Arief-1.CACAT PENGERINGAN KAYU DAN PENGUKURANNYA
Kegagalan dalam proses pengeringan kayu akan menyebabkan kerugian yang sangat
besar. Tujuan dari pengeringan kayu yakni mengeringkan kayu dalam waktu singkat,
sehingga memiliki berat yang ringan dimana pada saat pengangkutan ataupun
distribusi menjadi lebih mudah dan efisien, menjadikan kayu awet dengan kekuatan
yang maksimal serta mengurangi cacat pada kayu.
Cacat pada kayu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pada
kayu. Cacat-cacat pengeringan adalah sebuah cacat yang tidak tampak ketika kayu
dalam keadaan basah dan baru terlihat pada kayu yang telah dikenai proses
pengeringan kayu (2009, Tomi Listyanto). Cacat pada kayu akan berdampak ketika
kayu mulai diolah dalam proses pengerjaan, perekatan maupun finishing
(penyelesaian suatu produk kayu). Cacat kayu ini akan berdampak pada kualitas
produk yang akan digunakan baik secara fisik maupun mekanik.
Penyebab terjadinya cacat pengeringan :
a. Pemanasan oven dengan suhu yang terlalu tinggi dan dadakan sehingga energi
panas yang disalurkan menjadi kuat yang menyebabkan laju stres pada kayu
meningkat drastis
b. Model penumpukan pada kayu
Model penumpukan yang baik yakni dimana setiap kayu yang dikeringkan memiliki
ketebalan yang seimbang, dengan ganjal pemisah antar kayu juga memiliki
ketebalan yang sama sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan antar kayu yang
bisa menyebabkan kayu menjadi bengkok, retak dan sebagainya.
c. Sirkulasi suhu tidak seimbang menyebabkan tingkat stres pada kayu
Cacat selama pengeringan berbeda dengan cacat pada kayu (alami).
Penyebab terjadinya cacat kayu secara alami yakni :
a. Mata kayu (wood knots)
b. Bagian kayu gubal atau putih kayu (sap wood)
c. Kemiringan serat kayu utama pada papan
d. Serat lengkung
e. Serat bolak-balik (interlocking grain)
f. Serat gelombang (waving grain)
(1996, Dodong Budianto)
Macam-macam cacat pengeringan :
1. Kerusakan jaringan kayu
a. Retak permukaan
Retak permukaan terjadi karena penguapan air pada permukaan kayu dan kecepatan
pengeringannya yang berlebihan sehingga mempengaruhi transportasi air yang
bergerak dari tengah kayu ke arah tepi atau samping, yang nantinya menyebabkan
perbedaan gradien kadar air dimana pada bagian permukaan kayu memiliki kadar air
yang lebih rendah dibandingkan pada bagian tengah kayu dan mengakibatkan
permukaan kayu lebih cepat mengering. Penyebab retak permukaan ini penyebabnya
adalah permukaan kayu yang menjadi terlalu kering karena rendahnya kelembaban
relatif udara, tegangan tarik selama peneringan pada permukaan kayu yang
melebihi keteguhan tarik kayu tegak lurus arah serat menyebabkan retak permukaan
ini. Retak dpat juga terjadi pada saluran resin atau alur mineral.
Retak permukaan mengacu pada rusaknya dinding sel jari-jari pada permukaan
papan potongan tangensial yang tebal dan jarang dijumpai pada papan potongan
tangensial dengan ketebalan dibawah 2 cm. retak ini juga sering terjadi pada
kayu yang dikeringkan secara alami karena terpaan sinar matahari yang
berlebihan. Kayu yang telah mengalami retak permukaan pada pengeringan udara
sebaiknya jangan dibasahi atau dikenai kelembaban relatif yang tinggi sebelum
atau selama proses pengeringan didalam oven, sebab hal ini akan dapat membuat
retak tersebut menjadi lebih lebar, lebih dalam atau lebih panjang.
Pencegahannya adalah dengan mengoleskan oli pada ujung kayu atau lebih baik
menggunakan resin urea atau polyethiline glycol. Pada awal operasional, gunakan
temperatur rendah bila perlu, semprotlah dengan air (water spray) supaya
kelembaban udara cukup untuk membasahi permukaan kayu kemudian suhu dinaikkan
sedikit demi sedikit.
Kayu bercacat retak rambut tidak dapat dipakai untuk produk yang dicat, karena
bagian yang retak akan merusak permukaan cat pada saat kayu kembang susut oleh
udara sekitar.
b. Retak ujung dan pecah
Retak ujung terjadi karena perbedaan kecepatan menguapnya air pada arah
longitudinal, radial dan tangensial. Air bergerak keluar menguap lebih cepat
pada arah longitudinal dari pada kedua arah transversal, sehingga terjadi retak
ujung.
Untuk menghindari retak ujung perlu pemberian kelembaban relative yang tinggi
atau dengan pelapisan ujungnya. Ujung kayu mengalami pengeringan lebih cepat
dari pada bagian tengah kayu dan tegangan pengeringan terjadi pada ujung kayu.
Berdasarkan karakteristik kayu yaitu anisotropis kayu , maka retak pada ujung
kayu lebih banyak dan lebih besar pada kayu yang lebih tebal dan lebih lebar.
Oleh karena itu pelapisan kayu sangat penting pada permukaan ujung kayu yang
lebar dan tebal. Lebih efektifnya pelapisan dilakukan atau diberikan pada kayu
yang kondisinya masih basah (segar) dan belum mengalami retak ujung. Sedangkan
kayu yang sudah retak cara mengatasinya yaitu dengan cara diberi plat atau paku
S untuk menghindari retak lebih lanjut.
Pada kondisi yang sangat ekstrim maka retak ujung akan berubah menjadi pecah
ujung, karena pecah ujung merupakan proses lanjutan dari retak ujung. Cara
menghindarinya adalah melakukan pengaturan letak ganjal tepat di ujung kayu.
Pecah ujung juga dapat disebabkan oleh adanya tegangan pertumbuhan (growth
stress).
Cara mengatasinya perlu adanya upaya pelepasan tegangan pertumbuhannya
seperti perebusan atau steaming di awal proses.
c. Salah bentuk atau Kolaps
Cacat itu disebabkan karena adanya perubahan bentuk perataan atau kerusakan pada
sel-sel kayu . biasanya terjadi pada papan yang tidak tebal sehingga bentuk
papan menjadi bergelombang rapat dengan alur-alur yang tajam pada permukaannya.
Koleps bias disebabkan oleh adanya tegangan kompresi atau tekan pada lapisan
tengah kayu yang melebihi kekuatan tekan kayu atau bisa juga disebabkan oleh
adanya tegangan cairan dalam rongga sel yang penuh dengan air (Simpson ,1991).
Kedua kejadian tersebut umumnya terjadi pada awal pengeringan, namun baru
terlihat pada permukaan kayu beberapa saat kemudian. Koleps ini terjadi karena
suhu yang terlalu tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama pada awal
pengeringan, pada kayu yang sangat basah. Kayu yang sangat basah ini rongga
rongga sel kayunya penuh dengan air terutma pada kayu dengan kerapatan rendah.
Koleps dapat dipulihkan dengan pengkondisian kembali atau dengan cara menguapi
kayu. Pengkondisian dengan kadar air kayu rata-rata 15%, selama empat sampai
delapan jam dirasa cukup efektif untuk memulihkan koleps ini. Pemulihan koleps
juga dapat dilakukan dengan cara menguapi kayu, dengan suhu mendekati 1000c dan
kelembaban relatif 100%. Kerugian penguapan dengan cara ini adalah membuat oven
mudah berkarat, sehingga sebaiknya dihindari.
d. pecah dalam
Pecah dalam adalah rusaknya sel-sel kayu di bagian dalam, dimana membentuk suatu
celah didalam kayu melintang serat dan biasanya terjadi pada sel jari-jari.
Kerusakan yang terjadi dapat diketahui dengan cara memotong lebar arah melintang
kayu. Cacat dalam ini terjadi apabila suhu pengeringan terlalu tinggi dan lama
pada saat bagian dalam kayu masih memiliki kadar air yang tinggi sehingga
terjadi akibat tegangan tarik di dalam kayu yang terlalu besar yang mengalahkan
kekuatan tarik kayu. Oleh karena itu, pecah dalam dapat diminimalisir dengan
cara tidak menaikkan suhu terlalu tinggi pada kondisi segar atau basah yaitu
apabila air bebas di bagian dalam kayu belum menguap semua. Karenanya dalam
memantau kadar air tidak hanya dilakukan dengan nilai rata-rata sama tapi juga
dengan kadar air pada lapisan luar dan lapisan dalam kayu untuk mencegah
terjadinya pecah dalam. Pecah dalam juga bisa disebabkan karena retak permukaan
yang dalam dan retak ujung yang menutup kembali tapi masih terbuka dibawah
permukaan, ini sering disebut retak leher botol. Pecah dalam sukar dideteksi
pada awal proses pengeringan dan baru nampak pada proses permesinan.
e. Celah lingkaran tumbuh
Celah ini terjadi memanjang searah dengan lingkaran tumbuh atau diantara dua
lingkaran tumbuh. Penyebab dari cacat ini karena adanya tegangan internal yang
kuat yang merusak sel-sel sepanjang lingkaran tumbuh. Untuk menghindari dan
menguranginya maka perlu melapisi ujung kayu dengan lilin atau pelapis yang lain
sebelum kayu di keringkan.selain itu juga perlu diperhatikan penggunaan suhu
awal yang rendah dan kelembaban relative yang tinggi.
f. Pecah pusat batang
Pecah pusat batang terjadi karena adanya perbedaan penyusutan arah tangensial
dan arah radial pada sel-sel kayu disekitar pusat batang. Cacat ini tidak dapat
dihindari sehingga untuk mengurangi kerugian yang lebih besar maka pola
pemotongan yang memisahkan bagian tengah batang dengan bagian lainnya sebaiknya
dilakukan.
g. Mata kayu retak (knot)
Cacat kayu ini disebabkan adanya keberadaan mata kayu, tidak hanya karena
kenampakannya, tapi karena adanya perubahan arah serat akibat mata kayu. Retak
ini terjadi pada permukaan mata kayu pada sel jari-jari karena adanya perbedaan
penyusutan pada arah tangensial dan radisl pada mata kayu.
Retak umumnya terjadi pada awal pengeringan ketika kelembaban relative udara
terlalu rendah. Retak ini dapat dicegah dengan menggunakan kelembaban relative
yang lebih tinggi dan kadar air akhir yang lebih tinggi, meskipun mungkin sulit
untuk menghindarinya.
h. Mata kayu longgar
Mata kayu longgar muncul terutama pada mata kayu yamg terletak di dekat kulit
sehingga pada pengeringan akan menjadi longgar atau kurang kuat tertanamnya di
dalam kayu. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain kecepatan
pengeringan yang tinggi, perbedaan penyusutan antara daerah mata kayu dengan
daerah sekitarnya, dan juga mungkin disebabkan oleh resin disekitar mata kayu
yang membuat mata kayu mudah mengkristal dan rapuh(Hildebrand, 1970). Mata kayu
ini akan lepas biasanya pada saat dikerjakan karena pengaruh perlakuan mesin
pada kayu yang telah dikeringkan tersebut. Cacat ini tidak dapat dihindari,
hanya dapat dikurangi kerugiannya dengan pola pemotongan.
2. Melengkung
Cacat melengkung ini disebabkan karena pengaruh ketidakteraturan proses
penyusutan pada seluruh bagian permukaan kayu. Contohnya penyusutan pada bagian
arah lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar 2 kali lipat dari arah
radial. Berbagai macam cacat pelengkungan yaitu:
a. Bowing dan cuping, terjadi karena adanya perbedaan penyusutan pada arah
memanjang antara kedua permukaan atau kedua sisi atau perbedaan penyusutan pada
arah lebar antara kedua permukaan. Cara menghindarinya yaitu dengan cara
melakukan cara penumpukan yang baik terutama dalam penyusunan ganjal dan dan
pemberat di atas tumpukan.
b. Cooking. Cacat ini disebabkan karena adanya kayu juvenile bersama kayu dewasa
atau adanya kayu reaksi bersama-sama kayu normal. Kondisi kayu seperti ini sulit
untuk dihindari dan sulit untuk terdeteksi apabila sudah menjadi kayu gergajian.
Cara untuk mengurangi agar tidak terjadi cacat ini adalah dengan menumpuk rapat
arah ke samping semua kayu, tapi akan berakibat pada lambatnya proses
pengeringan.
c. Twist, terjadi karena akibat adanya serat memuntir. Cara mencegahnya yaitu
dengan penumpukan yang benar terutama peletakan ganjal dan pemberat.
d. Diamonding (bentuk berlian), terjadi apabila kayu persegi basah dengan
lingkaran tunbuh arahnya diagonal penampang kayu, sehingga arah diagonal yang
lain menjadi arah radial. Perbedaan penyusutan arah tangensial dan radial yang
terjadi pada arah diagonal penampang kayu mengakibatkan penampang kayu yang
kering menjadi bentuk berlian atau bentuk belah ketupat. Perlu diperhatikan juga
bahwa cacat ini tidak bisa dihindari.
3. Kadar air tidak seragam
Keadaan kayu seperti ini bisa disebabkan karena beberapa hal, antara lain adalah
kayu yang dikeringkan berasal dari lama penyimpanan yang berbeda serta jenis
kayu yang berbeda-beda. Tapi penyebab yang paling utama adalah tidak sempurnanya
proses equalizing dan conditioning pada proses pengeringan.
4. Perubahan warna
Perubahan warna kayu dapat berupa perubahan warna secara total atau berupa
noda-noda udara, yang sedikit banyak juga sampai ke dalam kayu. Noda-noda warna
pada permukaan kayu bisa dengan mudah untuk dihilangkan, yaitu dengan cara
menyerut kayu atau memasrah kayu, tapi apabila perubahan warna sampai ke dalam
maka akan sulit untuk dihilangkan. Penyebab utama perubahan warna kayu adalah
karena temperature tinggi dan uap yang tinggi yang menyebabkan zat tanin kayu
bereaksi sehingga terjadi proses oksidasi yang menyebabkan warna kayu berubah.
Apabila temperature semakin tinggi maka warna kayu akan semakin gelap. Cara
pencegahannya adalah dengan penggunaan temperature 60oC sesudah kayu mencapai
titik keseimbangan (20% - 25%) atau dengan cara proses uap atau penyemprotan air
untuk melembabkan udara dalam kamar.
Cara pengukuran cacat kayu
Untuk mengukur cacat kayu harus berdasarkan pada jenis cacat kayunya
1. Dengan cara mengukur panjang retakan yang ada pada permukaan kayu dan ujung
kayu serta dihitung jumlah retakan
2. Apabila terjadi pecahan pada ujung kayu maka panjang dan lebar pecahan diukur
serta dihitung jumlah pecahan
3. Apabila terjadi pecah dalam, maka kayu di belah dan di ukur panjang serta
lebar kayu.
4. Apabila terjadi koleps, maka cara mengukurnya yakni menghitung derajat
kelengkungan kayu serta mengukur kedalaman dan panjang serta lebar lengkungan.
Lalu dihitung berapa jumlah lengkungannya.
5. Apabila terdapat mata kayu, maka yang dikur adalah diameter kayu tersebut dan
dicari luas mata kayu.
Daftar Pustaka
Budianto, A. Dodong. 2001. Sistem Pengeringan Kayu. Semarang : Penerbit Kanisius
Listiyanto, Tomi. 2008. Pengeringan Kayu : Konsep Dasar dan Aplikasi
Teknologinya. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada
Arief-2 PENGERINGAN KAYU
Pada zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang ini, kayu merupakan bahan alam yang sangat melimpah dan masih sangat populer di kalangan masyarakat dunia, khususnya masyarakat indonesia yang merupakan negara tropis dengan hutan kayunya yang sangat luas. Penggunaan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masing sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Nilai ekonomi kayu dari waktu ke waktu naik karena beberapa hal antara lain karena permintaan kayu yang meningkat baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Di lain pihak karena tekanan penduduk dan program pembangunan nasional dengan cara mengkonversi lahan hutan menjadi lahan non hutan telah menurunkan jumlah luas kawasan hutan produksi yang menghasilkan kayu. Kedua, perubahan kondisi kawasan hutan tersebut di atas mengakibatkan penurunan penyediaan kayu atau pasokan kayu (wood supply) sehingga dengan meningkatnya permintaan kayu (wood demand) akan menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga kayu sebenarnya tidak hanya disebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan tetapi masih banyak faktor lain yang terlibat seperti biaya ekstraksi dari hutan atau biaya pembalakan kayu, biaya transportasi, biaya administrasi pengusahaan hutan untuk memproduksi kayu dan lain sebagainya.
Bila ditinjau dari jenis kayu yang diperdagangkan atau kayu-kayu yang banyak terdapat di pasaran, terutama kayu-kayu komersial, maka diperoleh gambaran perbedaan sifat–sifat kayu yang mencakup sifat fisika kayu, sifat kimia kayu, dan sifat pengerjaan kayu yang sangat berpengaruh dalam pengerjaan kayu sebagai benda higroskopis. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian perlakuan awal kayu, salah satunya dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah. Pengeringan kayu merupakan proses mengeluarkan air sebayak mungkin dari dalam kayu sehingga di dapat kadar air akhir yang sesuai dengan tujuan penggunaan kayu (Suranto, 2004). Prinsip penurunaan kadar air yang mempengaruhi kembang susut kayu ini yang nantinya akan digunakan pedoman dalam proses pengeringan kayu.
Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi kayu, perhatian masyarakat, produsen, atau konsumen sendiri terhadap kayu sangat kurang, terutama masalah pengeringan kayu. Pengeringan kayu ini sangat perlu diperhatikan dan banyak , diteliti karena banyak permasalahan yang timbul dari penggunaan kayu, kayu sebagai bahan konstruksi bangunan, bahan furniture, bahan kerajinan, dan sebagainya yang berkaitan dengan kadar airnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul dan mendapat banyak sorotan dari konsumen berskala besar, kecil, baik dalam negeri maupun luar negeri. Proses pengeringan kayu di indonesia masih sangat jarang dilakukan dan cenderung diabaikan sehingga pemakaian kayu yang terjadi sangat ekstrim, dari kayu bulat hasil tebangan langsung dikerjakan menjadi produk setengah jadi atau produk akhir. Tidak adanya perlakukan pendahuluan kayu atau sortimen kayu tersebut untuk menurunkan kadar air melalui proses pengeringan akan berakibat timbulnya cacat-cacat pada kayu atau cacat pada produk akhir seperti kayu melengkung, memuntir, retak, sulitnya pengerjaan kayu tersebut dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kayu atau produk akhir dari kayu tersebut yang natinya akan mempengaruhi harga kayu atau harga produk akhir kayu tersebut.
Tujuan
Kayu sebagai bahan alam yang populer, mudah didapat, dan murah mampu ditingkatkan nilai ekonominya melalui pemberian perlakuan awal dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah sehingga mudah dilakukan dan terjangkau bagi produsen maupun konsumen kayu.
Manfaat
Kayu melalui proses pengeringan dapat menurunkan kadar air kayu sehingga terbentuk dimensi kayu yang stabil, mudah dalam pengerjaannya, dan menghindari cacat pada kayu sehingga nilai ekonomi dan nilai pakai kayu akan meningkat sehingga harga jual kayu akan semakin tinggi.
Teori Pengeringan kayu
Pengeringan kayu adalah suatu proses pemindahan air dari dalam kayu oleh penguapan (Vlasov dkk,1968). Proses pengeringan ini akan berjalan sampai tercapai keseimbangan kadar air kayu dengan udara sekitarnya disebut juga dengan equilibrium moisture content (emc) (Rietz & Page, 1971).
Dengan adanya pengeringan kayu tersebut, maka dalam pengeringan kayu terdapat 2 aspek pokok yaitu pernindahan air dalam kayu ke permukaan kayu dan pemindahan air dari permukaan kayu ke atmosfer dengan cara penguapan (Brown & Bethel, 1965).
Pengeringan kayu dilakukan karena penggunaan. Kayu secara komersial selalu menghendaki pengurangan kadar air yang terdapat di dalam kayu, sedangkan tinggi rendahnya kadar air atau tujuan kadar air tergantung dengan penggunaan kayu tersebut (VIasov et al, 1968), umur pakai dan kekuatan kayu akan bertambah bila kayu dikeringkan terlebih dahulu, bahkan bila kadar air kayu dibawah 20%, mikrobia pembusuk dan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu tersebut (Brown & Bethel, 1965). Untuk kayu bangunan pada umumnya pengeringan kayu cukup hanya sampai kering udara saja dengan kadar air 12 19% untuk perkakas interior seperti meubel dan barang kerajinan yang memerlukan kadar air rendah dari kering udara, pengeringan secara alarni efektif untuk mengeringkan kayu sampai kadar air kering udara untuk kayu perkakas interior harus dikeringkan dengan menggunakan tanur pengering (Rietz & Page, 1971).
Proses pengeringan. disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis maka apabila kayu basah. dikeringkan maka air pengisi rongga. sel (air bebas) lebih dulu menguap. Proses selanjutnya adalah jika air bebas akan habis menguap semua, maka tinggal air yang berada dalam dinding sel (air terikat). Jika proses pengeringan dilanjutkan maka air terikat juga akan menguap. Saat itu kayu akan mengalami penyusutan (perubahan dimensi).
Kayu yang dikeringkan mempunyai banyak keuntungan daripada kayu yang dikeringkan begitu saja. Keuntungan kayu yang dikeringkan antara lain adalah :
1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik kekuatan. pukul (impact bending) kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 196 5, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994)
6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 197 1)
7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994)
8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena dapat dipotong pada ukuran yang tepat dengan. permukaan yang halus (Prayitno, 1994)
10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan. pengeringan menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin)
1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965).
2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965).
3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965)
4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang.
5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1)
6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan/sirkulasi Angin)
Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat.
a. Suhu udara
Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu
b. Kelembaban relatif
Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat
c. Sirkulasi udara
Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering
Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses I pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu.
Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat.
Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada di dalam pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara, dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan.
Metode metode pengeringan kayu
Menurut Yodhodibroto (1980), pengeringan kayu dibagi menjadi dua kelompok, yang meliputi pengeningan secara alami (natural drying) dan pengeringan secara buatan (artificial drying). Pengeringan alami adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur alam mernegang peranan yang penting. Unsur unsur tersebut meliputi panas yang berasal darl matahari, peredaran udara karena adanya hembusan angin, dan kelembaban relatif udara yang ada. Pengeringan buatan adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur yang berupa hasil budidaya manusia memegang peranan yang terbesar dalam proses pengeringan yang bersangkutan (Yudodibroto, 1982).
Menurut Oliveira dalam Hadikusumo (1986), menilai bahwa salah satu kunci suksesnya pengeringan dengan metode rumah kaca adalah ventilasi. Apabila ventilasi lebih sedikit, kelembaban udara dalam ruang pengering menjadi lebih tingi dan. memperlambat pengeringan, sebaliknya apabila ventilasi terlalu banyak maka udara dalam ruang pengering hampir atau sama dengan keadaaannya dengan udara di luar yang kering dan ini mempermudah timbulnya retak retak karena suhu yang lebih tinggi
1. Pengeringan Alami (Air drying / air seasoning)
Menurut Martawijaya (1976) pengeringan alami dapat dilakukan ditempat terbuka dan dibawah atap sehingga terlidung dari sinar matahari secara langsung, di tempat terbuka waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering kurang lebih 25 50% dari tempat terlindung. Sirkulasi udara di sekitarnya yang akan membawa keluar kelembaban dapat berjalan melalui tumpukan tersebut (Rietz dan Page,1971). Karena faktor alam yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengeringan, maka faktor iklim, cuaca, tata letak halaman pengering dan cara penumpukan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan secara alami (Kollman, 1968)
Pengeringan alami ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan pengeringan alami ini antara lain volume pengeringan dapat mencapai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan tanur pengening, biaya awal yang cukup murah (Rietz dan Page, 197 1). Adapun kerugiannya adalah hubungannya dengan faktor lingkungan yang tidak terkontrol (Rietz dan Page,1971). Se lain itu laju pengeringan yang sangat lambat
2. Pengeringan dengan Radiasi Sinar Matahari (solar drying)
Pada proses pengeringan kayu diusahakan agar radiasi sinar matahari dapat diserap sebanyak banyaknya oleh kayu. Dengan dapat diserapnya. energi matahari tersebut, proses pengeringan kayu dapat terjadi bahkan dapat dipercepat. Proses, ini terjadi karena disebabkan suhu yang berada di dalam alat pengering: dapat lebih tmggI bila dibandingkan dengan udara terbuka (Kollman, 1968). Pada. Pokoknya di dalam pengeringan yang menggunakan radiasi sinar matahari, yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sama dengan pada pengeringan alami. Faktor ada tidaknya matahari merupakan hal yang utama dalam proses pengeringan ini.
Keuntungan dari pengeringan sinar matahari menurut Chudnoff dkk (1966) yang dikutip oleh Yudodibroto dkk (1981) bahwa untuk mencapai kadar air 15%, pengeringan dengan menggunakan alat pengering radiasi sinar matahari membutuhkan waktu separuh hingga sepertiga kali lipat dari waktu yang dibutuhkan pada penggunaan alat pengering alami. Rata rata temperatur pada alat pengering alami dan radiasi sinar matahari berturut turut adalah 30,58 0C dan 33,12 0C. Sedangkan temperatur maksimum yang dapat dicapai pada kedua alat pengering tersebut adalah 37,0 0C dan 44 0C. Untuk memperkecil kelembaban relatif pada, alat pengering radiasi sinar matahari perlu adanya sistem ventilasi yang baik (Yudodibroto, 1981). Menurut Hadikusumo (1986), metode pengeringan dengan menggunakan. energi matahari sangat baik diterapkan di Indonesia yang kaya akan energi sepanjang tahun.
Cacat cacat pengeringan kayu
Cacat cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena. kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama.
Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan. memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan. menggunakan ganjal ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya. Penyusutan arah longitudinal pada kayu. reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu. normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu. reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari cacat retak dengan melabur kedua ujung papan kayu. dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan. antara lain perubahan warna. kayu, merusak kayu, kekuatan kayu. berkurang Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kirnia.
Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu. yang terIalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Pelengkungan pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu.
Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan clapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Cartwright dan Findlay dalam Supriana (1976), menerangkan bahwa keadaan yang paling menguntungkan perkembangan jamur blue stain adalah waktu kayu yang sedang dikeringkan secara lambat. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkanya dengan cepat.
PEMBAHASAN
Permasalahan yang Dihadapi oleh Pengrajin Kayu
Pengeringan kayu yang terdapat di lingkungan masyarakat masih sangat kurang sekali diperhatikan, sampai pada pengrajin kayu di sekitar kampus Universitas Gadjah Mada dan jalan Rongroad Utara yang kami temui dan kami pantau mengenai pemberian perlakuan pengeringan untuk sebelum kayu tersebut dikerjakan menjadi rak-rak buku, almari, meja belajar, dan sebagainya. Kayu yang digunakan rata-rata berasal dari kayu sengon, mindi, nangka, dll. Jenis kayu-kayu tersebut memang jenis kayu-kayu yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Produk yang diciptakan bagus menarik dengan bentuk ukuran yang bervariasi sesuai selera konsumen yang rata-rata sebagaian besar konsumennya adalah mahasiswa.
Sebelum pengerjaan kayu menjadi produk yang akan dipasarkan, kayu-kayu yang telah dikirim dari industri penggergajian kayu tersebut hanya ditumpuk begitu saja tanpa adanya proses pengeringan. Penumpukan yang tidak benar akan menyebabkan kerusakan bentuk atau cacat bentuk akibat penumpukan karena distribusi berat penumpukan yang tidak merata. Selain itu kadar air di dalam kayu yang relatif tinggi masih sangat tinggi menyebabkan perubahan dimensi kayu yang sangat besar. Hal ini menyebabkan cacat bentuk kayu, diantaranya kayu menjadi melengkung, memuntir, membusur, mencawan, dan sebagainya sehingga kayu-kayu tersebut menjadi sulit dalam pengerjaannya dan mempengaruhi bentuk, tekstur dari kayu tersebut setelah menjadi produk akhir yang berakibat pada retak, pecah. Masalah seperti ini sangat kurang diperhatikan oleh pengrajin kayu dan hal ini baru disadari setelah terbentuk menjadi produk akhir.
Permasalahan juga timbul dari segi warna corak kayu yang berbeda akibat serangan jamur atau cendawan yang biasanya menyerang kayu tersebut ketika dalam proses penumpukan kayu, misalnya jamur pelapuk, jamur penoda,dll. Jamur atau cendawan tersebut menyerang kayu karena adanya kondisi yang mendukung untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan kondisi kadar air yang masih relatif tinggi. Warna yang timbul biasanya berbeda dengan warna kayu asli, misalnya warna kayu permukaan kayu menjadi biru disebabkan karena jamur penoda permukaan kayu yaitu blue stain. Perbedaan warna ini nantinya yang akan mempengaruhi corak permukaan kayu ketika dalam pemberian pelapis kayu seperti pelitur, melamin, atau pernis manjadi jelek.
Kekuatan kayu atau umur pakai kayu juga aspek yang perlu diperhatikan sebagai fungsi dari nilai ekonominya. Kayu yang sifat mekanika atau kekuatannya tinggi dan umur pakainya lama akan mempengaruhi harga kayu tersebut. Kayu yang tidak dikeringkan kekuatanya mekanikanya akan rendah dan umur pakainya akan pendek. Kayu yang mengandung kadar air relatif tinggi di dalamnya msih mengandung banyak air dan karapatannya relatif renggang sehingga ikatan di antara sel kayu juga renggang. Kadar air yang relatif tinggi juga memacu serangan dari organisme perusak kayu untuk menyerang kayu tersebut, baik itu jamur, cendawan, ataupun serangga.
Hal-hal di atas merupakan fakta yang terdapat lingkungan proses pengerjaan kayu yang dilakukan oleh pengrajin kayu di daerah kampus Universitas gadjah Mada yang perlu diperhatikan dan dibantu dengan timbulnya masalah tersebut.
Solusi Metode Pengeringan yang Baik, Mudah, dan Murah
Solusi yang terbaik adalah kombinasi pengeringan kayu secara alami dengan pengeringan menggunakan metode radiasi sinar matahari sebagai salah satu faktor utama pengering yang dapat diperoleh secara mudah dan alami. Metode ini merupakan metode gabungan yang dapat dimaksimalkan untuk memperoleh proses pengeringan yang bertahap atau relatif cepat, mudah dilakukan, dan memerlukan biaya yang murah.
Rancangan dari proses pengeringan kombinasi ini dapat dibuat dengan membuat tempat penumpukan di atas tanah dengan pembuatan rumah-rumahan seluas dimensi kayu yang akan dikeringkan dengan bentuk penumpukan dibaringkan sejajar permukaan tanah atau dimiringkan dengan sudut kemiringan tertentu di dalam rumah pengeringan tersebut. Kayu yang akan ditumpuk dibaringkan secra teratur sesuai dengan luas rumah pengeringan, setiap tumpukan arah ke atas kayu diberi ganjal agar terdapat sela-sela di antara tumpukan kayu. Bentuk penumpukan dilakukan secara berbaring dengan bentuk kubus atau persegi (box-piled). Bentuk dan cara pengeringan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu bentuk tumpukan kayu ini mempunyai proses mengering yang bertahap engan tidak merusak bentuk atau dimensi kayu sehingga kualita dari kayu tersebut masih tetap terjaga.
Bentuk dari rumah pengeringan ini mirip seperti rumah biasa dengan diberi tiang pada keempat sisi rumah pengeringan sehingga rumah tidak berhubungan langsung dengan tanah karena bila terjadi serangan rayap atau serangga yang lain cepat dapat segera dideteksi atau diketahui. Selain itu tidak terpangaruh oleh kondisi tanah, baik kelembaban maupun air yang tergenang pada saat musim hujan. Konstruksi rumah pengeringan yang bagus dan murah terbuat dari seng, fiber, atau bahan-bahan yang mudah menyerap panas dari radiasi sinar matahari.
Letak rumah pengeringan harus melintang terhadap posisi peredaran matahari pada sisi panjangnya untuk mengurangi penguapan pada ujung kayu.
Ganjal yang digunakan pada proses pengeringan ini harus benar-benar kering sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan kayu yang akan dikeringkan dan kuat. Selain itu dimensi ganjal harus disesuaikan dengan dimensi kayu yang akan dikeringkan sehingga pada proses penumpukan terjadi distribusi berat tumpukan secara merata dan tidak terjadi cacat selama penumpukan pada proses pengeringan ini.
Metode atau cara pengeringan yang baik, mudah, dan murah seperti ini dapat dijadikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kayu tersebut
KESIMPULAN
1. Pengeringan kayu merupakan proses awal yang sangat penting bagi kayu dan menjawab permasalahan tentang sifat-sifat kayu yang buruk yang berpengaruh terhadap kualitas kayu bagi pengrajin kayu di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada dan di Jalan Ringroad Utara.
2. Proses pengeringan yang baik, mudah, dan murah dapat dilakukan dengan metode pengringan kayu dengan kombinasi metode pengeringan kayu secara alami dan metode pengeringan kayu dengan radiasi sinar matahari dengan pembuatan rumah pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Dry Kiln Operator’s Manual, Edited by William T. Simpson, Research Forest Products Technologist, United States Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory , Madison, Wisconsin, Revised August 1991, Agriculture Handbook 188.
Wood handbook—Wood as an Engineering Material. Forest Products Laboratory. 1999. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory.
Haygreen, J.G., and Bowyer, J.L., 1996, Forest Product and Wood Science, 3rd Edition, Iowa University Press, Iowa.
Kollmann, F. F. P., dan Cote, W. A., 1968, Principles of Wood Science and Technology, Jilid 1, Solid Wood, Springer-Verlag, New York.
Martawijaya, A., dkk., 1981, Atlas Kayu Indonesia, Jilid 1, Dephut, Balitbang Kehutanan, Bogor.
Panshin, A. J., dan de Zeeuw. C., 1980, Textbook of Wood Technology, 4th Edition, McGraw-Hill Book Co., New York.
Arief-3 Pemasangan Stick
Tujuan dari pemasangan sticker/ganjal adalah memisahkan papan/sortimen kayu yang ditumpuk sehingga udara dapat melewati tumpukan papan kayu tersebut dengan bebas dan mampu menguapkan kandungan air di dalam papan dengan lebih baik. Sticker harus dipilih agar didalam proses pengeringan, kayu yang ditumpuk terhindar dari cacat perubahan bentuk (warp) ataupun dari jamur (stain). Beberapa pertimbangan penggunaan sticker antara lain jenis, kualitas, kadar air, ukuran,dan cara peletakannya didalam tumpukan.
1. Jenis kayu, kualitas dan kadar air
Jenis kayu yang dipilih sebaiknya jenis kayu yang berkualitas baik, keras, tidak mudah patah, punya tingkat keawetan yang panjang. Memang, dengan pilihan tersebut maka investasi biaya di awal cukup tinggi. Namun mempertimbangkan penggunaannya yang lama dan berkali-kali, jatuhnya biaya penggunaan akan rendah. Kayu yang dipakai sebaiknya bebas cacat dan berserat lurus. Kadar air kayu sebaiknya sudah kering angin sehingga tidak terjadi perubahan dimensi saat proses pengeringan dan juga mengurangi potensi terserangnya jamur pada area kontak dengan kayu/papan yang ditumpuk.
2. Ukuran
Prinsip dasarnya adalah ukuran sticker harus mampu menopang berat kayu yang ditumpuk dan memberikan runag antar papan yang cukup sehingga udara dapat mengalir melewati kayu dengan baik. Untuk lebar sebaiknya berkisar antara 2-4 cm, sedangkan untuk tinggi berkisar 2-3 cm. Namun demikian ukuran tersebut bisa saja berubah susai dengan pengalaman operator, baik untuk tujuan mengurangi atua menambah kecepatan proses pengeringan. Ukuran ganjal yang terlalu lebar akan mengakibatkan kontak dengan kayu yang dikeringkan makin luas, sehingga mempertinggi proses terserangnya jamur karena area kontak akan sulit keluar airnya. Untuk mengatasi ini, sticker sering didesain dengan bentuk permukaan seperti huruf U sehingga area kontak dapat terkurangi. Resikonya kemampuan menopang beban sedikit berkurang. Untuk ketebalan sticker, diperlukan pertimbangan apakah ingin mengeringkan dengan cepat atau lambat. Semakin tipis sticker maka jumlah volume udara yang lewat akan semakin kecil sehingga kemampuan menguapkan air dari dalam kayu juga lebih kecil. Namun, dengan sticker tipis maka jumlah kayu yang dikeringkan akan semakin banyak.
3. Letak dan jarak spasi
Sticker sebaiknya diletakkan pada posisi yang membuat kayu/papan yang ditumpuk terhindar dari cacat-cacat kayu seperti perubahan bentuk (warp) dan retak/split. Di bagian ujung papan sebaiknya diletakkan ganjal/sticker sehingga akan mengurang terjadinya retak ujung/pecah. Penentuan jarap spasi antar sticker sangat tergantung dengan tebal kayu yang dikeringkan, dan perilaku kayu yang dikeringkan terhadap kemungkinan retak atau pecah. Jarak spasi akan semakin melebar untuk kayu yang tebal, namun akan semakin memendek jika kayu mudah retak atau mudah pecah. Jarak 50-60 cm sering/umum digunakan. Hal penting selanjutnya adalah susunan sticker harus lurus dari bawah ke atas, karena kalau tidak justru akan mengkaibatkan kayu melengkung, retak atau terjadi perubahan bentuk. Penggunaan panduan menyusun sticker (mal) baik digunakan untuk mempertahan kelurusan tumpukan. Pemberian beban lebih dari 1 ton diatas tumbukan yang terdistribusi merata juga akan membantu kayu yang ditumpuk tidak mudah berubah bentuk.
Sticker yang sedang tidak dipakai sebaiknya disimpan dengan baik, sehingga terjaga kekeringannya dan bentuknya tidak rusak
Arief-4.PENGERINGAN OVEN DAN KIPAS ANGIN
Industri perkayuan terus-menerus berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia terhadap kayu/papan yang terus meningkat. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permintaan terhadap kayu yang tinggi adalah dengan peningkatan kualitas kayu olahan industri sehingga kayu yang diproduksi memiliki keawetan, kekuatan dan ketahanan yang tinggi yang secara perlahan dapat mengurangi pemborosan dalam konsumsi kayu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kayu/papan olahan adalah dengan meningkatkan kualitas pengeringan kayu karena Kadar Air (KA) yang terdapat di dalam kayu sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu seperti kekuatan dan kemudahan pengerjaan kayu.
Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara atau atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan kadar air, letaknya air dalam kayu dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu. Dengan sifat ini, maka kayu dapat mengembang pada kondisi musim hujan atau pada kelembaban tinggi dan dapat menyusut pada kondisi musim kemarau atau pada kelembaban rendah, bila kayu tersebut belum dikeringkan pada saat penggunaan (Haygreen, 1993).
Pengeringan kayu dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses pengeluaran kandungan air dari dalam kayu. Ukuran ideal proporsi air diukur dengan cara menentukan Moisture Content (MC) atau kadar kelembaban di dalam ukuran persen (%). Proporsi yang baik adalah apabila MC berada pada level 8 – 12%. Kondisi ini mengindikasikan kayu yang cukup kering dan baik sehingga kemungkinan kayu untuk menyusut sangat kecil. Adapun persentase MC ini dapat diperoleh dikarenakan di dalam kayu terdapat unsure yang padat dan air yang sekaligus pengikat pori-pori. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengeluarkan kandungan air tersebut ke udara (Viklund, 2008a)
Keuntungan yang diperoleh apabila kayu dalam kondisi kering adalah:
1. Lebih ringan, dalam proses distribusi perhitungan harga dan aspek lain ini berarti mengurangi biaya produksi
2. Lebih kuat, melalui beberapa cara pengujian kayu kering terbukti lebih kuat dari kayu basah
Lebih awet, kayu yang basah berarti terdapat air yang bias menjadi modal hidup mahkluk lain seperti serangga, jamur, dan mereka adalah musuh utama kayu
3. Pengerjaan lebih mudah, proses perekatan akan lebih baik karena pada kayu kering perekat memiliki tempat untuk meresap pada kayu
4. Proses finishing atau pelapisan akhir akan menjadi lebih baik tanpa adanya resiko penguapan setelah produk jadi(Viklund, 2008a).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul Pengeringan dengan Kipas Angin dan Oven adalah untuk membandingkan kadar air yang diperoleh dengan metode oven dan metode kipas angin.
TINJAUAN PUSTAKA
Industri kayu, seperti industri mebel dan kayu lapis, memerlukan proses pengeringan kayu. Proses ini begitu penting untuk memenuhi standar mutu. Pengeringan yang salah bisa mengakibatkan kayu rusak, bengkok atau retak-retak. Untuk mendapatkan bagan pengeringan yang tepat bagi suatu jenis kayu, maka sifat pengeringannya harus diketahui. Sifat pengeringan tersebut diperlukan untuk menetapkan kisaran suhu dan kelembaban yang optimal agar waktu pengeringan lebih efisien dan kualitas kayunya terjaga. Sifat pengeringan yang perlu diamati yaitu pecah ujung, pecah permukaan yang terjadi pada kadar air di atas titik jenuh serat (Ka. ± 30%), pecah pada bagian dalam kayu (internal checks/honeycomb) dan perbedaan dimensi tebal pada jarak 1-2 cm dari satu permukaan ujung kayu (deformation). Sedangkan sifat penunjang lainnya adalah kadar air awal dan kualitas fisik kayu/dolok (Basri dan Yuniarti, 2006).
Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan air atau kelembapan. Suatu petunjuk, bahwa kelembapan kayu sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara di sekitarnya akan makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air kedalam kayu itu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang dan menyusut (Dumanauw, 2003).
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering udara adalah kondisi kayu dalam keadaan kering udara, yang mana pada kondisi ini kayu tidak menyerap atau melepas air. Dengan demikian bila digunakan untuk komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami pengembangan maupun penyusutan, kalaupun terjadi sangat kecil, sehingga tidak merusak elemen bangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu kayu bangunan sebelum digunakan harus diketahui terlebih dahulu kadar airnya. Kadar air kayu yang aman untuk penggunaan pada bangunan adalah kadar air kering udara, untuk Indonesia sekitar 15% - 20%.
Kadar air yang terdapat di dalam kayu terdiri dari :
1.Air bebas adalah air yang terdapat di dalam rongga-rongga sel, yang paling mudah dan terlebih dahulu keluar. Air bebas ini tidak mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu.
2.Air terikat adalah air yang berada dalam dinding-dinding sel kayu, sangat sulit untuk dilepas. Air terikat inilah yang dapat mempengaruhi sifat kayu misalnya penyusutan. Bila air bebas telah keluar dan kondisi dinding sel jenuh air, maka dapat dikatakan kayu telah mencapai kadar air titik jenuh serat (fiber saturation point). Tingkatan titik jenuh serat untuk semua jenis kayu tidak sama, hal ini dikarenakan adanya variasi susunan kimiawi kayu. Titik jenuh serat kayu pada umumnya berkisar antara kadar air 25 – 30 % (Haygreen,1993).
Tahap pengeringan di bawah titik jenuh serat sangat riskan karena pada tahap ini, kayu mulai melepaskan kandungan air terikatnya. Bila kandungan air terikat dalam dinding sel mulai terevaporasi, kayu pun akan bergerak menyusut. Saat kayu menyusut yang harus diwaspadai adalah perubahan bentuk. Proses evaporasi harus dikendalikan agar tetap merata pada keselurahan permukaan kayu sehingga tidak terjadi perbedaan ketegangan dalam kayu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Temperatur dan kelembaban relative dikendalikan dengan gradien pengeringan yang tidak terlalu besar. Kadar air 21 % - 30 % harus dapat diturunkan lagi sampai kadar air akhir 6 % - 8 %, sesuai dengan kebutuhan. Temperatur yang digunakan untuk kayu yang mempunyai kandungan zat ekstraktif, sebaiknya antara 55oC – 60oC, untuk menghindarkan noda-noda warna atau perubahan warna kayu.
Pengeringan kayu dapat dilakukan dengan cara alami maupun dengan menggunakan kiln/ tanur pengering. Pengeringan secara alami yaitu dengan menggunakan tenaga alam/ udara (matahari), biayanya relative murah, pelaksanaannya mudah tanpa memerlukan tenaga ahli dan kapasitasnya tidak terbatas. Namun kerugiannya adalah waktu yang diperlukan untuk mengeringkan relatif lama, memerlukan areal yang cukup luas, cacat pengeringan yang timbul sulit diperbaiki dan kadar air akhir yang dicapai masih terlalu tinggi. Sedangkan pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Proses pengeringan kayu secara umum ada beberapa tahap, yaitu pemanasan awal (preheating), pengeringan sampai titik jenuh serat, pengeringan sampai kadar air akhir, pengkondisian (conditioning), pemerataan atau penyamaan kadar air kayu (equalizing), dan pendinginan (colling down).
Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas dua golongan yatun faktor dalam dan faktor luar.
Faktor luar terdiri dari;
1.Suhu , pada keadan dimana kelembapan relatif udara tetap maka makin tinggi suhu makin cepat jalannya pengeringan.
2.Kelembapan udara, dalam keadaan suhu yang tetap maka makin rendah kelembapan udara makin cepat jalannya pengeringan.
3.Sirkulasi udara, peredaran udara yang baik menyebabakan udara yang basah dan dingin yang mengandung uap air dialirkan dan diganti dengan udara yang kering dan panas sehingga mempercepat jalannya pengeringan.
Faktor dalam terdiri dari;
1.Jenis kayu , pada umumnya kayu daun lebar lebih lambat kering daripada kayu daun jarum.
2.Kadar air permulaan , makin basah kayu pada saat permukaan dikeringkan makin lama pengeringannya.
3.Perbedaan kayu gubal dan kayu teras, pada bagian kayu gubal lebih cepat mengering daripada kayu teras.
Ketebalan kayu, dimana kayu yang tebal lebih lama mengering daripada kayu yang tipis
Pengeringan kayu dapat dilakukan secara alami (air drying) ataupun secara buatan (dehumidifier atau kiln drying). Pada metode alami, kondisi cuaca sangat menentukan kecepatan kayu mongering. Sedangkan pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12% (Dephutbun RI, 1998).
Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah. Perubahan ini menyebabkan kayu akan menyesuaikan kondisi kadar airnya dengan kondisi udara disekitar kayu (Budianto, 1996).
Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Ada dua macam kipas pada sistem pengeringan ini, yaitu:
Sistem kipas aksial (axial fans). biasanya kapasitas muatnya di atas 25 m3 —250 m3,
Sistem kipas radial (radial fans), kapasitas muatnya di bawah 25 m3.
(Budianto, 1996).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan praktikum pengeringan kayu yang berjudul “Pengeringan kayu dengan kipas angin dan oven” ini dilaksanakan selama 6 minggu yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 20 Oktober 2009 sampai Sabtu 21 September 2009 yang bertepatan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
1. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu durian (Durio zibethinus) dan air.
2. Adapun a€lat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Oven sebagai alat untuk mengeringkan kayu
Kipas angin sebagai alat untuk mengeringkan kayu
Penggaris untuk mengukur dimensi kayu
Neraca elektrik sebagai alat untuk menimbang berat kayu
Prosedur Percobaan
Pengeringan dengan Metode Oven
1. Disediakan contoh uji kayu
2. Direndam selama 24 jam
3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan
4. Dimasukkan ke dalam oven
5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari.
Pengeringan dengan Metode Kipas Angin
1. Disediakan contoh uji kayu
2. Direndam selama 24 jam
3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan
4. Dikipas anginkan dengan kecepatan sedang
5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari. Setiap 2 hari digeser letak kayu pada kipas angin berdasarkan kelompok.
Pembahasan
Kadar air yang hilang pada perlakuan oven tertinggi terjadi pada hari terakhir sebesar 79,78%, sedangkan kipas angin terjadi kehilangan kadar air tertinggi pada dua hari sebelum minggu terakhir dengan nilai 38,39%. Berdasarkan hasil yang didapat dapat diambil kesimpulan jika bobot kayu menurun maka nilai kadar air yang hilang akan semakin tinggi, dan nilai kadar air sebenarnya akan dapat diketahui jika nilai kadar air kayu diamati diawal sampai konstan dan ditetapkan sebagai nilai kadar air dengan menggunakan berat kering tanur estimate untuk dapat mengetahui pengembangan kadar airnya per dua hari.
Penurunan kadar air di tiap perlakuan per dua harinya meningkat walaupun ada beberapa yang menurun. Hal ini menunjukan bahwa factor internal maupun eksternal nyata berpengaruh kepada kayu. Perlakuan yang dilakukan dengan durasi waktu yang lama dan perlakuan pengurangan kadar air yang sama secara otomatis akan meningkatkan kadar air yang hilang pada kayu. Hal ini sesuai dengan literature Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal senada juga disampaikan Dephut RI (1998) yang menyatakan bahwa pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12%.
Kadar air yang hilang pada kayu dengan perlakkuan oven dan kipas angin menunjukan perbedaan yang sangat signifikan, hal ini terbukti dari nilai kadar air hilang pada kayu yang diovenkan relatif lebih tinggi dibanding dengan yang dikipasanginkan. Ini disebabkan karena pada perlakuan oven temperatur, sirkulasi udara dan penyusunan papan berperan didalamnya, sehingga penurunannya besar. Pada dasarnya temperatur adalah kunci utama pada proses pengeringan. Berbeda halnya dengan kipas yang hanya mengandalkan sirkulasi udara dengan suhu ruangan dan penyusunan saja. Hal ini sesuai dengan literatur Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Hal senada juga disampaikan
Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah.
Catat yang ditimbulakan pada dua metode ini hamper tidak tampak, hal ini disebabkan karena adanya pengaturan yang diterapkan langsung pada alat hal ini sesuai dengan literatur Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (1997) yang menyatakan bahwa pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nilai kadar air yang hilang terjadi pada minggu terakhir ditiap dua hari perlakuan hal ini disebabkan adanya pengaruh perlakuan dan waktunya.
Pengguanaan suhu yang tidak konstan akan menyebabkan niali kadar air yang didapat tidak otentik.
Nilai kadar air yang hilang pada saat pengguanaan oven dengan kipas angin menunjukan perbedaan yang signifikan, dimana nilai kehilangan air yang tertinggi terjadi pada saat kayu diovenkan.
Temperatur, suhu dan posisi kayu akan sangat mempengaruhi besarnya nilai kada air yang hilang.
Saran
Untuk dapat menentukan nilai kadar aii, sebaiknya ditentukan nilai kadar air dengan perlakuan penimbangan konstan kayu diawal perlakuan, dan menggunakan berat kering tanur estimate untuk menentukan perkembangan kadar air.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. dan Yuniarti, K. 2006. Sifat dan Bagan Pengeringan Sepuluh Jenis Kayu Hutan Rakyat untuk Bahan Baku Mebel. Diakses dari www.dephut.go.id/files/BBMebel.pdf
Budianto, A. D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Semarang
Dephutbun RI. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebuanan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta
Dumanauw, J. F. 2003. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Haygreen, G dan Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Viklund, A. 2008. Penjelasan Singkat Tentang Pengeringan Kayu. http://www.tentangkayu.com/klindry.[10/10/2009]
Kegagalan dalam proses pengeringan kayu akan menyebabkan kerugian yang sangat
besar. Tujuan dari pengeringan kayu yakni mengeringkan kayu dalam waktu singkat,
sehingga memiliki berat yang ringan dimana pada saat pengangkutan ataupun
distribusi menjadi lebih mudah dan efisien, menjadikan kayu awet dengan kekuatan
yang maksimal serta mengurangi cacat pada kayu.
Cacat pada kayu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pada
kayu. Cacat-cacat pengeringan adalah sebuah cacat yang tidak tampak ketika kayu
dalam keadaan basah dan baru terlihat pada kayu yang telah dikenai proses
pengeringan kayu (2009, Tomi Listyanto). Cacat pada kayu akan berdampak ketika
kayu mulai diolah dalam proses pengerjaan, perekatan maupun finishing
(penyelesaian suatu produk kayu). Cacat kayu ini akan berdampak pada kualitas
produk yang akan digunakan baik secara fisik maupun mekanik.
Penyebab terjadinya cacat pengeringan :
a. Pemanasan oven dengan suhu yang terlalu tinggi dan dadakan sehingga energi
panas yang disalurkan menjadi kuat yang menyebabkan laju stres pada kayu
meningkat drastis
b. Model penumpukan pada kayu
Model penumpukan yang baik yakni dimana setiap kayu yang dikeringkan memiliki
ketebalan yang seimbang, dengan ganjal pemisah antar kayu juga memiliki
ketebalan yang sama sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan antar kayu yang
bisa menyebabkan kayu menjadi bengkok, retak dan sebagainya.
c. Sirkulasi suhu tidak seimbang menyebabkan tingkat stres pada kayu
Cacat selama pengeringan berbeda dengan cacat pada kayu (alami).
Penyebab terjadinya cacat kayu secara alami yakni :
a. Mata kayu (wood knots)
b. Bagian kayu gubal atau putih kayu (sap wood)
c. Kemiringan serat kayu utama pada papan
d. Serat lengkung
e. Serat bolak-balik (interlocking grain)
f. Serat gelombang (waving grain)
(1996, Dodong Budianto)
Macam-macam cacat pengeringan :
1. Kerusakan jaringan kayu
a. Retak permukaan
Retak permukaan terjadi karena penguapan air pada permukaan kayu dan kecepatan
pengeringannya yang berlebihan sehingga mempengaruhi transportasi air yang
bergerak dari tengah kayu ke arah tepi atau samping, yang nantinya menyebabkan
perbedaan gradien kadar air dimana pada bagian permukaan kayu memiliki kadar air
yang lebih rendah dibandingkan pada bagian tengah kayu dan mengakibatkan
permukaan kayu lebih cepat mengering. Penyebab retak permukaan ini penyebabnya
adalah permukaan kayu yang menjadi terlalu kering karena rendahnya kelembaban
relatif udara, tegangan tarik selama peneringan pada permukaan kayu yang
melebihi keteguhan tarik kayu tegak lurus arah serat menyebabkan retak permukaan
ini. Retak dpat juga terjadi pada saluran resin atau alur mineral.
Retak permukaan mengacu pada rusaknya dinding sel jari-jari pada permukaan
papan potongan tangensial yang tebal dan jarang dijumpai pada papan potongan
tangensial dengan ketebalan dibawah 2 cm. retak ini juga sering terjadi pada
kayu yang dikeringkan secara alami karena terpaan sinar matahari yang
berlebihan. Kayu yang telah mengalami retak permukaan pada pengeringan udara
sebaiknya jangan dibasahi atau dikenai kelembaban relatif yang tinggi sebelum
atau selama proses pengeringan didalam oven, sebab hal ini akan dapat membuat
retak tersebut menjadi lebih lebar, lebih dalam atau lebih panjang.
Pencegahannya adalah dengan mengoleskan oli pada ujung kayu atau lebih baik
menggunakan resin urea atau polyethiline glycol. Pada awal operasional, gunakan
temperatur rendah bila perlu, semprotlah dengan air (water spray) supaya
kelembaban udara cukup untuk membasahi permukaan kayu kemudian suhu dinaikkan
sedikit demi sedikit.
Kayu bercacat retak rambut tidak dapat dipakai untuk produk yang dicat, karena
bagian yang retak akan merusak permukaan cat pada saat kayu kembang susut oleh
udara sekitar.
b. Retak ujung dan pecah
Retak ujung terjadi karena perbedaan kecepatan menguapnya air pada arah
longitudinal, radial dan tangensial. Air bergerak keluar menguap lebih cepat
pada arah longitudinal dari pada kedua arah transversal, sehingga terjadi retak
ujung.
Untuk menghindari retak ujung perlu pemberian kelembaban relative yang tinggi
atau dengan pelapisan ujungnya. Ujung kayu mengalami pengeringan lebih cepat
dari pada bagian tengah kayu dan tegangan pengeringan terjadi pada ujung kayu.
Berdasarkan karakteristik kayu yaitu anisotropis kayu , maka retak pada ujung
kayu lebih banyak dan lebih besar pada kayu yang lebih tebal dan lebih lebar.
Oleh karena itu pelapisan kayu sangat penting pada permukaan ujung kayu yang
lebar dan tebal. Lebih efektifnya pelapisan dilakukan atau diberikan pada kayu
yang kondisinya masih basah (segar) dan belum mengalami retak ujung. Sedangkan
kayu yang sudah retak cara mengatasinya yaitu dengan cara diberi plat atau paku
S untuk menghindari retak lebih lanjut.
Pada kondisi yang sangat ekstrim maka retak ujung akan berubah menjadi pecah
ujung, karena pecah ujung merupakan proses lanjutan dari retak ujung. Cara
menghindarinya adalah melakukan pengaturan letak ganjal tepat di ujung kayu.
Pecah ujung juga dapat disebabkan oleh adanya tegangan pertumbuhan (growth
stress).
Cara mengatasinya perlu adanya upaya pelepasan tegangan pertumbuhannya
seperti perebusan atau steaming di awal proses.
c. Salah bentuk atau Kolaps
Cacat itu disebabkan karena adanya perubahan bentuk perataan atau kerusakan pada
sel-sel kayu . biasanya terjadi pada papan yang tidak tebal sehingga bentuk
papan menjadi bergelombang rapat dengan alur-alur yang tajam pada permukaannya.
Koleps bias disebabkan oleh adanya tegangan kompresi atau tekan pada lapisan
tengah kayu yang melebihi kekuatan tekan kayu atau bisa juga disebabkan oleh
adanya tegangan cairan dalam rongga sel yang penuh dengan air (Simpson ,1991).
Kedua kejadian tersebut umumnya terjadi pada awal pengeringan, namun baru
terlihat pada permukaan kayu beberapa saat kemudian. Koleps ini terjadi karena
suhu yang terlalu tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama pada awal
pengeringan, pada kayu yang sangat basah. Kayu yang sangat basah ini rongga
rongga sel kayunya penuh dengan air terutma pada kayu dengan kerapatan rendah.
Koleps dapat dipulihkan dengan pengkondisian kembali atau dengan cara menguapi
kayu. Pengkondisian dengan kadar air kayu rata-rata 15%, selama empat sampai
delapan jam dirasa cukup efektif untuk memulihkan koleps ini. Pemulihan koleps
juga dapat dilakukan dengan cara menguapi kayu, dengan suhu mendekati 1000c dan
kelembaban relatif 100%. Kerugian penguapan dengan cara ini adalah membuat oven
mudah berkarat, sehingga sebaiknya dihindari.
d. pecah dalam
Pecah dalam adalah rusaknya sel-sel kayu di bagian dalam, dimana membentuk suatu
celah didalam kayu melintang serat dan biasanya terjadi pada sel jari-jari.
Kerusakan yang terjadi dapat diketahui dengan cara memotong lebar arah melintang
kayu. Cacat dalam ini terjadi apabila suhu pengeringan terlalu tinggi dan lama
pada saat bagian dalam kayu masih memiliki kadar air yang tinggi sehingga
terjadi akibat tegangan tarik di dalam kayu yang terlalu besar yang mengalahkan
kekuatan tarik kayu. Oleh karena itu, pecah dalam dapat diminimalisir dengan
cara tidak menaikkan suhu terlalu tinggi pada kondisi segar atau basah yaitu
apabila air bebas di bagian dalam kayu belum menguap semua. Karenanya dalam
memantau kadar air tidak hanya dilakukan dengan nilai rata-rata sama tapi juga
dengan kadar air pada lapisan luar dan lapisan dalam kayu untuk mencegah
terjadinya pecah dalam. Pecah dalam juga bisa disebabkan karena retak permukaan
yang dalam dan retak ujung yang menutup kembali tapi masih terbuka dibawah
permukaan, ini sering disebut retak leher botol. Pecah dalam sukar dideteksi
pada awal proses pengeringan dan baru nampak pada proses permesinan.
e. Celah lingkaran tumbuh
Celah ini terjadi memanjang searah dengan lingkaran tumbuh atau diantara dua
lingkaran tumbuh. Penyebab dari cacat ini karena adanya tegangan internal yang
kuat yang merusak sel-sel sepanjang lingkaran tumbuh. Untuk menghindari dan
menguranginya maka perlu melapisi ujung kayu dengan lilin atau pelapis yang lain
sebelum kayu di keringkan.selain itu juga perlu diperhatikan penggunaan suhu
awal yang rendah dan kelembaban relative yang tinggi.
f. Pecah pusat batang
Pecah pusat batang terjadi karena adanya perbedaan penyusutan arah tangensial
dan arah radial pada sel-sel kayu disekitar pusat batang. Cacat ini tidak dapat
dihindari sehingga untuk mengurangi kerugian yang lebih besar maka pola
pemotongan yang memisahkan bagian tengah batang dengan bagian lainnya sebaiknya
dilakukan.
g. Mata kayu retak (knot)
Cacat kayu ini disebabkan adanya keberadaan mata kayu, tidak hanya karena
kenampakannya, tapi karena adanya perubahan arah serat akibat mata kayu. Retak
ini terjadi pada permukaan mata kayu pada sel jari-jari karena adanya perbedaan
penyusutan pada arah tangensial dan radisl pada mata kayu.
Retak umumnya terjadi pada awal pengeringan ketika kelembaban relative udara
terlalu rendah. Retak ini dapat dicegah dengan menggunakan kelembaban relative
yang lebih tinggi dan kadar air akhir yang lebih tinggi, meskipun mungkin sulit
untuk menghindarinya.
h. Mata kayu longgar
Mata kayu longgar muncul terutama pada mata kayu yamg terletak di dekat kulit
sehingga pada pengeringan akan menjadi longgar atau kurang kuat tertanamnya di
dalam kayu. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain kecepatan
pengeringan yang tinggi, perbedaan penyusutan antara daerah mata kayu dengan
daerah sekitarnya, dan juga mungkin disebabkan oleh resin disekitar mata kayu
yang membuat mata kayu mudah mengkristal dan rapuh(Hildebrand, 1970). Mata kayu
ini akan lepas biasanya pada saat dikerjakan karena pengaruh perlakuan mesin
pada kayu yang telah dikeringkan tersebut. Cacat ini tidak dapat dihindari,
hanya dapat dikurangi kerugiannya dengan pola pemotongan.
2. Melengkung
Cacat melengkung ini disebabkan karena pengaruh ketidakteraturan proses
penyusutan pada seluruh bagian permukaan kayu. Contohnya penyusutan pada bagian
arah lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar 2 kali lipat dari arah
radial. Berbagai macam cacat pelengkungan yaitu:
a. Bowing dan cuping, terjadi karena adanya perbedaan penyusutan pada arah
memanjang antara kedua permukaan atau kedua sisi atau perbedaan penyusutan pada
arah lebar antara kedua permukaan. Cara menghindarinya yaitu dengan cara
melakukan cara penumpukan yang baik terutama dalam penyusunan ganjal dan dan
pemberat di atas tumpukan.
b. Cooking. Cacat ini disebabkan karena adanya kayu juvenile bersama kayu dewasa
atau adanya kayu reaksi bersama-sama kayu normal. Kondisi kayu seperti ini sulit
untuk dihindari dan sulit untuk terdeteksi apabila sudah menjadi kayu gergajian.
Cara untuk mengurangi agar tidak terjadi cacat ini adalah dengan menumpuk rapat
arah ke samping semua kayu, tapi akan berakibat pada lambatnya proses
pengeringan.
c. Twist, terjadi karena akibat adanya serat memuntir. Cara mencegahnya yaitu
dengan penumpukan yang benar terutama peletakan ganjal dan pemberat.
d. Diamonding (bentuk berlian), terjadi apabila kayu persegi basah dengan
lingkaran tunbuh arahnya diagonal penampang kayu, sehingga arah diagonal yang
lain menjadi arah radial. Perbedaan penyusutan arah tangensial dan radial yang
terjadi pada arah diagonal penampang kayu mengakibatkan penampang kayu yang
kering menjadi bentuk berlian atau bentuk belah ketupat. Perlu diperhatikan juga
bahwa cacat ini tidak bisa dihindari.
3. Kadar air tidak seragam
Keadaan kayu seperti ini bisa disebabkan karena beberapa hal, antara lain adalah
kayu yang dikeringkan berasal dari lama penyimpanan yang berbeda serta jenis
kayu yang berbeda-beda. Tapi penyebab yang paling utama adalah tidak sempurnanya
proses equalizing dan conditioning pada proses pengeringan.
4. Perubahan warna
Perubahan warna kayu dapat berupa perubahan warna secara total atau berupa
noda-noda udara, yang sedikit banyak juga sampai ke dalam kayu. Noda-noda warna
pada permukaan kayu bisa dengan mudah untuk dihilangkan, yaitu dengan cara
menyerut kayu atau memasrah kayu, tapi apabila perubahan warna sampai ke dalam
maka akan sulit untuk dihilangkan. Penyebab utama perubahan warna kayu adalah
karena temperature tinggi dan uap yang tinggi yang menyebabkan zat tanin kayu
bereaksi sehingga terjadi proses oksidasi yang menyebabkan warna kayu berubah.
Apabila temperature semakin tinggi maka warna kayu akan semakin gelap. Cara
pencegahannya adalah dengan penggunaan temperature 60oC sesudah kayu mencapai
titik keseimbangan (20% - 25%) atau dengan cara proses uap atau penyemprotan air
untuk melembabkan udara dalam kamar.
Cara pengukuran cacat kayu
Untuk mengukur cacat kayu harus berdasarkan pada jenis cacat kayunya
1. Dengan cara mengukur panjang retakan yang ada pada permukaan kayu dan ujung
kayu serta dihitung jumlah retakan
2. Apabila terjadi pecahan pada ujung kayu maka panjang dan lebar pecahan diukur
serta dihitung jumlah pecahan
3. Apabila terjadi pecah dalam, maka kayu di belah dan di ukur panjang serta
lebar kayu.
4. Apabila terjadi koleps, maka cara mengukurnya yakni menghitung derajat
kelengkungan kayu serta mengukur kedalaman dan panjang serta lebar lengkungan.
Lalu dihitung berapa jumlah lengkungannya.
5. Apabila terdapat mata kayu, maka yang dikur adalah diameter kayu tersebut dan
dicari luas mata kayu.
Daftar Pustaka
Budianto, A. Dodong. 2001. Sistem Pengeringan Kayu. Semarang : Penerbit Kanisius
Listiyanto, Tomi. 2008. Pengeringan Kayu : Konsep Dasar dan Aplikasi
Teknologinya. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada
Arief-2 PENGERINGAN KAYU
Pada zaman dahulu sampai dengan zaman sekarang ini, kayu merupakan bahan alam yang sangat melimpah dan masih sangat populer di kalangan masyarakat dunia, khususnya masyarakat indonesia yang merupakan negara tropis dengan hutan kayunya yang sangat luas. Penggunaan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masing sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Nilai ekonomi kayu dari waktu ke waktu naik karena beberapa hal antara lain karena permintaan kayu yang meningkat baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Di lain pihak karena tekanan penduduk dan program pembangunan nasional dengan cara mengkonversi lahan hutan menjadi lahan non hutan telah menurunkan jumlah luas kawasan hutan produksi yang menghasilkan kayu. Kedua, perubahan kondisi kawasan hutan tersebut di atas mengakibatkan penurunan penyediaan kayu atau pasokan kayu (wood supply) sehingga dengan meningkatnya permintaan kayu (wood demand) akan menyebabkan kenaikan harga. Kenaikan harga kayu sebenarnya tidak hanya disebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan tetapi masih banyak faktor lain yang terlibat seperti biaya ekstraksi dari hutan atau biaya pembalakan kayu, biaya transportasi, biaya administrasi pengusahaan hutan untuk memproduksi kayu dan lain sebagainya.
Bila ditinjau dari jenis kayu yang diperdagangkan atau kayu-kayu yang banyak terdapat di pasaran, terutama kayu-kayu komersial, maka diperoleh gambaran perbedaan sifat–sifat kayu yang mencakup sifat fisika kayu, sifat kimia kayu, dan sifat pengerjaan kayu yang sangat berpengaruh dalam pengerjaan kayu sebagai benda higroskopis. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian perlakuan awal kayu, salah satunya dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah. Pengeringan kayu merupakan proses mengeluarkan air sebayak mungkin dari dalam kayu sehingga di dapat kadar air akhir yang sesuai dengan tujuan penggunaan kayu (Suranto, 2004). Prinsip penurunaan kadar air yang mempengaruhi kembang susut kayu ini yang nantinya akan digunakan pedoman dalam proses pengeringan kayu.
Seiring dengan meningkatnya nilai ekonomi kayu, perhatian masyarakat, produsen, atau konsumen sendiri terhadap kayu sangat kurang, terutama masalah pengeringan kayu. Pengeringan kayu ini sangat perlu diperhatikan dan banyak , diteliti karena banyak permasalahan yang timbul dari penggunaan kayu, kayu sebagai bahan konstruksi bangunan, bahan furniture, bahan kerajinan, dan sebagainya yang berkaitan dengan kadar airnya. Permasalahan-permasalahan tersebut timbul dan mendapat banyak sorotan dari konsumen berskala besar, kecil, baik dalam negeri maupun luar negeri. Proses pengeringan kayu di indonesia masih sangat jarang dilakukan dan cenderung diabaikan sehingga pemakaian kayu yang terjadi sangat ekstrim, dari kayu bulat hasil tebangan langsung dikerjakan menjadi produk setengah jadi atau produk akhir. Tidak adanya perlakukan pendahuluan kayu atau sortimen kayu tersebut untuk menurunkan kadar air melalui proses pengeringan akan berakibat timbulnya cacat-cacat pada kayu atau cacat pada produk akhir seperti kayu melengkung, memuntir, retak, sulitnya pengerjaan kayu tersebut dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi kualitas kayu atau produk akhir dari kayu tersebut yang natinya akan mempengaruhi harga kayu atau harga produk akhir kayu tersebut.
Tujuan
Kayu sebagai bahan alam yang populer, mudah didapat, dan murah mampu ditingkatkan nilai ekonominya melalui pemberian perlakuan awal dengan proses pengeringan kayu yang baik, mudah, dan murah sehingga mudah dilakukan dan terjangkau bagi produsen maupun konsumen kayu.
Manfaat
Kayu melalui proses pengeringan dapat menurunkan kadar air kayu sehingga terbentuk dimensi kayu yang stabil, mudah dalam pengerjaannya, dan menghindari cacat pada kayu sehingga nilai ekonomi dan nilai pakai kayu akan meningkat sehingga harga jual kayu akan semakin tinggi.
Teori Pengeringan kayu
Pengeringan kayu adalah suatu proses pemindahan air dari dalam kayu oleh penguapan (Vlasov dkk,1968). Proses pengeringan ini akan berjalan sampai tercapai keseimbangan kadar air kayu dengan udara sekitarnya disebut juga dengan equilibrium moisture content (emc) (Rietz & Page, 1971).
Dengan adanya pengeringan kayu tersebut, maka dalam pengeringan kayu terdapat 2 aspek pokok yaitu pernindahan air dalam kayu ke permukaan kayu dan pemindahan air dari permukaan kayu ke atmosfer dengan cara penguapan (Brown & Bethel, 1965).
Pengeringan kayu dilakukan karena penggunaan. Kayu secara komersial selalu menghendaki pengurangan kadar air yang terdapat di dalam kayu, sedangkan tinggi rendahnya kadar air atau tujuan kadar air tergantung dengan penggunaan kayu tersebut (VIasov et al, 1968), umur pakai dan kekuatan kayu akan bertambah bila kayu dikeringkan terlebih dahulu, bahkan bila kadar air kayu dibawah 20%, mikrobia pembusuk dan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu tersebut (Brown & Bethel, 1965). Untuk kayu bangunan pada umumnya pengeringan kayu cukup hanya sampai kering udara saja dengan kadar air 12 19% untuk perkakas interior seperti meubel dan barang kerajinan yang memerlukan kadar air rendah dari kering udara, pengeringan secara alarni efektif untuk mengeringkan kayu sampai kadar air kering udara untuk kayu perkakas interior harus dikeringkan dengan menggunakan tanur pengering (Rietz & Page, 1971).
Proses pengeringan. disebabkan karena kayu memiliki sifat higroskopis maka apabila kayu basah. dikeringkan maka air pengisi rongga. sel (air bebas) lebih dulu menguap. Proses selanjutnya adalah jika air bebas akan habis menguap semua, maka tinggal air yang berada dalam dinding sel (air terikat). Jika proses pengeringan dilanjutkan maka air terikat juga akan menguap. Saat itu kayu akan mengalami penyusutan (perubahan dimensi).
Kayu yang dikeringkan mempunyai banyak keuntungan daripada kayu yang dikeringkan begitu saja. Keuntungan kayu yang dikeringkan antara lain adalah :
1. Berat kayu akan berkurang, sehingga biaya pengangkutan berkurang (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
2. Penyusutan yang menyertai pengeringan terjadi sebelum kayu digunakan sebagai produk akhir. Perubahan kadar air seimbang yang kecil akan meminimumkan penyusutan dan pengembangan kayu dalam pemakaiannya sebagai produk akhir sehingga mencegah retak dan pecah yang mungkin terjadi (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
3. Hampir sernua sifat mekanika kayu akan naik kekuatan. pukul (impact bending) kayu yang sudah dikeringkan akan sama atau sedikit lebih kecil dibanding kayu basah. Kekuatan geser, tarik, lengkung dan elastisitas akan naik sekitar 3% 6% setiap 1% penurunan kadar air setelah melewati titik jenuh serat. Keadaan ini disebabkan karena kayu sudah dikeringkan mempunyai jumlah massa dinding sel kayu yang lebih besar dan lebih banyak dibanding kayu basah pada volume yang sama (Brown & Bethel, 196 5, Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994; Marsoem, 1999)
4. Umur pakai kayu akan bertambah karena kemungkiman serangan mikrobia pembusuk dan cendawan penyebab noda akan sulit hidup pada kayu dengan kadar air dibawah 20% (Brown & Bethel, 1965; Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
5. Kayu yang dikeringkan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan serangga perusak kayu (Prayitno, 1994; Hadikusumo, 1994)
6. Kekuatan sambungan sambungan yang terbuat dari paku dan baut akan lebih besar pada kayu kering daripada kayu basah (Rietz & Page, 197 1)
7. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perekatan dan penggunaan akhir (Rietz & Page, 197 1; Prayitno, 1994)
8. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat lebih baik untuk perlakuan bahan kimia, pengawet dan penghambat kebakaran (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
9. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat permesinan lebih baik karena dapat dipotong pada ukuran yang tepat dengan. permukaan yang halus (Prayitno, 1994)
10. Kayu yang sudah dikeringkan mempunyai sifat isolasi listrik dan isolasi panas yang lebih baik daripada kayu basah (Rietz & Page, 1971; Prayitno, 1994)
Faktor faktor yang mempengaruhi kecepatan. pengeringan menurut (Hadikusumo, 1994), kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kayu, tebal kayu, kadar air awal, kayu dalam batang (kayu gubal dan kayu teras) dan keadaan lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan angin)
1. Jenis kayu. Kayu yang ringan biasanya lebih cepat kering daripada kayu tebal. Dimana kecepatannya dipengaruhi oleh struktur dan sifat kayunya (Brown dan Bethel,1965).
2. Tebal kayu. Makin tebal kayu maka akan semakin lama waktu pengeringan. Hal ini karena. waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama dari kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965).
3. Kadar air awal. Kadar air awal mula mula di dalam kayu segar akan berpengaruh terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan air untuk bergerak dari dalam ke permukaan. kayu akan lebih lama daripada kayu yang lebih tipis di bawah keadaan atmosfer yang sama (Brown dan Bethel, 1965)
4. Potongan papan. Potongan papan atau arah penampang berpengaruh terhadap keluarnya air dari dalam kayu. Hal ini berkaitan dengan struktur sel kayunya. Sebagian besar kadar air akan dikeluarkan nelalui penampang melintang daripada melalui penampang radial dan tangensial ( Brown dan Bethel,1965). Hal ini disebabkan karena sel-sel pembuluh tersusun dalam seri yang sejajar dengan sumbu pohon, dan pori pori kayu terclapat pada penampang melintang.
5. Letak kayu dalam batang (kayu Gubal dan Kayu Teras). Kayu teras kurang permeabel terhadap cairan bila dibandingkan kayu gubal sehingga lebih lambat mengering (Rietz dan Page, 197 1)
6. Keadaan Lingkungan (Suhu, Kelembaban, dan Kecepatan/sirkulasi Angin)
Menurut Martelli dalam Hadikusumo (1986), bahwa dalam pengeringan kayu syarat utama yang harus dipenuhi yaitu cukup energi dan kelembaban untuk untuk mengeluarkan air terutama air yang terdapat dalam dinding sel, dan sirkulasi udara yang cukup sehingga panas yang dihantarkan dapat merata mengenai seluruh permukaan kayu dari setiap tumpukan. Sirkulasi udara yang normal untuk mengeringkan kayu sekitar 2 in per detik. Kecepatan udara yang kurang dari 1,5 m per detik dapat menyebakan kayu mengering sangat lambat.
a. Suhu udara
Menurut Prayitno (1994), suhu udara berhubungan. dengan kemampuan udara untuk menerima dan menahan molekul uap air yang tetap dalam udara dan kemudian keluar dari udara dalam bentuk embun. Semakin tinggi suhu udara maka semakin banyak molekul uap air yang mampu diterima dan ditahan dalam udara menurut Yudidobroto (1980). Fungsi dari suhu udara tinggi atau panas dalam proses pengeningan kayu akan menaikkan tekanan udara dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat di permukaan kayu. Pengaruh suhu udara terhadap proses proses pengeringan adalah semakin tinggi suhu udara dalam alat pengering, makin cepat penguapan air dari dalam kayu
b. Kelembaban relatif
Menurut Vlasov et al (1968) dan Prayitno (1994), kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan uap dalam udara dengan tekanan uap dalam keadaan jenuh, yang dinyatakan dalam persen pada suhu yang sama. Pengaruh kelembaban relatif terhadap pengeringan kayu adalah semakin rendah kelembaban udara di sekitar kayu yang dikeringkan, proses pengeringan akan semakin cepat
c. Sirkulasi udara
Menurut Prayitno, (1994) terdapat 2 kelompok sirkulasi udara yaitu sirkulasi udara internal dan sirkulasi udara eksternal. Sirkulasi udara internal adalah sirkulasi udara, yang membawa panas dari permukaan radiator ke permukaan kayu. Sirkulasi udara eksternal adalah sirkulasi udara, yang membawa udara segar dari luar alat pengering dan membawa udara jenuh air keluar dari alat pengering
Menurut Yudodibroto (1980), fungsi dari panas di dalam proses I pengeringan kayu adalah untuk menaikkan tekanan udara dan uap di dalam kayu dan menguapkan air yang terdapat dipermukaan kayu.
Semakin tinggi temperatur maka semakin cepat penguapan air dari dalam kayu. Semakin rendah kelembaban udara sekitar udara sekitar kayu yang dikeringkan maka proses pengeringan kayu akan semakin cepat. Fungsi udara adalah sebagai medium pembawa panas di dalam proses pengeringan kayu. Dengan semakin cepatnya sirkulasi udara, maka proses pengangkutan kelembaban di permukaan kayu akan semakin cepat.
Kecepatan angin yang tinggi akan mempercepat pengeringan. Menurut Yudodibroto (1981), dengan dicapainya suhu yang relatif lebih tinggi dalam alat pengeringan kayu yang menggunakan tenaga, radiasi matahari maka mungkin sekali pengeningan kayu didalamnya, dapat terlaksana lebih cepat daripada di dalam pengeringan alami Jika kelembaban relatif udara, dapat diturunkan dan sirkulasi udara dapat disempurnakan.
Metode metode pengeringan kayu
Menurut Yodhodibroto (1980), pengeringan kayu dibagi menjadi dua kelompok, yang meliputi pengeningan secara alami (natural drying) dan pengeringan secara buatan (artificial drying). Pengeringan alami adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur alam mernegang peranan yang penting. Unsur unsur tersebut meliputi panas yang berasal darl matahari, peredaran udara karena adanya hembusan angin, dan kelembaban relatif udara yang ada. Pengeringan buatan adalah suatu metode pengeringan dimana unsur unsur yang berupa hasil budidaya manusia memegang peranan yang terbesar dalam proses pengeringan yang bersangkutan (Yudodibroto, 1982).
Menurut Oliveira dalam Hadikusumo (1986), menilai bahwa salah satu kunci suksesnya pengeringan dengan metode rumah kaca adalah ventilasi. Apabila ventilasi lebih sedikit, kelembaban udara dalam ruang pengering menjadi lebih tingi dan. memperlambat pengeringan, sebaliknya apabila ventilasi terlalu banyak maka udara dalam ruang pengering hampir atau sama dengan keadaaannya dengan udara di luar yang kering dan ini mempermudah timbulnya retak retak karena suhu yang lebih tinggi
1. Pengeringan Alami (Air drying / air seasoning)
Menurut Martawijaya (1976) pengeringan alami dapat dilakukan ditempat terbuka dan dibawah atap sehingga terlidung dari sinar matahari secara langsung, di tempat terbuka waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering kurang lebih 25 50% dari tempat terlindung. Sirkulasi udara di sekitarnya yang akan membawa keluar kelembaban dapat berjalan melalui tumpukan tersebut (Rietz dan Page,1971). Karena faktor alam yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengeringan, maka faktor iklim, cuaca, tata letak halaman pengering dan cara penumpukan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan secara alami (Kollman, 1968)
Pengeringan alami ini mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan pengeringan alami ini antara lain volume pengeringan dapat mencapai tiga kali lebih besar dibandingkan dengan tanur pengening, biaya awal yang cukup murah (Rietz dan Page, 197 1). Adapun kerugiannya adalah hubungannya dengan faktor lingkungan yang tidak terkontrol (Rietz dan Page,1971). Se lain itu laju pengeringan yang sangat lambat
2. Pengeringan dengan Radiasi Sinar Matahari (solar drying)
Pada proses pengeringan kayu diusahakan agar radiasi sinar matahari dapat diserap sebanyak banyaknya oleh kayu. Dengan dapat diserapnya. energi matahari tersebut, proses pengeringan kayu dapat terjadi bahkan dapat dipercepat. Proses, ini terjadi karena disebabkan suhu yang berada di dalam alat pengering: dapat lebih tmggI bila dibandingkan dengan udara terbuka (Kollman, 1968). Pada. Pokoknya di dalam pengeringan yang menggunakan radiasi sinar matahari, yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah sama dengan pada pengeringan alami. Faktor ada tidaknya matahari merupakan hal yang utama dalam proses pengeringan ini.
Keuntungan dari pengeringan sinar matahari menurut Chudnoff dkk (1966) yang dikutip oleh Yudodibroto dkk (1981) bahwa untuk mencapai kadar air 15%, pengeringan dengan menggunakan alat pengering radiasi sinar matahari membutuhkan waktu separuh hingga sepertiga kali lipat dari waktu yang dibutuhkan pada penggunaan alat pengering alami. Rata rata temperatur pada alat pengering alami dan radiasi sinar matahari berturut turut adalah 30,58 0C dan 33,12 0C. Sedangkan temperatur maksimum yang dapat dicapai pada kedua alat pengering tersebut adalah 37,0 0C dan 44 0C. Untuk memperkecil kelembaban relatif pada, alat pengering radiasi sinar matahari perlu adanya sistem ventilasi yang baik (Yudodibroto, 1981). Menurut Hadikusumo (1986), metode pengeringan dengan menggunakan. energi matahari sangat baik diterapkan di Indonesia yang kaya akan energi sepanjang tahun.
Cacat cacat pengeringan kayu
Cacat cacat pengeringan. yang sering terjadi digolongkan menjadi 3 kelas, yang didasarkan pada penyebabnya yaitu penyusutan, cendawan, dan bahan bahan kimia di dalam kayu, dan ini terjadi pada. pengeringan alami maupun buatan. Penyusutan terjadi jika pengeringan dilakukan di bawah titik jenuh serat. Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu baglan luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena. kering, lapisan luar menyusut tetapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat gaya yang terjadi karena penyusutan ini sering lebih besar danipada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Masing masing jenis kayu berbeda ketahanannya dalam menghadapi retak pada kondisi pengeringan yang sama.
Pelengkungan pada kayu yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu. Pelengkungan. memangkuk biasanya mudah dihindari dengan cara penumpukan yang baik dengan. menggunakan ganjal ganjal yang lurus dan tebalnya seragam. Pelengkungan yang lain adalah pelengkungan membusur. Pelengkungan ini terjadi karena adanya penyusutan pada arah longitudinal yang terjadi pada papan yang mengandung kayu juvenil dan papan yang mengandung kayu reaksi. Kayu reaksi terdapat pada batang yang miring tumbuhnya. Penyusutan arah longitudinal pada kayu. reaksi dan kayu juvenil jauh lebih besar daripada kayu dewasa dan kayu. normal, sehingga papan yang mengandung kaya juvenil atau kayu. reaksi akan membusur pada pengeringan. Untuk menghindari cacat retak dengan melabur kedua ujung papan kayu. dengan larutan kimia (flinkote) (Martawijaya,1976). Cendawan menimbulkan cacat berupa noda, busuk dan lapuk yang terjadi pada suhu dan kelembaban yang menguntungkan dalam pengeringan. Akibat yang ditimbulkan. antara lain perubahan warna. kayu, merusak kayu, kekuatan kayu. berkurang Cara menghindarinya adalah mengeringkan kayu sampai di bawah 20% kadar airnya, atau menyemprot zat kirnia.
Menurut Hadikusumo (1994), retak yang terjadi pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Pengeringan kayu. yang terIalu cepat akan menyebabkan lapisan kayu bagian luar menjadi kering, sementara lapisan kayu bagian dalam lapisan masih basah. Karena kering, lapisan luar manyusut tertapi dihalang halangi oleh lapisan dalam yang masih basah. Apabila pengeringan terlalu cepat, gaya yang teriadi karena penyusutan im sering lebih besar dari daripada kekuatan kayu itu sendiri sehingga terjadi retak. Pelengkungan pada kayu. yang dikeringkan disebabkan oleh adanya perbedaan penyusutan pada kedua permukaan kayu atau pada kedua sisi kayu.
Menurut Hadikusumo (1986), tindakan pengeringan kayu yang cepat dilaksanakan akan clapat menghindarkan kayu dari serangan cendawan pewarna seperti blue stain. Cartwright dan Findlay dalam Supriana (1976), menerangkan bahwa keadaan yang paling menguntungkan perkembangan jamur blue stain adalah waktu kayu yang sedang dikeringkan secara lambat. Jamur pewarna kayu akan berkembang mengikuti bagian kayu yang sukar kering, sebab udara dan kadar air pada bagian tersebut berada dalam keadaaan yang optimum bagi perturnbuhannya. Menurut Supriana (1976), tindakan pertama yang harus dilakukan untuk mencegah serangan bluestain pada kayu gergajian adalah dengan mengeringkanya dengan cepat.
PEMBAHASAN
Permasalahan yang Dihadapi oleh Pengrajin Kayu
Pengeringan kayu yang terdapat di lingkungan masyarakat masih sangat kurang sekali diperhatikan, sampai pada pengrajin kayu di sekitar kampus Universitas Gadjah Mada dan jalan Rongroad Utara yang kami temui dan kami pantau mengenai pemberian perlakuan pengeringan untuk sebelum kayu tersebut dikerjakan menjadi rak-rak buku, almari, meja belajar, dan sebagainya. Kayu yang digunakan rata-rata berasal dari kayu sengon, mindi, nangka, dll. Jenis kayu-kayu tersebut memang jenis kayu-kayu yang mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Produk yang diciptakan bagus menarik dengan bentuk ukuran yang bervariasi sesuai selera konsumen yang rata-rata sebagaian besar konsumennya adalah mahasiswa.
Sebelum pengerjaan kayu menjadi produk yang akan dipasarkan, kayu-kayu yang telah dikirim dari industri penggergajian kayu tersebut hanya ditumpuk begitu saja tanpa adanya proses pengeringan. Penumpukan yang tidak benar akan menyebabkan kerusakan bentuk atau cacat bentuk akibat penumpukan karena distribusi berat penumpukan yang tidak merata. Selain itu kadar air di dalam kayu yang relatif tinggi masih sangat tinggi menyebabkan perubahan dimensi kayu yang sangat besar. Hal ini menyebabkan cacat bentuk kayu, diantaranya kayu menjadi melengkung, memuntir, membusur, mencawan, dan sebagainya sehingga kayu-kayu tersebut menjadi sulit dalam pengerjaannya dan mempengaruhi bentuk, tekstur dari kayu tersebut setelah menjadi produk akhir yang berakibat pada retak, pecah. Masalah seperti ini sangat kurang diperhatikan oleh pengrajin kayu dan hal ini baru disadari setelah terbentuk menjadi produk akhir.
Permasalahan juga timbul dari segi warna corak kayu yang berbeda akibat serangan jamur atau cendawan yang biasanya menyerang kayu tersebut ketika dalam proses penumpukan kayu, misalnya jamur pelapuk, jamur penoda,dll. Jamur atau cendawan tersebut menyerang kayu karena adanya kondisi yang mendukung untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya dengan kondisi kadar air yang masih relatif tinggi. Warna yang timbul biasanya berbeda dengan warna kayu asli, misalnya warna kayu permukaan kayu menjadi biru disebabkan karena jamur penoda permukaan kayu yaitu blue stain. Perbedaan warna ini nantinya yang akan mempengaruhi corak permukaan kayu ketika dalam pemberian pelapis kayu seperti pelitur, melamin, atau pernis manjadi jelek.
Kekuatan kayu atau umur pakai kayu juga aspek yang perlu diperhatikan sebagai fungsi dari nilai ekonominya. Kayu yang sifat mekanika atau kekuatannya tinggi dan umur pakainya lama akan mempengaruhi harga kayu tersebut. Kayu yang tidak dikeringkan kekuatanya mekanikanya akan rendah dan umur pakainya akan pendek. Kayu yang mengandung kadar air relatif tinggi di dalamnya msih mengandung banyak air dan karapatannya relatif renggang sehingga ikatan di antara sel kayu juga renggang. Kadar air yang relatif tinggi juga memacu serangan dari organisme perusak kayu untuk menyerang kayu tersebut, baik itu jamur, cendawan, ataupun serangga.
Hal-hal di atas merupakan fakta yang terdapat lingkungan proses pengerjaan kayu yang dilakukan oleh pengrajin kayu di daerah kampus Universitas gadjah Mada yang perlu diperhatikan dan dibantu dengan timbulnya masalah tersebut.
Solusi Metode Pengeringan yang Baik, Mudah, dan Murah
Solusi yang terbaik adalah kombinasi pengeringan kayu secara alami dengan pengeringan menggunakan metode radiasi sinar matahari sebagai salah satu faktor utama pengering yang dapat diperoleh secara mudah dan alami. Metode ini merupakan metode gabungan yang dapat dimaksimalkan untuk memperoleh proses pengeringan yang bertahap atau relatif cepat, mudah dilakukan, dan memerlukan biaya yang murah.
Rancangan dari proses pengeringan kombinasi ini dapat dibuat dengan membuat tempat penumpukan di atas tanah dengan pembuatan rumah-rumahan seluas dimensi kayu yang akan dikeringkan dengan bentuk penumpukan dibaringkan sejajar permukaan tanah atau dimiringkan dengan sudut kemiringan tertentu di dalam rumah pengeringan tersebut. Kayu yang akan ditumpuk dibaringkan secra teratur sesuai dengan luas rumah pengeringan, setiap tumpukan arah ke atas kayu diberi ganjal agar terdapat sela-sela di antara tumpukan kayu. Bentuk penumpukan dilakukan secara berbaring dengan bentuk kubus atau persegi (box-piled). Bentuk dan cara pengeringan ini memiliki banyak keuntungan, yaitu bentuk tumpukan kayu ini mempunyai proses mengering yang bertahap engan tidak merusak bentuk atau dimensi kayu sehingga kualita dari kayu tersebut masih tetap terjaga.
Bentuk dari rumah pengeringan ini mirip seperti rumah biasa dengan diberi tiang pada keempat sisi rumah pengeringan sehingga rumah tidak berhubungan langsung dengan tanah karena bila terjadi serangan rayap atau serangga yang lain cepat dapat segera dideteksi atau diketahui. Selain itu tidak terpangaruh oleh kondisi tanah, baik kelembaban maupun air yang tergenang pada saat musim hujan. Konstruksi rumah pengeringan yang bagus dan murah terbuat dari seng, fiber, atau bahan-bahan yang mudah menyerap panas dari radiasi sinar matahari.
Letak rumah pengeringan harus melintang terhadap posisi peredaran matahari pada sisi panjangnya untuk mengurangi penguapan pada ujung kayu.
Ganjal yang digunakan pada proses pengeringan ini harus benar-benar kering sehingga tidak terjadi kontaminasi dengan kayu yang akan dikeringkan dan kuat. Selain itu dimensi ganjal harus disesuaikan dengan dimensi kayu yang akan dikeringkan sehingga pada proses penumpukan terjadi distribusi berat tumpukan secara merata dan tidak terjadi cacat selama penumpukan pada proses pengeringan ini.
Metode atau cara pengeringan yang baik, mudah, dan murah seperti ini dapat dijadikan solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kayu tersebut
KESIMPULAN
1. Pengeringan kayu merupakan proses awal yang sangat penting bagi kayu dan menjawab permasalahan tentang sifat-sifat kayu yang buruk yang berpengaruh terhadap kualitas kayu bagi pengrajin kayu di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada dan di Jalan Ringroad Utara.
2. Proses pengeringan yang baik, mudah, dan murah dapat dilakukan dengan metode pengringan kayu dengan kombinasi metode pengeringan kayu secara alami dan metode pengeringan kayu dengan radiasi sinar matahari dengan pembuatan rumah pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Dry Kiln Operator’s Manual, Edited by William T. Simpson, Research Forest Products Technologist, United States Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory , Madison, Wisconsin, Revised August 1991, Agriculture Handbook 188.
Wood handbook—Wood as an Engineering Material. Forest Products Laboratory. 1999. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory.
Haygreen, J.G., and Bowyer, J.L., 1996, Forest Product and Wood Science, 3rd Edition, Iowa University Press, Iowa.
Kollmann, F. F. P., dan Cote, W. A., 1968, Principles of Wood Science and Technology, Jilid 1, Solid Wood, Springer-Verlag, New York.
Martawijaya, A., dkk., 1981, Atlas Kayu Indonesia, Jilid 1, Dephut, Balitbang Kehutanan, Bogor.
Panshin, A. J., dan de Zeeuw. C., 1980, Textbook of Wood Technology, 4th Edition, McGraw-Hill Book Co., New York.
Arief-3 Pemasangan Stick
Tujuan dari pemasangan sticker/ganjal adalah memisahkan papan/sortimen kayu yang ditumpuk sehingga udara dapat melewati tumpukan papan kayu tersebut dengan bebas dan mampu menguapkan kandungan air di dalam papan dengan lebih baik. Sticker harus dipilih agar didalam proses pengeringan, kayu yang ditumpuk terhindar dari cacat perubahan bentuk (warp) ataupun dari jamur (stain). Beberapa pertimbangan penggunaan sticker antara lain jenis, kualitas, kadar air, ukuran,dan cara peletakannya didalam tumpukan.
1. Jenis kayu, kualitas dan kadar air
Jenis kayu yang dipilih sebaiknya jenis kayu yang berkualitas baik, keras, tidak mudah patah, punya tingkat keawetan yang panjang. Memang, dengan pilihan tersebut maka investasi biaya di awal cukup tinggi. Namun mempertimbangkan penggunaannya yang lama dan berkali-kali, jatuhnya biaya penggunaan akan rendah. Kayu yang dipakai sebaiknya bebas cacat dan berserat lurus. Kadar air kayu sebaiknya sudah kering angin sehingga tidak terjadi perubahan dimensi saat proses pengeringan dan juga mengurangi potensi terserangnya jamur pada area kontak dengan kayu/papan yang ditumpuk.
2. Ukuran
Prinsip dasarnya adalah ukuran sticker harus mampu menopang berat kayu yang ditumpuk dan memberikan runag antar papan yang cukup sehingga udara dapat mengalir melewati kayu dengan baik. Untuk lebar sebaiknya berkisar antara 2-4 cm, sedangkan untuk tinggi berkisar 2-3 cm. Namun demikian ukuran tersebut bisa saja berubah susai dengan pengalaman operator, baik untuk tujuan mengurangi atua menambah kecepatan proses pengeringan. Ukuran ganjal yang terlalu lebar akan mengakibatkan kontak dengan kayu yang dikeringkan makin luas, sehingga mempertinggi proses terserangnya jamur karena area kontak akan sulit keluar airnya. Untuk mengatasi ini, sticker sering didesain dengan bentuk permukaan seperti huruf U sehingga area kontak dapat terkurangi. Resikonya kemampuan menopang beban sedikit berkurang. Untuk ketebalan sticker, diperlukan pertimbangan apakah ingin mengeringkan dengan cepat atau lambat. Semakin tipis sticker maka jumlah volume udara yang lewat akan semakin kecil sehingga kemampuan menguapkan air dari dalam kayu juga lebih kecil. Namun, dengan sticker tipis maka jumlah kayu yang dikeringkan akan semakin banyak.
3. Letak dan jarak spasi
Sticker sebaiknya diletakkan pada posisi yang membuat kayu/papan yang ditumpuk terhindar dari cacat-cacat kayu seperti perubahan bentuk (warp) dan retak/split. Di bagian ujung papan sebaiknya diletakkan ganjal/sticker sehingga akan mengurang terjadinya retak ujung/pecah. Penentuan jarap spasi antar sticker sangat tergantung dengan tebal kayu yang dikeringkan, dan perilaku kayu yang dikeringkan terhadap kemungkinan retak atau pecah. Jarak spasi akan semakin melebar untuk kayu yang tebal, namun akan semakin memendek jika kayu mudah retak atau mudah pecah. Jarak 50-60 cm sering/umum digunakan. Hal penting selanjutnya adalah susunan sticker harus lurus dari bawah ke atas, karena kalau tidak justru akan mengkaibatkan kayu melengkung, retak atau terjadi perubahan bentuk. Penggunaan panduan menyusun sticker (mal) baik digunakan untuk mempertahan kelurusan tumpukan. Pemberian beban lebih dari 1 ton diatas tumbukan yang terdistribusi merata juga akan membantu kayu yang ditumpuk tidak mudah berubah bentuk.
Sticker yang sedang tidak dipakai sebaiknya disimpan dengan baik, sehingga terjaga kekeringannya dan bentuknya tidak rusak
Arief-4.PENGERINGAN OVEN DAN KIPAS ANGIN
Industri perkayuan terus-menerus berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia terhadap kayu/papan yang terus meningkat. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi permintaan terhadap kayu yang tinggi adalah dengan peningkatan kualitas kayu olahan industri sehingga kayu yang diproduksi memiliki keawetan, kekuatan dan ketahanan yang tinggi yang secara perlahan dapat mengurangi pemborosan dalam konsumsi kayu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kayu/papan olahan adalah dengan meningkatkan kualitas pengeringan kayu karena Kadar Air (KA) yang terdapat di dalam kayu sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu seperti kekuatan dan kemudahan pengerjaan kayu.
Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk mengisap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya. Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara atau atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan kadar air, letaknya air dalam kayu dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu. Dengan sifat ini, maka kayu dapat mengembang pada kondisi musim hujan atau pada kelembaban tinggi dan dapat menyusut pada kondisi musim kemarau atau pada kelembaban rendah, bila kayu tersebut belum dikeringkan pada saat penggunaan (Haygreen, 1993).
Pengeringan kayu dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses pengeluaran kandungan air dari dalam kayu. Ukuran ideal proporsi air diukur dengan cara menentukan Moisture Content (MC) atau kadar kelembaban di dalam ukuran persen (%). Proporsi yang baik adalah apabila MC berada pada level 8 – 12%. Kondisi ini mengindikasikan kayu yang cukup kering dan baik sehingga kemungkinan kayu untuk menyusut sangat kecil. Adapun persentase MC ini dapat diperoleh dikarenakan di dalam kayu terdapat unsure yang padat dan air yang sekaligus pengikat pori-pori. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengeluarkan kandungan air tersebut ke udara (Viklund, 2008a)
Keuntungan yang diperoleh apabila kayu dalam kondisi kering adalah:
1. Lebih ringan, dalam proses distribusi perhitungan harga dan aspek lain ini berarti mengurangi biaya produksi
2. Lebih kuat, melalui beberapa cara pengujian kayu kering terbukti lebih kuat dari kayu basah
Lebih awet, kayu yang basah berarti terdapat air yang bias menjadi modal hidup mahkluk lain seperti serangga, jamur, dan mereka adalah musuh utama kayu
3. Pengerjaan lebih mudah, proses perekatan akan lebih baik karena pada kayu kering perekat memiliki tempat untuk meresap pada kayu
4. Proses finishing atau pelapisan akhir akan menjadi lebih baik tanpa adanya resiko penguapan setelah produk jadi(Viklund, 2008a).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang berjudul Pengeringan dengan Kipas Angin dan Oven adalah untuk membandingkan kadar air yang diperoleh dengan metode oven dan metode kipas angin.
TINJAUAN PUSTAKA
Industri kayu, seperti industri mebel dan kayu lapis, memerlukan proses pengeringan kayu. Proses ini begitu penting untuk memenuhi standar mutu. Pengeringan yang salah bisa mengakibatkan kayu rusak, bengkok atau retak-retak. Untuk mendapatkan bagan pengeringan yang tepat bagi suatu jenis kayu, maka sifat pengeringannya harus diketahui. Sifat pengeringan tersebut diperlukan untuk menetapkan kisaran suhu dan kelembaban yang optimal agar waktu pengeringan lebih efisien dan kualitas kayunya terjaga. Sifat pengeringan yang perlu diamati yaitu pecah ujung, pecah permukaan yang terjadi pada kadar air di atas titik jenuh serat (Ka. ± 30%), pecah pada bagian dalam kayu (internal checks/honeycomb) dan perbedaan dimensi tebal pada jarak 1-2 cm dari satu permukaan ujung kayu (deformation). Sedangkan sifat penunjang lainnya adalah kadar air awal dan kualitas fisik kayu/dolok (Basri dan Yuniarti, 2006).
Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat menyerap dan melepaskan air atau kelembapan. Suatu petunjuk, bahwa kelembapan kayu sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara di sekitarnya akan makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan masuknya air kedalam kayu itu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang dan menyusut (Dumanauw, 2003).
Kadar air kayu adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering ovennya. Kadar air kering udara adalah kondisi kayu dalam keadaan kering udara, yang mana pada kondisi ini kayu tidak menyerap atau melepas air. Dengan demikian bila digunakan untuk komponen bangunan dapat dikatakan kayu tersebut tidak mengalami pengembangan maupun penyusutan, kalaupun terjadi sangat kecil, sehingga tidak merusak elemen bangunan secara keseluruhan. Oleh karena itu kayu bangunan sebelum digunakan harus diketahui terlebih dahulu kadar airnya. Kadar air kayu yang aman untuk penggunaan pada bangunan adalah kadar air kering udara, untuk Indonesia sekitar 15% - 20%.
Kadar air yang terdapat di dalam kayu terdiri dari :
1.Air bebas adalah air yang terdapat di dalam rongga-rongga sel, yang paling mudah dan terlebih dahulu keluar. Air bebas ini tidak mempengaruhi sifat dan bentuk kayu kecuali berat kayu.
2.Air terikat adalah air yang berada dalam dinding-dinding sel kayu, sangat sulit untuk dilepas. Air terikat inilah yang dapat mempengaruhi sifat kayu misalnya penyusutan. Bila air bebas telah keluar dan kondisi dinding sel jenuh air, maka dapat dikatakan kayu telah mencapai kadar air titik jenuh serat (fiber saturation point). Tingkatan titik jenuh serat untuk semua jenis kayu tidak sama, hal ini dikarenakan adanya variasi susunan kimiawi kayu. Titik jenuh serat kayu pada umumnya berkisar antara kadar air 25 – 30 % (Haygreen,1993).
Tahap pengeringan di bawah titik jenuh serat sangat riskan karena pada tahap ini, kayu mulai melepaskan kandungan air terikatnya. Bila kandungan air terikat dalam dinding sel mulai terevaporasi, kayu pun akan bergerak menyusut. Saat kayu menyusut yang harus diwaspadai adalah perubahan bentuk. Proses evaporasi harus dikendalikan agar tetap merata pada keselurahan permukaan kayu sehingga tidak terjadi perbedaan ketegangan dalam kayu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Temperatur dan kelembaban relative dikendalikan dengan gradien pengeringan yang tidak terlalu besar. Kadar air 21 % - 30 % harus dapat diturunkan lagi sampai kadar air akhir 6 % - 8 %, sesuai dengan kebutuhan. Temperatur yang digunakan untuk kayu yang mempunyai kandungan zat ekstraktif, sebaiknya antara 55oC – 60oC, untuk menghindarkan noda-noda warna atau perubahan warna kayu.
Pengeringan kayu dapat dilakukan dengan cara alami maupun dengan menggunakan kiln/ tanur pengering. Pengeringan secara alami yaitu dengan menggunakan tenaga alam/ udara (matahari), biayanya relative murah, pelaksanaannya mudah tanpa memerlukan tenaga ahli dan kapasitasnya tidak terbatas. Namun kerugiannya adalah waktu yang diperlukan untuk mengeringkan relatif lama, memerlukan areal yang cukup luas, cacat pengeringan yang timbul sulit diperbaiki dan kadar air akhir yang dicapai masih terlalu tinggi. Sedangkan pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 1997).
Proses pengeringan kayu secara umum ada beberapa tahap, yaitu pemanasan awal (preheating), pengeringan sampai titik jenuh serat, pengeringan sampai kadar air akhir, pengkondisian (conditioning), pemerataan atau penyamaan kadar air kayu (equalizing), dan pendinginan (colling down).
Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas dua golongan yatun faktor dalam dan faktor luar.
Faktor luar terdiri dari;
1.Suhu , pada keadan dimana kelembapan relatif udara tetap maka makin tinggi suhu makin cepat jalannya pengeringan.
2.Kelembapan udara, dalam keadaan suhu yang tetap maka makin rendah kelembapan udara makin cepat jalannya pengeringan.
3.Sirkulasi udara, peredaran udara yang baik menyebabakan udara yang basah dan dingin yang mengandung uap air dialirkan dan diganti dengan udara yang kering dan panas sehingga mempercepat jalannya pengeringan.
Faktor dalam terdiri dari;
1.Jenis kayu , pada umumnya kayu daun lebar lebih lambat kering daripada kayu daun jarum.
2.Kadar air permulaan , makin basah kayu pada saat permukaan dikeringkan makin lama pengeringannya.
3.Perbedaan kayu gubal dan kayu teras, pada bagian kayu gubal lebih cepat mengering daripada kayu teras.
Ketebalan kayu, dimana kayu yang tebal lebih lama mengering daripada kayu yang tipis
Pengeringan kayu dapat dilakukan secara alami (air drying) ataupun secara buatan (dehumidifier atau kiln drying). Pada metode alami, kondisi cuaca sangat menentukan kecepatan kayu mongering. Sedangkan pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12% (Dephutbun RI, 1998).
Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah. Perubahan ini menyebabkan kayu akan menyesuaikan kondisi kadar airnya dengan kondisi udara disekitar kayu (Budianto, 1996).
Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Ada dua macam kipas pada sistem pengeringan ini, yaitu:
Sistem kipas aksial (axial fans). biasanya kapasitas muatnya di atas 25 m3 —250 m3,
Sistem kipas radial (radial fans), kapasitas muatnya di bawah 25 m3.
(Budianto, 1996).
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan praktikum pengeringan kayu yang berjudul “Pengeringan kayu dengan kipas angin dan oven” ini dilaksanakan selama 6 minggu yaitu dimulai pada hari selasa tanggal 20 Oktober 2009 sampai Sabtu 21 September 2009 yang bertepatan di laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
1. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kayu durian (Durio zibethinus) dan air.
2. Adapun a€lat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Oven sebagai alat untuk mengeringkan kayu
Kipas angin sebagai alat untuk mengeringkan kayu
Penggaris untuk mengukur dimensi kayu
Neraca elektrik sebagai alat untuk menimbang berat kayu
Prosedur Percobaan
Pengeringan dengan Metode Oven
1. Disediakan contoh uji kayu
2. Direndam selama 24 jam
3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan
4. Dimasukkan ke dalam oven
5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari.
Pengeringan dengan Metode Kipas Angin
1. Disediakan contoh uji kayu
2. Direndam selama 24 jam
3. Ditiriskan dan ditimbang berat awalnya dan diukur dimensinya , ini dilakukan per 2 hari sampai berat konstan
4. Dikipas anginkan dengan kecepatan sedang
5. Setelah 2 hari di ukur lagi dimensinya dan ditimbang beratnya serta dihitung kadar airnya sampai konstan. Setelah itu di buat grafik penurunan kadar air per 2 hari. Setiap 2 hari digeser letak kayu pada kipas angin berdasarkan kelompok.
Pembahasan
Kadar air yang hilang pada perlakuan oven tertinggi terjadi pada hari terakhir sebesar 79,78%, sedangkan kipas angin terjadi kehilangan kadar air tertinggi pada dua hari sebelum minggu terakhir dengan nilai 38,39%. Berdasarkan hasil yang didapat dapat diambil kesimpulan jika bobot kayu menurun maka nilai kadar air yang hilang akan semakin tinggi, dan nilai kadar air sebenarnya akan dapat diketahui jika nilai kadar air kayu diamati diawal sampai konstan dan ditetapkan sebagai nilai kadar air dengan menggunakan berat kering tanur estimate untuk dapat mengetahui pengembangan kadar airnya per dua hari.
Penurunan kadar air di tiap perlakuan per dua harinya meningkat walaupun ada beberapa yang menurun. Hal ini menunjukan bahwa factor internal maupun eksternal nyata berpengaruh kepada kayu. Perlakuan yang dilakukan dengan durasi waktu yang lama dan perlakuan pengurangan kadar air yang sama secara otomatis akan meningkatkan kadar air yang hilang pada kayu. Hal ini sesuai dengan literature Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kecepatan penguapan air dari dalam kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hal senada juga disampaikan Dephut RI (1998) yang menyatakan bahwa pada metode buatan, ketiga factor pengeringan, yaitu suhu, kelembapan, dan sirkulasi udara dapat diatur sehingga kayu dapat mongering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air di bawah 12%.
Kadar air yang hilang pada kayu dengan perlakkuan oven dan kipas angin menunjukan perbedaan yang sangat signifikan, hal ini terbukti dari nilai kadar air hilang pada kayu yang diovenkan relatif lebih tinggi dibanding dengan yang dikipasanginkan. Ini disebabkan karena pada perlakuan oven temperatur, sirkulasi udara dan penyusunan papan berperan didalamnya, sehingga penurunannya besar. Pada dasarnya temperatur adalah kunci utama pada proses pengeringan. Berbeda halnya dengan kipas yang hanya mengandalkan sirkulasi udara dengan suhu ruangan dan penyusunan saja. Hal ini sesuai dengan literatur Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Kipas merupakan alat penggerak utama sirkulasi udara Udara yang bergerak dapat ditekan masuk di antara celah-celah tumpukan kayu. Kita dapat merencanakan kekuatan kipas-kipas tambahan agar sirkulasi udara dapat menerobos masuk di sela-sela tumpukan kayu. Hal senada juga disampaikan
Budianto (1996) yang menyatakan bahwa Temperatur udara dan kelembaban relatif sangat menentukan keadaan iklim dalam oven yang dapat mempengaruhi kadar air keseimbangan dalam kayu. Dengan bantuan alat-alat oven, iklim udara dalam oven dapat diubah melalui pengaturan bola basah dan temperatur bola kering sehingga nilai kelembaban udara relatif dalam ruang akan berubah.
Catat yang ditimbulakan pada dua metode ini hamper tidak tampak, hal ini disebabkan karena adanya pengaturan yang diterapkan langsung pada alat hal ini sesuai dengan literatur Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (1997) yang menyatakan bahwa pengeringan kayu dengan kiln/ tanur pengering memerlukan waktu yang relative singkat, cacat pengeringan dapat dihindari, kadar air akhir dapat diatur. Kekurangannya adalah memerlukan biaya investasi yang besar, perlu tenaga ahli yang berpengalaman, dan sortimen kayu yang dikeringkan tertentu
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nilai kadar air yang hilang terjadi pada minggu terakhir ditiap dua hari perlakuan hal ini disebabkan adanya pengaruh perlakuan dan waktunya.
Pengguanaan suhu yang tidak konstan akan menyebabkan niali kadar air yang didapat tidak otentik.
Nilai kadar air yang hilang pada saat pengguanaan oven dengan kipas angin menunjukan perbedaan yang signifikan, dimana nilai kehilangan air yang tertinggi terjadi pada saat kayu diovenkan.
Temperatur, suhu dan posisi kayu akan sangat mempengaruhi besarnya nilai kada air yang hilang.
Saran
Untuk dapat menentukan nilai kadar aii, sebaiknya ditentukan nilai kadar air dengan perlakuan penimbangan konstan kayu diawal perlakuan, dan menggunakan berat kering tanur estimate untuk menentukan perkembangan kadar air.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. dan Yuniarti, K. 2006. Sifat dan Bagan Pengeringan Sepuluh Jenis Kayu Hutan Rakyat untuk Bahan Baku Mebel. Diakses dari www.dephut.go.id/files/BBMebel.pdf
Budianto, A. D. 1996. Sistem Pengeringan Kayu. Kanisius. Semarang
Dephutbun RI. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebuanan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta
Dumanauw, J. F. 2003. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Haygreen, G dan Bowyer. 1993. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Viklund, A. 2008. Penjelasan Singkat Tentang Pengeringan Kayu. http://www.tentangkayu.com/klindry.[10/10/2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar