Jumat, 03 Mei 2013

SHALAT BERJAMA"AH

A
 
Shalat berjamaah diwajibkan dalam semua waktu berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَة مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ  (سورة النساء: 102)
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)." (QS. An-Nisa: 102)
Dalam ayat ini Allah mewajibkan shalat berjamaah saat berperang, maka apalagi jika saat damai.
Imam Bukhari meriwayatkan (no. 608), juga Muslim (1040), bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "
 لَقَدْ هَمَمْتُ أَن آمُرَ بِحَطَبٍ فَيَحْتَطِبُ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذِّنُ لَهَا ثُمَ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ ثُمَّ أُخَالِفُ إِلَى رِجَالٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحْرِقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
"Sungguh aku ingin minta diambilkan seikat kayu bakar, kemudian memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan azan shalat, lalu memerintahkan seseorang untuk menjadi imam shalat, kemudian aku mendatangi orang-orang yang tidak datang untuk shalat (berjamaah) untuk aku bakar rumaha-rumah mereka."
Dalam riwayat Muslim (1044), diriwayatkan bahwa seorang buta mendatangi Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidak ada seseorang yang menuntun saya ke masjid." Lalu dia minta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan shalat di rumahnya. Maka beliau memberinya keringanan. Namun ketika orang buta tersebut hendak pulang, beliau memanggilnya dan berkata, "Apakah engkau mendengar azan shalat?" Dia berkata, "Ya" Maka beliau berkata, "Kalau begitu, sambutlah (dengan datang shalat berjamaah di masjid)."
Hendaknya seorang muslim memelihara shalat berjamaah di masjid dalam semua waktunya, jangan sampai kesibukan dunia menghalangi dirinya dari shalat berjamaah.
Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (سورة المنافقون: 9)
"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi." (QS. Al-Munafiqun: 9)
Maka hendaklah anda menasehatkan bapak anda dan mengingatkannya dengan dalil-dalil yang sahih ini dengan cara yang bijak dan nasehat yang baik.
Hukum ini berlaku dalam shalat masalah shalat berjamaah pada shalat wajib lima waktu. Adapun Taraweh, maka perkaranya lebih ringan dari itu, karena dibolehkan bagi seorang muslim untuk melakukan shalat Taraweh di rumahnya, meskipun lebih utama adalah shalat berjamaah di masjid.
Tidak boleh bagi seorang muslim bersusah payah untuk bekerja urusan dunia jika harus mengorbankan ibadah dan shalatnya. Allah telah memberikan ciri orang-orang beriman, bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak terbuai oleh perdagangan mereka dan jual beli mereka sehingga lupa berzikir kepada Allah dan menegakkan shalat, sebagaimana firman-Nya,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآَصَالِ . رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأَبْصَارُ . لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ  (سورة النور: 36-38)
"(Mereka) bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.  (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Dan kumpulan ayat-ayat tersebut ditutup dengan firman Allah Ta'ala,
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas."
Hal ini sebagai isyarat bahwa hendaknya bagi orang yang sibuk berdagan dan bekerja dengan mengabaikan ketaatan kepada Rabbnya menyadari bahwa rizki di tangan Allah, Dia yang memberi rizki bagi siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas. Nabi shallallahu alaihi telah menjelaskan hal tersebut dalam sabdanya,
أَيُّهَا النَّاس ، اتَّقُوا الله وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، فَإِنَّ نَفْساً لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا ، وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرَّمَ
(رواه ابن ماجه، رقم  2144 ، من حديث جابر بن عبد الله رضي الله عنهما ، وصححه الشيخ الألباني في صحيح الترغيب، رقم 1698 )
"Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah, dan baguslah dalam mengajukan permintaan. Karena seseorang tidak akan meninggal sebelum dia memenuhi rizkinya. Siapa yang merasa rizkinya terlambat, bertakwalah kepada Allah dan bersungguh-sungguhlah meminta. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram."
 (HR. Ibnu Majah, no. 2144, dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dishahihkan oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Targhib, no. 1698)
Tidak ada halangan mengerahkan berbagai sebab untuk mencari rizki. Akan tetapi selayaknya bagi seorang muslim untuk berlebihan dalam bekerja sehingga menghabiskan seluruh waktunya dengan mengorbankan ketaatan dan kesehatannya dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Hendaknya dia bersungguh-sungguh dan selalu mendekat kepada Allah .
Kami berharap bapak anda memperhatikan apa yang kami sampaikan dengan seksama. Dan mohon kepada Allah Ta'ala agar memberinya hidayah kepada ucapan, perbuatan dan akhlak yang lebih baik serta memberinya rizki yang baik dan barokah.
Wallahua'lam. 


B
 
 
Pengertian Sholat Berjamaah & Manfaatnya | Pengertian Sholat Berjamaah | Manfaat dan Hikmah shalat berjamaah 
Shalat berjamaah merupakan syi'ar islam yang sangat agung, menyerupai shafnya malaikat ketika mereka beribadah, dan ibarat pasukan dalam suatu peperangan, ia merupakan sebab jerjalinnya saling mencintai sesama muslim, saling mengenal, saling mengasihi, saling menyayangi, menampakkan kekuatan, dan kesatuan.

Allah menysyari'atkan bagi umat islam berkumpul pada waktuwaktu tertentu, di antaranya ada yang setiap satu hari satu malam seperti shalat lima waktu, ada yang satu kali dalam seminggu, seperti shalat jum'at, ada yang satu tahun dua kali di setiap Negara seperti dua hari raya, dan ada yang satu kali dalam setahun bagi islam keseluruha seperti wukuf di arafah, ada pula yang dilakukan pada kondisi tertentu seperti shalat istisqa' dan shalat khusuf. Shalat berjamaah wajib atas setiap muslim yang mukallaf, laki-laki yang mampu, untuk shalat lima waktu, baik dalam perjalanan maupun mukim, dalam keadaan aman, maupun takut.
Manfaat dan Hikmah shalat berjamaah
Banyak umat Islam yang menganggap remeh urusan shalat berjamaah. Kenyataan ini dapat kita lihat di sekitar kita. Masih bagus mau shalat, pikir kebanyakan orang, sehingga tidak berjamaah pun dianggap sudah menjadi muslim yang baik, layak mendapat surga dan ridha Allah. Padahal, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dalam shahihain, sampai pernah hendak membakar rumah para sahabat yang enggan berjamaah. Kisah ini seharusnya dapat membuka mata kita betapa pentingnya berjamaah dalam melaksanakan rukun Islam kedua ini.
Jika mengamati hadits-hadits yang berkaitan dengan shalat berjamaah, barangkali kita dapat menyimpulkan sendiri bahwa hukum shalat berjamaah “nyaris” wajib. Bagaimana tidak, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan bahwa hanya ada tiga hal yang dapat menjadi alasan bagi kita untuk meninggalkan shalat berjamaah; hujan deras, sakit, dan ketiduran. Di luar itu, beliau akan sangat murka melihat umat Islam menyepelekan shalat berjamaah.
Perhatian besar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini cukup beralasan. Karena di dalam shalat berjamaah terdapat banyak hikmah dan manfaat bagi umat Islam, baik untuk maslahat dien, dunia, dan akhirat mereka. Berikut ini beberapa hikmah dan manfaat yang bisa diunduh umat Islam dari shalat berjamaah
1. Allah telah mensyariatkan pertemuan bagi umat ini pada waktu-waktu tertentu. 
Ada yang dilaksanakan secara berulang kali dalam sehari semalam, yaitu shalat lima waktu dengan berjamaah di masjid. Ada juga pertemuan yang dilaksanakan sekali dalam sepekan, yaitu shalat Jum'at. Ada juga yang dilangsungkan setelah pelaksanaan ibadah yang agung, dan terulang dua kali setiap tahunnya. Yaitu Iedul Fitri sesudah pelaksanaan ibadah puasa Ramadlan dan Iedul Adha sesudah pelaksanaan ibadah Haji. Dan ada juga yang dilaksakan setahun sekali yang dihadiri umat Islam dari seluruh penjuru negeri, yaitu wukuf di Arafah. Semua ini untuk menjalin hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama umat Islam, juga dalam rangka membersihkan hati sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
2. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah melalui pertemuan ini dalam rangka memperoleh pahala dari-Nya dan takut akan adzab-Nya.
3. Menanamkan rasa saling mencintai.
Melalui pelaksanaan shalat berjamaah, akan saling mengetahui keadaan sesamanya. Jika ada yang sakit dijenguk, ada yang meninggal di antarkan jenazahnya, dan jika ada yang kesusahan cepat dibantu. Karena seringnya bertemu, maka akan tumbuh dalam diri umat Islam rasa cinta dan kasih sayang.
4. Ta'aruf (saling mengenal). 
Jika orang-orang mengerjakan shalat secara berjamaah akan terwujud ta'aruf. Darinya akan diketahui beberapa kerabat sehingga akan tersambung kembali tali silaturahim yang hampr putus dan terkuatkan kembali yang sebelumnya telah renggang. Dari situ juga akan diketahui orang musafir dan ibnu sabil sehingga orang lain akan bisa memberikan haknya.
5. Memperlihatkan salah satu syi'ar Islam terbesar. 
Jika seluruh umat Islam shalat di rumah mereka masing-masing, maka tidak mungkin diketahui adanya ibadah shalat di sana.
6. Memperlihatkan kemuliaan kaum muslimin. 
Yaitu jika mereka masuk ke masjid-masjid dan keluar secara bersamaan, maka orang kafir dan munafik akan menjadi ciut nyalinya.
7. Memberi tahu orang yang bodoh terhadap syariat agamanya. 
Melalui shalat berjamaah, seorang muslim akan mengetahui beberapa persoalan dan hukum shalat yang sebelumnya tidak diketahuinya. Dia bisa mendengarkan bacaan yang bisa dia petik manfaat sekaligus dijadikan pelajaran. Dia juga bisa mendengarkan beberapa bacaan dzikir shalat sehinga lebih mudah menghafalnya. Dari sini, orang yang belum mengetahui tentang syariat shalat, khususnya, bisa mengetahuinya.
8. Memberikan motifasi bagi orang yang belum bisa rutin menjalankan shalat berjamaah, sekaligus mengarahkan dan membimbingnya seraya saling mengingatkan untuk membela kebenaran dan senantiasa bersabar dalam menjalankannya.
9. Membiasakan umat Islam untuk senantiasa bersatu dan tidak berpecah belah. Dalam berjamaah terdapat kekuasaan kecil, karena terdapat imam yang diikuti dan ditaati secara tepat. Hal ini akan membentuk pandangan berIslam secara benar dan tepat tentang pentingnya kepemimpinan (imamah atau khilafah) dalam Islam.
10. Membiasakan seseorang untuk bisa menahan diri dari menuruti kemauan egonya. Ketika dia mengikuti imam secara tepat, tidak bertakbir sebelum imam bertakbir, tidak mendahului gerakan imam dan tidak pula terlambat jauh darinya serta tidak melakukan gerakan bebarengan dengannya, maka dia akan terbiasa mengendalikan dirinya.
11. Membangkitkan perasaan orang muslim dalam barisan jihad, sebagaimana yang Allah firmankan,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ


"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. Ash Shaff: 4)
Orang yang mengerjakan shalat lima waktu dengan berjamaah dan membiasakan untuk berbaris rapi, lurus dan rapat, akan menumbuhkan dalam dirinya kesetiaan terhadap komandan dalam barisan jihad sehingga dia tidak mendahului dan tidak menunda perintah-peritnahnya.
12. Menumbuhkan perasaan sama dan sederajat dan menghilang status sosial yang terkadang menjadi sekat pembatas di antara mereka.

Di sana, tidak ada pengistimewaan tempat bagi orang kaya, pemimpin, dan penguasa. Orang yang miskin bisa berdampingan dengan yang kaya, rakyat jelata bisa berbaur dengan penguasa, dan orang kecil bisa duduk berdampingan dengan orang besar. Karena itulah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk menyamakan shaff (barisan) shalat. Beliau bersabda, "janganlah kalian berselisih yang akan menyebabkan perselisihan hati-hati kalian." (HR. Muslim)
13. Dapat terlihat orang fakir miskin yang serba kekurangan, orang sakit, dan orang-orang yang suka meremehkan shalat.

Jika terlihat orang memakai pakaian lusuh dan tampak tanda kelaparan dan kesusahan, maka jamaah yang lain akan mengasihi dan membantunya. Jika ada yang tidak terlihat di masjid, akan segera diketahui keadaannya, apakah sakit atau meremehkan kewajiban shalat berjamaah. Orang yang sakit akan dijenguk dan diringankan rasa sakit dan kesusahannya, sedangkan orang yang meremehkan shalat akan cepat mendapat nasihat sehingga akan tercipta suasana saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
14. Akan menggugah keinginan untuk mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shabatnya. Melalui shalat berjamaah, umat Islam bisa membayangkan apa yang pernah dijalani oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersama para shabatnya. Sang imam seolah menempati tempat Rasulullah yang para jamaah seolah menempati posisi sahabat.
15. Berjamaah menjadi sarana turunnya rahmat dan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
16. Akan menumbuhkan semangat dalam diri seseorang untuk meningkatkan amal shalihnya dikarenakan ia melihat semangat ibadah dan amal shalih saudaranya yang hadir berjamaah bersamanya.
17. Akan mendapatkan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda, sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "shalat berjamaah itu lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian." (HR. Muslim)
18. Menjadi sarana untuk berdakwah, baik dengan lisan maupun perbuatan. Berkumpulnya kaum muslimin pada waktu-waktu tertentu akan mendidik mereka untuk senantiasa mengatur dan menjaga waktu. 
 
 
 C
 
Di kalangan ulama memang berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
Tentu masing-masing pendapat itu ada benarnya, sebab mereka telah berijtihad dengan memenuhi kaidah istimbath hukum yang benar. Kalau pun hasilnya berbeda-beda, tentu karena hal ini adalah ijtihad. Sebab tidak ada lafadz yang secara eksplisit di dalam Al Quran atau hadits yang menyebutkan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya begini dan begini.
Yang ada hanya sekian banyak dalil yang masih mungkin menerima ragam kesimpulan yang berbeda. Dan sebenarnya hal seperti ini sangat lumrah di dunia fiqih, kita pun tidak perlu terlalu risau bila ada pendapat dari ulama yang ternyata tidak sejalan dengan apa yang kita pahami selama ini. Atau berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru kita selama ini.
Dan berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta dalil masing-masing, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam ilmu syariah.
1. Pendapat Kedua: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al Imam Asy Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatuth Thalibin karya Imam An Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain.
Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
Dari Abi Darda` Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya.” (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
Dari Malik bin Al Huwairits bahwa Rasulullah SAW, “Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam.” (HR.Muslim 292 – 674).
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR Muslim 650,249)
Al Khatthabi dalam kitab Ma`alimus Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
2. Pendapat Pertama: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al Fatawa Al Mashriyah halaman 50).
Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Siapa yang mendengar adzan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya.” (Al-Muqni` 1/193)
Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR Bukhari 644,657,2420,7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
3. Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. (silahkan periksan kitab Bada`ius-Shanai` karya Al Kisani jilid 1 halaman 76).
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al Malikiyah dalam kitabnya Al Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al Ahkam As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy Syarhu Ash Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR. Muslim 650,249)
Ash Shan`ani dalam kitabnya Subulus Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini:
Dari Abi Musa Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur.” (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)
4. Pendapat Keempat: Syarat Sahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taimiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al Muhalla jilid 4 halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At Tamimi, Abu Al Barakat dari kalangan Al Hanabilah serta Ibnu Khuzaimah.
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersaba, “Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.” (HR Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al Hakim 1/245)
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR Bukhari 644,657,2420,7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggilnya dan bertanya, “Apakah kamu dengar azan shalat?” “Ya,” jawabnya. “Datangilah,” kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . (HR Muslim 1/452).
 

Kamis, 02 Mei 2013

DAYUS

Hari ini begitu mudah kita melihat apabila terdapat segelintir lelaki yang bergelar suami hanya membiarkan isteri mereka mendedahkan aurat tanpa ada sebarang perasaan bersalah pun dihati si suami dan ada juga yang hanya membiarkan anak-anak mereka terjerumus ke lembah maksiat. Kadangkala ada yang membiarkan anak perempuannya tidak menutup aurat, ditambah dengan pakaian yang menjolok mata menjadi tatapan lelaki yang bukannya mahramnya.
 Lelalaki Dayus, terlalu banyak intipati dalam isu ini kerana tuntutan tanggungjawab wajib seorang suami dan ayah terlalu banyak untuk dibincangkan. Bagi meringkaskan tazkirah ini, ianya akan fokus kepada “Lelaki dayus yang tidak akan masuk ke surga yang dimaksudkan  Rasullullah s.a.w” sahaja dahulu.
.
Nabi s.a.w bersabda:
“Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat (bermakna tiada bantuan dari dikenakan azab) mereka di hari kiamat : Si penderhaka kepada ibu bapa, si perempuan yang menyerupai lelaki dan si lelaki DAYUS” – Riwayat Ahmad & An-Nasaie: Albani mengesahkannya Sohih : Ghayatul Maram, no 278″
Dalam sebuah hadith lain pula:
“Tiga yang telah Allah haramkan baginya Syurga : orang yang ketagih arak, si penderhaka kepada ibu bapa serta suami dan si Dayus yang membiarkan maksiat dilakukan oleh ahli keluarganya” – Riwayat Ahmad”
Malah banyak lagi hadith-hadith yang membawa makna yang hampir dengan dua hadith ini. Secara ringkasnya, apakah dan siapakah dimaksudkan sebagai lelaki dayus.

Apakah yang dimaksudkan dengan Dayus?

Dayus telah disebutkan dalam beberapa riwayat athar dan hadith yang lain iaitu:
1. Sabda Nabi:
Dari Ammar bin Yasir berkata,
ia mendengar dari Rasulullah SAW berkata :
“Tiga yang tidak memasuki syurga sampai bila-bila iaitu si dayus, si wanita yang menyerupai lelaki dan orang yang ketagih arak”
lalu sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, kami telah faham erti orang yang ketagih arak, tetapi apakah itu dayus?,”
berkata nabi : “Iaitu orang yang tidak memperdulikan siapa yang masuk bertemu dengan ahli keluarganya (Isteri dan anak-anaknya) – Riwayat At-Tabrani ; Majma az-Zawaid, 4/327 dan rawinya adalah thiqat.
Dari hadith di atas, kita dapat memahami bahawa maksud lelaki dayus adalah si suami atau bapa yang langsung tiada perasaan risau dan ambil endah dengan siapa isteri dan anaknya bersama, bertemu, malah sebahagiannya membiarkan sahaja isterinya dan anak perempuannya dipegang dan dipeluk oleh sebarangan lelaki lain.
2. Pernah juga diriwayatkan dalam hadith lain, soalan yang sama pernah diajukan dari sahabat lain tentang siapakah dayus, lalu Nabi menjawab (sepeti dibawah):
Apakah dayus itu wahai Rasulullah ?
Jawab Nabi : Iaitu seseorang lelaki yang membiarkan kejahatan (zina, buka aurat, bergaul bebas) dilakukan oleh ahlinya (isteri dan keluarganya)

Penerangan Ulama Tentang Lelaki Dayus

Jika kita melihat tafsiran oleh para ulama berkenaan istilah Dayus, ia adalah seperti berikut :-
“seseorang yang tidak ada perasaan cemburu (kerana iman) terhadap ahlinya (isteri dan anak-anaknya) (An-Nihayah,2/147 ; Lisan al-Arab, 2/150)


Dayus adalah dosa besar

Ulama Islam juga bersetuju untuk mengkategorikan dayus ini dalam bab dosa besar, sehingga disebutkan dalam satu athar :
“Allah telah melaknat lelaki dayus (laknat bermakna ia adalah dosa besar dan kerana itu wajiblah dipisahkan suami itu dari isterinya dan diharamkan bergaul dengannya) (Matalib uli nuha, 5/320)”
Walaupun ia bukanlah satu fatwa yang terpakai secara meluas, tetapi ia cukup untuk menunjukkan betapa tegasnya sebahagian ulama juga dalam hal kedayusan lelaki ini.
Petikan ini pula menunjukkan lebih dahsyatnya takrifan para ulama tentang erti dayus. Imam Az-Zahabi menerangkan berkenaan dayus dengan katanya :-
“Dayus, iaitu lelaki yang mengetahui perkara keji dilakukan oleh ahlinya dan ia sekadar senyap dan tiada rasa cemburu ( atau ingin bertindak), dan termasuk juga ertinya adalah sesiapa yang meletakkan tangannya kepada seorang wanita yang tidak halal baginya dengan syahwat” – Al-kabair, 1/45″

Ciri-Ciri Lelaki Dayus?

Secara mudahnya cuba kita lihat betapa ramainya lelaki akan menjadi dayus, berikut antaranya:
  • 1 Membiarkan kecantikan aurat, bentuk tubuh isterinya dinikmati oleh lelaki lain sepanjang waktu pejabat (jika kerja) atau di luar rumah, mahupun hanya mata yang menikmati
  • 2 Membiarkan isterinya balik lewat dari kerja yang tidak diketahui bersama dengan siapa (lelaki atau perempuan), serta apa tidak tanduknya di pejabat dan siapa yang menghantar
  • 3 Membiarkan aurat isterinya dan anak perempuannya dewasanya terlihat (terselak kain) ketika  menaiki motor atau apa jua kenderaan sepanjang yang menyebabkan aurat terlihat
  • 4 Membiarkan anak perempuannya ber’dating’ dengan tunangnya atau teman lelaki bukan mahramnya
  • 5 Membiarkan anak perempuan berdua-duaan dengan pasangannya di rumah kononnya ibu bapa ‘sporting’ yang memahami
  • 6 Menyuruh, mengarahkan dan berbangga dengan anak perempuan dan isteri memakai pakaian yang seksi di luar rumah
  • 7 Membiarkan anak perempuannya memasuki akademi fantasia, mentor, gang starz dan lain-lain yang sepertinya sehingga mempamerkan kecantikan kepada jutaan manusia bukan mahram
  • 8 Membiarkan isterinya atau anaknya menjadi pelakon dan berpelukan dengan lelaki lain, kononnya atas dasar seni dan lakonan semata-mata. Adakah semasa berlakon nafsu seorang lelaki di hilangkan?. Tidak sekali-sekali
  • 9 Membiarkan isteri kerja dan keluar rumah tanpa menutup aurat dengan sempurna
  • 10 Membiarkan isteri disentuh anggota tubuhnya oleh lelaki lain tanpa sebab yang diiktoraf oleh Islam (seperti menyelematkannya dari lemas dan yang sepertinya)
  • 11 Membiarkan isterinya melahirkan dengan dibidani oleh doktor lelaki tanpa terdesak dan keperluan yang tiada pilihan
  • 12 Membawa isteri dan anak perempuan untuk dirawati oleh doktor lelaki sedangkan wujudnya klinik dan hospital yang mempunyai doktor wanita
  • 13 Membiarkan isteri pergi kerja menumpang dengan teman lelaki sepejabat tanpa sebarang cemburu
  • 14 Membiarkan isteri kerap berdua-duan dengan pemandu kereta lelaki tanpa sebarang pemerhatian
  • 15 Membiarkan kemungkaran dan keingkaran ‘tanggungannya’ (isteri dan anak-anaknya yang derhaka)

APAKAH KITA TERMASUK D A Y U S ?

suami dan tanggungjawab mereka terhadap isteri mereka dan anak-anak perempuan mereka.
Sebenarnya, bab ini agak panjang kerana terlalu banyak tanggung jawab suami dan ayah terhadap ahli keluarganya. Cuma bagi memudahkan kefahaman, tulisan ringkas ini akan fokus kepada satu isu terlebih dahulu. Iaitu siapa itu lelaki dayus yang dimaksudkan oleh Nabi SAW tidak akan masuk syurga.
Nabi SAW bersabda :-
ثلاثة لا ينظر الله عز وجل إليهم يوم القيامة: العاق لوالديه، والمترجلة، والديوث. رواه أحمد والنسائي
Ertinya : Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat (bermakna tiada bantuan dari dikenakan azab) mereka di hari kiamat : Si penderhaka kepada ibu bapa, si perempuan yang menyerupai lelaki dan si lelaki DAYUS" ( Riwayat Ahmad & An-Nasaie: Albani mengesahkannya Sohih  : Ghayatul Maram, no 278 )
Dalam sebuah hadith lain pula :
 ثلاثةٌ قد حَرّمَ اللهُ - تَبَارَكَ وَتَعَالَى - عليهم الجنةَ : مُدْمِنُ الخمر ، والعاقّ ، والدّيّوثُ الذي يُقِرُّ في أَهْلِهِ الخُبْثَ . رواه أحمد والنسائي .
Ertinya : Tiga yang telah Allah haramkan baginya Syurga : orang yang ketagih arak, si penderhaka kepada ibu bapa dan Si Dayus yang membiarkan maksiat dilakukan oleh ahli keluarganya" ( Riwayat Ahmad )
Malah banyak lagi hadith-hadith yang membawa makna yang hampir dengan dua hadith ini. Secara ringkasnya, apakah dan siapakah lelaki dayus?
ERTI DAYUS
Dayus telah disebutkan dalam beberapa riwayat athar dan hadith yang lain iaitu :-
1)     Sabda Nabi : -
وعن عمار بن ياسر عن رسول الله قال ثلاثة لا يدخلون الجنة أبدا الديوث والرجلة من النساء والمدمن الخمر قالوا يا رسول الله أما المدمن الخمر فقد عرفناه فما الديوث قال الذي لا يبالي من دخل على أهله
Ertinya : Dari Ammar bin Yasir berkata, ia mendengar dari Rasulullah SAW berkata : " Tiga yang tidak memasuki syurga sampai bila-bila iaiatu Si DAYUS, si wanita yang menyerupai lelaki dan orang yang ketagih arak" lalu sahabat berkata : Wahai Rasulullah, kami telah faham erti orang yang ketagih arak, tetapi apakah itu DAYUS? , berkata nabi : "IAITU ORANG YANG TIDAK MEMPERDULIKAN SIAPA YANG MASUK BERTEMU DENGAN AHLINYA (ISTERI DAN ANAK-ANAKNYA) - ( Riwayat At-Tabrani ; Majma az-Zawaid, 4/327 dan rawinya adalah thiqat)
Dari hadith di atas, kita dapat memahami bahawa maksud lelaki DAYUS adalah si suami atau bapa yang langsung tiada perasaan risau dan ambil endah dengan siapa isteri dan anaknya bersama, bertemu, malah sebahagiannya membiarkan sahaja isterinya dan anak perempuannya dipegang dan dipeluk oleh sebarangan lelaki lain.
 
2) Pernah juga diriwayatkan dalam hadith lain, soalan yang sama dari sahabat tentang siapakah dayus, lalu jawab Nabi:-
قالوا يا رسول الله وما الديوث قال من يقر السوء في أهله
Ertinya : Apakah dayus itu wahai Rasulullah ?. Jawab Nabi : Iaitu seseorang ( lelaki) yang membiarkan kejahatan ( zina, buka aurat, bergaul bebas ) dilakukan oleh ahlinya ( isteri dan keluarganya) 
Penerangan Ulama Tentang Lelaki Dayus
Jika kita melihat tafsiran oleh para ulama berkenaan istilah Dayus, ia adalah seperti berikut :-
هو الذي لا يغار على أهله
Ertinya : "seseorang yang tidak ada perasaan cemburu (kerana iman) terhadap ahlinya (isteri dan anak-anaknya) (An-Nihayah,2/147 ; Lisan al-Arab, 2/150)
Imam Al-‘Aini pula berkata : "Cemburu lawannya dayus" ( Umdatul Qari, 18/228 )
Berkata pula An-Nuhas :
قال النحاس هو أن يحمي الرجل زوجته وغيرها من قرابته ويمنع أن يدخل عليهن أو يراهن غير ذي محرم
Ertinya : cemburu ( iaitu lawan kepada dayus ) adalah seorang lelaki itu melindungi isterinya dan kaum kerabatnya dari ditemui dan dilihat (auratnya) oleh lelaki bukan mahram " (Tuhfatul Ahwazi, 9/357)
Disebut dalam kitab Faidhul Qadir :
فكأن الديوث ذلل حتى رأى المنكر بأهله فلا يغيره
Ertinya : Seolah-olah takrif dayus itu membawa erti kehinaan (kepada si lelaki) sehingga apabila ia melihat kemungkaran (dilakukan) oleh isteri dan ahli keluarganya ia tidak mengubahnya"  ( Faidhul Qadir, 3/327 )
Imam Az-Zahabi pula berkata :-
فمن كان يظن بأهله الفاحشة ويتغافل لمحبته فيها فهو دون من يعرس عليها ولا خير فيمن لا غيرة فيه
Ertinya : Dayus adalah sesiapa yang menyangka ( atau mendapat tanda) bahawa isterinya melakukan perkara keji ( seperti zina) maka ia mengabaikannya kerana CINTAnya kepada isterinya , maka tiada kebaikan untuknya dan tanda tiada kecemburuan ( yang diperlukan oleh Islam) dalam dirinya" ( Al-Kabair, 1/62 )
Imam Ibn Qayyim pula berkata :-
قال ابن القيم وذكر الديوث في هذا وما قبله يدل على أن أصل الدين الغيرة من لا غيرة له لا دين له فالغيرة تحمي القلب فتحمى له الجوارح فترفع السوء والفواحش وعدمها يميت القلب فتموت الجوارح فلا يبقى عندها دفع البتة
Ertinya : Sesungguhnya asal dalam agama adalah perlunya rasa ambil berat (protective) atau kecemburuan ( terhadap ahli keluarga) , dan barangsiapa yang tiada perasaan ini maka itulah tanda tiada agama dalam dirinya, kerana perasaan cemburu ini menjaga hati dan menjaga anggota sehingga terjauh dari kejahatan dan perkara keji, tanpanya hati akan mati maka matilah juga sensitiviti anggota ( terhadap perkara haram), sehingga menyebabkan tiadanya kekuatan untuk menolak kejahatan dan menghindarkannya sama sekali.
Dayus adalah dosa besar
Ulama Islam juga bersetuju untuk mengkategorikan dayus ini dalam bab dosa besar, sehingga disebutkan dalam satu athar :
لَعَنَ اللَّهُ الدَّيُّوثَ ( وَاللَّعْنُ مِنْ عَلَامَاتِ الْكَبِيرَةِ فَلِهَذَا وَجَبَ الْفِرَاقُ وَحَرُمَتْ الْعِشْرَةُ)
Ertinya : Allah telah melaknat lelaki dayus ( laknat bermakna ia adalah dosa besar dan kerana itu wajiblah dipisahkan suami itu dari isterinya dan diharamkan bergaul dengannya) (Matalib uli nuha, 5/320 )
Walaupun ia bukanlah satu fatwa yang terpakai secara meluas, tetapi ia cukup untuk menunjukkan betapa tegasnya sebahagian ulama dalam hal kedayusan lelaki ini.
Petikan ini pula menunjukkan lebih dahsyatnya takrifan para ulama tentang erti dayus dan istilah yang hampir dengannya :
والقواد عند العامة السمسار في الزنى
Ertinya : Al-Qawwad ( salah satu istilah yang disama ertikan dengan dayus) di sisi umum ulama adalah broker kepada zina" (Manar as-sabil, 2/340 , rawdhatul tolibin, 8/186 )
Imam Az-Zahabi menerangkan lagi berkenaan perihal dayus dengan katanya :-
الديوث وهو الذي يعلم بالفاحشة في أهله ويسكت ولا يغار وورد أيضا أن من وضع يده على امرأة لا تحل له بشهوة
Ertinya : Dayus, iaitu lelaki yang mengetahui perkara keji dilakukan oleh ahlinya dan ia sekadar senyap dan tiada rasa cemburu ( atau ingin bertindak), dan termasuk juga ertinya adalah sesiapa yang meletakkan tangannya kepada seorang wanita yang tidak halal baginya dengan syahwat" (Al-kabair, 1/45 )
Cemburu Dituntut Islam  & Jangan Marah
Ada isteri yang menyalahkan suami kerana terlalu cemburu, benar cemburu buta memang menyusahkan, memang dalam hal suami yang bertanya isteri itu dan ini menyiasat, saya nasihatkan agar isteri janganlah memarahi suami anda yang melakukan tindakan demikian dan jangan juga merasakan kecil hati sambil membuat kesimpulan bahawa suami tidak percaya kepada diri anda. Kerap berlaku, suami akan segera disalah erti sebagai ‘tidak mempunyai kepercayaan' kepada isteri.
Sebenarnya, kita perlu memahami bahawa ia adalah satu tuntutan dalam Islam dan menunjukkan anda sedang memiliki suami yang bertanggungjawab dan sedang subur imannya.
Selain itu, bergembiralah sang suami yang memperolehi isteri solehah kerana suami tidak lagi sukar untuk mengelakkan dirinya dari terjerumus dalam lembah kedayusan. Ini kerana tanpa sebarang campur tangan dan nasihat dari sang suami, isteri sudah pandai menjaga aurat, maruah dan dirinya.
Nabi SAW bersabda :
من سعادة ابن آدم المرأة الصالحة 
Ertinya : "Dari tanda kebahagian anak Adam adalah memperolehi wanita solehah ( isteri dan anak)" ( Riwayat Ahmad, no 1445, 1/168 )
Memang amat beruntung, malangnya tidak mudah memperolehi isteri solehah di zaman kehancuran ini, sebagaimana sukarnya mencari suami yang tidak dayus. Sejak dulu, agak banyak juga email dari pelbagai golongan muda kepada saya menyebut tentang keterlanjuran mereka secara 'ringan' dan 'berat', mereka ingin mengetahui cara bertawbat.
'Ringan-ringan' Sebelum Kahwin 
Jika seorang bapa mengetahui 'ringan-ringan' anak  dan membiarkannya, ia dayus. Ingin saya tegaskan, seorang wanita dan lelaki yang telah 'ringan-ringan' atau 'terlanjur' sebelum kahwin di ketika bercinta, tanpa tawbat yang sangat serius, rumah tangga mereka pasti goyah. Kemungkinan besar apabila telah berumah tangga, si suami atau isteri ini akan terjebak juga dengan 'ringan-ringan' dengan orang lain pula.
Hanya dengan tawbat nasuha dapat menghalangkan aktiviti mungkar itu dari melepasi alam rumah tangga mereka. Seterusnya, ia akan merebak pula kepada anak-anak mereka, ini kerana benih 'ringan-ringan' dan 'terlanjur' ini akan terus merebak kepada zuriat mereka. Awas..!!
Dalam hal ini, semua suami dan ayah perlu bertindak bagi mengelakkan diri mereka jatuh dalam dayus. Jagalah zuriat anda.
Suami juga patut sekali sekala menyemak hand phone isteri, beg isteri dan lain-lain untuk memastikan tiada yang diragui. Mungkin ada isteri yang curang ini dapat menyembunyikan dosanya, tetapi sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan tertangkap jua.  Saya tahu, pasti akan ada wanita yang kata.
"habis, kami ini tak yah check suami kami ke ustaz?"
Jawabnya, perlu juga, cuma topic saya sekarang ni sedang mencerita tanggung jawab suami. Maka perlulah saya fokus kepada tugas suami dulu ye.
Cemburu seorang suami dan ayah adalah wajib bagi mereka demi menjaga maruah dan kehormatan isteri dan anak-anaknya.
Diriwayatkan bagaimana satu peristiwa di zaman Nabi
قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ : لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسّيْفِ غَيْرُ مُصْفِحٍ عَنْهُ ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه على آله وسلم فَقَالَ : أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ ؟ فَوَ الله لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ ، وَالله أَغْيَرُ مِنّي ، مِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ الله حَرّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن.

Ertinya : Berkata Ubadah bin Somit r.a : "Jika aku nampak ada lelaki yang sibuk bersama isteriku, nescaya akan ku pukulnya dengan pedangku", maka disampaikan kepada Nabi akan kata-kata Sa'ad tadi, lalu nabi memberi respond : "Adakah kamu kagum dengan sifat cemburu (untuk agama) yang dipunyai oleh Sa'ad ? , Demi Allah, aku lebih kuat cemburu (ambil endah dan benci demi agama) berbandingnya, malah Allah lebih cemburu dariku, kerana kecemburuan Allah itulah maka diharamkan setiap perkara keji  yang ternyata dan tersembunyi.. " ( Riwayat Al-Bukhari & Muslim )
Lihat betapa Allah dan RasulNya inginkan para suami dan ayah mempunyai sifat protective kepada ahli keluarga dari melakukan sebarang perkara keji dan mungkar, khasnya zina.
BILA LELAKI MENJADI DAYUS?
Secara mudahnya cuba kita lihat betapa ramainya lelaki akan menjadi DAYUS apabila :-
1) Membiarkan kecantikan aurat, bentuk tubuh isterinya dinikmati oleh lelaki lain sepanjang waktu pejabat (jika bekerja) atau di luar rumah.
2) Membiarkan isterinya balik lewat dari kerja yang tidak diketahui bersama dengan lelaki apa dan siapa, serta apa yang dibuatnya di pejabat dan siapa yang menghantar.
3) Membiarkan aurat isterinya dan anak perempuannya dewasanya terlihat (terselak kain) semasa menaiki motor atau apa jua kenderaan sepanjang yang menyebabkan aurat terlihat.
4) Membiarkan anak perempuannya ber'dating' dengan tunangnya atau teman lelaki bukan mahramnya.
5) Membiarkan anak perempuan berdua-duaan dengan pasangannya di rumah kononnya ibu bapa 'spoting' yang memahami.
6) Menyuruh, mengarahkan dan berbangga dengan anak perempuan dan isteri memakai pakaian yang seksi di luar rumah.
7) Membiarkan anak perempuannya memasuki akademi fantasia, mentor, gang starz dan lain-lain yang sepertinya sehingga mempamerkan kecantikan kepada jutaan manusia bukan mahram.
8) Membiarkan isterinya atau anaknya menjadi pelakon dan berpelukan dengan lelaki lain, kononnya atas dasar seni dan lakonan semata-mata. Adakah semasa berlakon nafsu seorang lelaki di hilangkan?. Tidak sekali-sekali.
9) Membiarkan isteri kerja dan keluar rumah tanpa menutup aurat dengan sempurna.
10) Membiarkan isteri disentuh anggota tubuhnya oleh lelaki lain tanpa sebab yang diiktoraf oleh Islam seperti menyelematkannya dari lemas dan yang sepertinya.
11) Membiarkan isterinya bersalin dengan dibidani oleh doktor lelaki tanpa terdesak dan keperluan yang tiada pilihan.
12) Membawa isteri dan anak perempuan untuk dirawati oleh doktor lelaki sedangkan wujudnya klinik dan hospital yang mempunyai doktor wanita.
13) Membiarkan isteri pergi kerja menumpang dengan teman lelaki sepejabat tanpa sebarang cemburu.
14) Membiarkan isteri kerap berdua-duan dengan pemandu kereta lelaki tanpa sebarang pemerhatian.
Terlalu banyak lagi jika ingin saya coretkan di sini. Kedayusan ini hanya akan sabit kepada lelaki jika semua maksiat yang dilakukan oleh isteri atau anaknya secara terbuka dan diketahui olehnya, adapun jika berlaku secara sulit, suami tidaklah bertanggungjawab dan tidak sabit 'dayus' kepad dirinya.
Mungkin kita akan berkata dalam hati :-
" Jika demikian, ramainya lelaki dayus di kelilingku"
Lebih penting adalah kita melihat, adakah kita sendiri tergolong dalam salah satu yang disebut tadi.
Awas wahai lelaki beriman..jangan kita termasuk dalam golongan yang berdosa besar ini.
Wahai para isteri dan anak-anak perempuan, jika anda sayangkan suami dan bapa anda, janganlah anda memasukkan mereka dalam kategori DAYUS yang tiada ruang untuk ke syurga Allah SWT.
Sayangilah dirimu dan keluargamu. Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.
Akhirnya, wahai para suami dan ayah, pertahankan agama isteri dan keluargamu walau terpaksa bermatian kerananya. Nabi SAW bersabda :
من قتل دون أهله فهو شهيد
Ertinya : "Barangsiapa yang mati dibunuh kerana mempertahankan ahli keluarganya, maka ia adalah mati syahid" ( Riwayat Ahmad , Sohih menurut Syeikh Syuaib Arnout)