)
Hampir semua penghafal Al-Qur’an menginginkan cepat menghafalnya. Padahal, lama dan sebentar itu hanya perasaan manusia. Seseorang yang sedang bersama kekasihnya, seharian, maka rasanya hanya beberapa menit saja. Tapi, bila sedang bersama musuh, hanya beberapa menit saja, serasa berjam-jam. Al-Qur’an adalah kekasih sejati kita, bukan musuh kita. Fahamilah.
TAHFIZH MOTIVATION (31)
Bisa jadi banyak penghafal Al-Qur’an punya kesabaran yang hebat. Tapi, tampaknya sangat jarang yang bersyukur. Buktinya, mereka mampu bertarung melawan segala halang dan rintang saat menambah hafalan, namun jarang yang sanggup memperbanyak takrir (muroja’ah), apalagi hafalannya belum lancar. Cara mensyukuri nikmat hafalan adalah menjaganya dengan memperbanyak muroja’ah. Tahukah Anda, syukur adalah penyebab utama bertambahnya nikmat? Kalau Anda ingin hafalannya bertambah, syukuri hafalan yang ada, bukan mengabaikannya.
Bisa jadi banyak penghafal Al-Qur’an punya kesabaran yang hebat. Tapi, tampaknya sangat jarang yang bersyukur. Buktinya, mereka mampu bertarung melawan segala halang dan rintang saat menambah hafalan, namun jarang yang sanggup memperbanyak takrir (muroja’ah), apalagi hafalannya belum lancar. Cara mensyukuri nikmat hafalan adalah menjaganya dengan memperbanyak muroja’ah. Tahukah Anda, syukur adalah penyebab utama bertambahnya nikmat? Kalau Anda ingin hafalannya bertambah, syukuri hafalan yang ada, bukan mengabaikannya.
TAHFIZH MOTIVATION (30)
Air mata yang jatuh di sepertiga malam karena takut kepada Allah, adalah penyubur hafalan Al-Qur’an. Ayat yang terucap tulus saat munajat adalah pengikis dosa.
Air mata yang jatuh di sepertiga malam karena takut kepada Allah, adalah penyubur hafalan Al-Qur’an. Ayat yang terucap tulus saat munajat adalah pengikis dosa.
TAHFIZH MOTIVATION (29)
Kalau kita menghafal Al-Qur’an, lalu berusaha menaklukannya dengan kecerdasan, maka hanya akan membuat otak kita lelah. Yang harus kita lakukan adalah menguatkan iman, dan membersihkan hati, niscaya Al-Qur’an datangi kita berikan ketenangan dan kebahagiaan. Ia pun betah berlama-lama di dekat kita. Insya’allaah.
Kalau kita menghafal Al-Qur’an, lalu berusaha menaklukannya dengan kecerdasan, maka hanya akan membuat otak kita lelah. Yang harus kita lakukan adalah menguatkan iman, dan membersihkan hati, niscaya Al-Qur’an datangi kita berikan ketenangan dan kebahagiaan. Ia pun betah berlama-lama di dekat kita. Insya’allaah.
TAHFIZH MOTIVATION (27)
Tak ada bayi terlahir kemudian dibiarkan terlantar begitu saja. Andai pun ada, itu bukan kelahiran, tapi aborsi. Sama halnya ketika Anda punya hafalan Al-Qur’an, seakan-akan Anda baru punya bayi. Semulus apapun kelahirannya, ia tetaplah rentan. Perlu perawatan khusus, dan mesti dijaga dengan hati-hati.
Sampai kapan? Ya, sampai bukan bayi lagi.
Bagaimana dengan yang lahirnya tidak mulus? Tentu, perawatannya harus extra.
Lalu, bagaimana dengan hafalan Anda? Apakah terlahir mulus, normal, dan tidak prematur? Sudahkan Anda memberinya “asi eksklusif?” Kenali tipe hafalan Anda.
Sampai kapan? Ya, sampai bukan bayi lagi.
Bagaimana dengan yang lahirnya tidak mulus? Tentu, perawatannya harus extra.
Lalu, bagaimana dengan hafalan Anda? Apakah terlahir mulus, normal, dan tidak prematur? Sudahkan Anda memberinya “asi eksklusif?” Kenali tipe hafalan Anda.
TAHFIZH MOTIVATION (26)
“Satu jam saja kutelah bisa cintai kamu di hatiku, namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seemur hidup.” Lah, lah, kok menghafal Al-Qur’an malah kebalikannya. He. Mestinya lebih bisa, dong. Pikirkanlah itu.
TAHFIZH MOTIVATION (24)
Istiqamah itu tidak sulit. Justru, segala sesuatu itu jadi sulit karena tidak istiqamah.
TAHFIZH MOTIVATION (23)
Hafal Al-Qur’an itu istimewa karena:
1. Sangat besar pahalanya
2. Sangat banyak godaannya
3. Tak banyak yang bisa melakukannya
4. Akan melahirkan efek baik pada setiap yang dilakukan
1. Sangat besar pahalanya
2. Sangat banyak godaannya
3. Tak banyak yang bisa melakukannya
4. Akan melahirkan efek baik pada setiap yang dilakukan
TAHFIZH MOTIVATION (22)
Minum dengan tangan kiri, atau sambil berdiri, atau menyisakan makanan di piring, mungkin itu hal kecil, yang sewaktu-waktu bisa lupa. Tapi, apabila dilakukan penghafal Al-Qur’an, itu masalah besar.
TAHFIZH MOTIVATION (21)
Tak menghafal Al-Qur’an karena takut lupa atau takut tidak bisa menjaga. Rasanya bukan begitu. Yang mestinya lebih ditakutkan adalah tidak menghafalnya.
TAHFIZH MOTIVATION (20)
Bisa hafal Al-Qur’an dengan cepat, bukan karena orang-nya hebat, tapi bukti Qur’an itu mukjizat.
TAHFIZH MOTIVATION (19)
Nikmatnya menghafal Al-Qur’an, saat menghadapi ayat-ayat yang rumit, serasa makan sambal. Pedas tapi bikin ketagihan.
TAHFIZH MOTIVATION (17)
Merawat hafalan Al-Qur’an tak seperti merawat kendaraan. Seawet apapun kendaraan yang terawat, tetap menuju lapuk (rusak). Perawatan teratur hanya memperlambat proses pelapukan itu. Hafalan Al-Qur’an tidak demikian. Semakin tua usia hafalan itu, dengan perawatan teratur, maka akan semakin segar dan kuat.
Merawat hafalan Al-Qur’an tak seperti merawat kendaraan. Seawet apapun kendaraan yang terawat, tetap menuju lapuk (rusak). Perawatan teratur hanya memperlambat proses pelapukan itu. Hafalan Al-Qur’an tidak demikian. Semakin tua usia hafalan itu, dengan perawatan teratur, maka akan semakin segar dan kuat.
TAHFIZH MOTIVATION (16)
Lakukan takrir (mengulang hafalan) dengan tenang, rileks, dan nyaman. Dengan cara itu, andai kemudian takrir terasa berat, maka saat itu, secara tiba-tiba hati Anda akan semakin tenang, semakin segar, semakin mudah, dan semakin yakin dengan pertolongan Allah. Rasakan sensi kedekatan dengan-Nya saat melafazkan ayat-ayat itu.
TAHFIZH MOTIVATION (13)
Satu hal yang selalu tidak terlambat untuk dilakukan oleh penghafal Al-Qur’an, yaitu memperbaiki hafalan agar lancar dan terjaga.
Satu hal yang selalu tidak terlambat untuk dilakukan oleh penghafal Al-Qur’an, yaitu memperbaiki hafalan agar lancar dan terjaga.
TAHFIZH MOTIVATION (12)
Deket sama Qur’an itu nenangin hati. Kalau udah sering baca, ngafalin, dan ngulang hafalan, tapi gak tenang-tenang juga, berarti belum deket.
Deket sama Qur’an itu nenangin hati. Kalau udah sering baca, ngafalin, dan ngulang hafalan, tapi gak tenang-tenang juga, berarti belum deket.
TAHFIZH MOTIVATION (11)
Biasanya para penghafal Al-Qur’an memilih mengulang hafalan yang belum lancar dengan binazhar (baca sambil lihat) dari pada tidak keulang sama sekali. Padahal cara itu sama saja dengan melupakannya secara perlahan.
TAHFIZH MOTIVATION (9)
Tak masuk akal apabila orang mukmin malas membaca Al-Qur’an. Bukankah Al-Qur’an itu kalam Tuhan-ny? Kalau malas, kepada siapa sebenarnya dia beriman?
TAHFIZH MOTIVATION (8)
TAHFIZH MOTIVATION (8)
Ada kesan ngembaliin hafalan Al-Qur’an yang lama nggak keulang dan nyaris lupa itu sulit, hingga segan dan nggak dimulai-mulai. Itu keliru banget. Lama nggak ketemu kekasih biasanya bikin kangen. Masa iya penghafal Al-Qur’an nggak kangen sama ayat-ayat yang lama nggak ketemu. Apa nggak kangen tuh sama juz 13, atau juz 25.
TAHFIZH MOTIVATION (6)
Tidak khatam seminggu sekali bagi hafizh Al-Qur’an itu termasuk malas.
Tidak khatam seminggu sekali bagi hafizh Al-Qur’an itu termasuk malas.
TAHFIZH MOTIVATION (3)
Penghafal Al-Qur’an tak berintegritas? Tak kreatif? Tak Maju? Korupsi? Itu mitos. Kecuali hafalannya yang MITOS, maka semua itu menjadi FAKTA.
TAHFIZH MOTIVATION (2)
Penyebab terbesar beratnya mengulang adalah karena belum lancar, atau sudah mulai lupa. Semakin berat, semakin harus banyak mengulang.
TAHFIZH MOTIVATION (1)
Menghafal Al-Qur’an itu kadang bukan seberapa banyak ayat untuk satu waktu, tapi seberapa banyak waktu untuk satu ayat
:D hamasah fillaah semuanya :D
Keep istiqomah with muroja’ah dan ziyadah
Keep istiqomah with muroja’ah dan ziyadah
14.