Selasa, 18 November 2008

Berani Merantau

Keberanian merantau, membangun percaya diri dan kemandirian


Ingat tragedi Sampit? Semua bersedih, karena sebagian pengusaha sukses etnis Madura, ikut hengkang dari Sampit, Kalimantan Tengah. Kami bukan menyoal tragedinya, tetapi dari aspek kewirausahaan. Madura dan Kalimantan, jelas bukan seperti antar rumah di sebuah kampung. Ini dua pulau yang berbeda dan berjauhan. Tapi, berapa banyak orang Madura yang masih kelahiran Madura, lalu merantau ke Sampit. Banyak, bahkan banyak sekali dan kemudian anak-turunnya lahir di Kalimantan.
Sebagian dari mereka, sukses, meskipun awalnya dari nol. Kami hanya mau mengatakan, mereka “dari bukan apa-apa”, merantau, lalu sukses. Etnis lainnya yang fenomenal, orang Jawa asal Tegal. Ibukota saja, mereka taklukkan. Kalau mau menghitung jumlah warung “beridentitas daerah” paling banyak yang mana, jawabannya: Warung Tegal. Di sektor makanan rakyat, ada penjaja bakso keliling. Banyak di antara mereka, mengusung identitas daerah. Seperti bakso Malang , bakmi Wonogori, Pecel Lamongan, atau rumah makan Padang.
Yang lebih fenomenal, dan ini juga lebih global, perantau Cina pun yang sukses di negeri yang mereka datangi. Bukankah Anda yang sering bepergian lintas daerah, pernah mendengar, transmigran petani Jawa atau bali, banyak yang sukses sebagai transmigran di Sumatera, atau Sulawesi? Sukses dalam usaha, juga disokong sebuah keberanian: merantau.
Merantau, punya makna sosial tersendiri. Ia berarti “jauh dari keluarga” yang memicu terbangunnya jiwa kemandirian. Tak bergantung pada keluarga, berarti mulai melangkah menjadi dewasa. Di rantau, apalagi di lingkungan yang tak tahu siapa kita sebelumnya, Anda bisa menjadi pribadi yang baru.
Kebaruan ini, sarat tantangan. Merantau, menyadarkan kita apa kelebihan dan kekurangan kita karena kita dihadapkan pada kenyataan-kenyataan baru. Merantau, membuat seseorang relatif tangguh, karena diterjunkan dalam situasi serba baru. Perantau, umumnya segan minta tolong. Di situlah, kemauan menjadi lebih termotivasi. Perantau, rata-rata enggan berutang budi. Justru, karena ia orang baru, seorang perantau cenderung menanam jasa untuk banyak orang. “Investasi sosial” ini, pada saatnya berbuah kebaikan. Siapa sangka, banyak orang yang menyukai kepribadian kita, bernagsur-angsur, menjadi pendukung setia langkah kita menganyam kesuksesan. Jadi? Cobalah merantau, temukan jatidiri Anda yang tangguh, kreatif, dan cerdik menangkap peluang

Tidak ada komentar: