A
Shalat berjamaah diwajibkan dalam semua waktu berdasarkan
firman Allah Ta'ala,
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ
الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَة
مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا
سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا
مِنْ وَرَائِكُمْ (سورة
النساء: 102)
"Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh)." (QS. An-Nisa: 102)
Dalam ayat ini Allah
mewajibkan shalat berjamaah saat berperang, maka apalagi jika saat damai.
Imam Bukhari meriwayatkan
(no. 608), juga Muslim (1040), bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, "
لَقَدْ هَمَمْتُ أَن آمُرَ بِحَطَبٍ
فَيَحْتَطِبُ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذِّنُ لَهَا ثُمَ آمُرَ
رَجُلاً فَيَؤُمَّ ثُمَّ
أُخَالِفُ إِلَى رِجَالٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحْرِقَ عَلَيْهِمْ
بُيُوتَهُمْ
"Sungguh aku
ingin minta diambilkan seikat kayu bakar,
kemudian memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan azan shalat, lalu
memerintahkan seseorang untuk menjadi imam shalat, kemudian aku mendatangi
orang-orang yang tidak datang untuk shalat (berjamaah) untuk aku bakar
rumaha-rumah mereka."
Dalam
riwayat Muslim (1044), diriwayatkan bahwa seorang buta mendatangi Nabi dan
berkata, "Wahai Rasulullah, tidak ada seseorang yang menuntun saya ke
masjid." Lalu dia minta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk
memberinya keringanan shalat di rumahnya. Maka beliau memberinya keringanan.
Namun ketika orang buta tersebut hendak pulang, beliau memanggilnya dan
berkata, "Apakah engkau mendengar azan shalat?" Dia berkata, "Ya" Maka
beliau berkata, "Kalau begitu, sambutlah (dengan datang shalat berjamaah di
masjid)."
Hendaknya
seorang muslim memelihara shalat berjamaah di masjid dalam semua waktunya,
jangan sampai kesibukan dunia menghalangi dirinya dari shalat berjamaah.
Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لا
تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ
وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ
ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ (سورة المنافقون: 9)
"Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah
orang-orang yang merugi." (QS. Al-Munafiqun: 9)
Maka
hendaklah anda menasehatkan bapak anda dan mengingatkannya dengan
dalil-dalil yang sahih ini dengan cara yang bijak dan nasehat yang baik.
Hukum ini berlaku dalam
shalat masalah shalat berjamaah pada shalat wajib lima waktu. Adapun
Taraweh, maka perkaranya lebih ringan dari itu, karena dibolehkan bagi
seorang muslim untuk melakukan shalat Taraweh di rumahnya, meskipun lebih
utama adalah shalat berjamaah di masjid.
Tidak boleh bagi seorang
muslim bersusah payah untuk bekerja urusan dunia jika harus mengorbankan
ibadah dan shalatnya. Allah telah memberikan ciri orang-orang beriman, bahwa
mereka adalah orang-orang yang tidak terbuai oleh perdagangan mereka dan
jual beli mereka sehingga lupa berzikir kepada Allah dan menegakkan shalat,
sebagaimana firman-Nya,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ
تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا
اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ
وَالآَصَالِ . رِجَالٌ لا
تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ
اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ
وَالأَبْصَارُ . لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ
أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا
وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ
مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ (سورة النور: 36-38)
"(Mereka) bertasbih kepada
Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut
nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat.
mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah
memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada
mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
batas.
Dan kumpulan ayat-ayat
tersebut ditutup dengan firman Allah Ta'ala,
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ
بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Dan Allah memberi rezki
kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas."
Hal ini sebagai isyarat
bahwa hendaknya bagi orang yang sibuk berdagan dan bekerja dengan
mengabaikan ketaatan kepada Rabbnya menyadari bahwa rizki di tangan Allah,
Dia yang memberi rizki bagi siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas. Nabi
shallallahu alaihi telah menjelaskan hal tersebut dalam sabdanya,
أَيُّهَا النَّاس ، اتَّقُوا الله
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ،
فَإِنَّ نَفْساً لَنْ تَمُوتَ
حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقَهَا ، وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ
خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا
مَا حَرَّمَ
(رواه ابن ماجه، رقم 2144 ، من حديث جابر
بن عبد الله
رضي الله عنهما ، وصححه الشيخ
الألباني في صحيح الترغيب، رقم 1698
)
"Wahai manusia,
bertakwalah kepada Allah, dan baguslah dalam mengajukan permintaan. Karena
seseorang tidak akan meninggal sebelum dia memenuhi rizkinya. Siapa yang
merasa rizkinya terlambat, bertakwalah kepada Allah dan
bersungguh-sungguhlah meminta. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram."
(HR. Ibnu Majah, no.
2144, dari hadits Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dishahihkan oleh
Syekh Al-Albany dalam Shahih Targhib, no. 1698)
Tidak ada
halangan mengerahkan berbagai sebab untuk mencari rizki. Akan tetapi
selayaknya bagi seorang muslim untuk berlebihan dalam bekerja sehingga
menghabiskan seluruh waktunya dengan mengorbankan ketaatan dan kesehatannya
dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Hendaknya dia bersungguh-sungguh dan
selalu mendekat kepada Allah .
Kami
berharap bapak anda memperhatikan apa yang kami sampaikan dengan seksama.
Dan mohon kepada Allah Ta'ala agar memberinya hidayah kepada ucapan,
perbuatan dan akhlak yang lebih baik serta memberinya rizki yang baik dan
barokah.
Wallahua'lam.
B
Pengertian Sholat Berjamaah & Manfaatnya | Pengertian Sholat Berjamaah | Manfaat dan Hikmah shalat berjamaah
Shalat berjamaah merupakan syi'ar islam yang sangat agung, menyerupai
shafnya malaikat ketika mereka beribadah, dan ibarat pasukan dalam suatu
peperangan, ia merupakan sebab jerjalinnya saling mencintai sesama
muslim, saling mengenal, saling mengasihi, saling menyayangi,
menampakkan kekuatan, dan kesatuan.
Allah menysyari'atkan bagi umat islam berkumpul pada waktuwaktu
tertentu, di antaranya ada yang setiap satu hari satu malam seperti
shalat lima waktu, ada yang satu kali dalam seminggu, seperti shalat
jum'at, ada yang satu tahun dua kali di setiap Negara seperti dua hari
raya, dan ada yang satu kali dalam setahun bagi islam keseluruha seperti
wukuf di arafah, ada pula yang dilakukan pada kondisi tertentu seperti
shalat istisqa' dan shalat khusuf. Shalat berjamaah wajib atas setiap
muslim yang mukallaf, laki-laki yang mampu, untuk shalat lima waktu,
baik dalam perjalanan maupun mukim, dalam keadaan aman, maupun takut.
Manfaat dan Hikmah shalat berjamaah
Banyak umat Islam yang menganggap remeh urusan shalat berjamaah.
Kenyataan ini dapat kita lihat di sekitar kita. Masih bagus mau shalat,
pikir kebanyakan orang, sehingga tidak berjamaah pun dianggap sudah
menjadi muslim yang baik, layak mendapat surga dan ridha Allah. Padahal,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dalam shahihain, sampai pernah
hendak membakar rumah para sahabat yang enggan berjamaah. Kisah ini
seharusnya dapat membuka mata kita betapa pentingnya berjamaah dalam
melaksanakan rukun Islam kedua ini.
Jika mengamati hadits-hadits yang berkaitan dengan shalat berjamaah,
barangkali kita dapat menyimpulkan sendiri bahwa hukum shalat berjamaah
“nyaris” wajib. Bagaimana tidak, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menerangkan bahwa hanya ada tiga hal yang dapat menjadi alasan bagi
kita untuk meninggalkan shalat berjamaah; hujan deras, sakit, dan
ketiduran. Di luar itu, beliau akan sangat murka melihat umat Islam
menyepelekan shalat berjamaah.
Perhatian besar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ini cukup
beralasan. Karena di dalam shalat berjamaah terdapat banyak hikmah dan
manfaat bagi umat Islam, baik untuk maslahat dien, dunia, dan akhirat
mereka. Berikut ini beberapa hikmah dan manfaat yang bisa diunduh umat
Islam dari shalat berjamaah
1. Allah telah mensyariatkan pertemuan bagi umat ini pada waktu-waktu tertentu.
Ada yang dilaksanakan secara berulang kali dalam sehari semalam, yaitu
shalat lima waktu dengan berjamaah di masjid. Ada juga pertemuan yang
dilaksanakan sekali dalam sepekan, yaitu shalat Jum'at. Ada juga yang
dilangsungkan setelah pelaksanaan ibadah yang agung, dan terulang dua
kali setiap tahunnya. Yaitu Iedul Fitri sesudah pelaksanaan ibadah puasa
Ramadlan dan Iedul Adha sesudah pelaksanaan ibadah Haji. Dan ada juga
yang dilaksakan setahun sekali yang dihadiri umat Islam dari seluruh
penjuru negeri, yaitu wukuf di Arafah. Semua ini untuk menjalin
hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama umat Islam, juga dalam
rangka membersihkan hati sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik dalam
bentuk ucapan maupun perbuatan.
2. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah melalui pertemuan ini dalam rangka memperoleh pahala dari-Nya dan takut akan adzab-Nya.
3. Menanamkan rasa saling mencintai.
Melalui pelaksanaan shalat berjamaah, akan saling mengetahui keadaan
sesamanya. Jika ada yang sakit dijenguk, ada yang meninggal di antarkan
jenazahnya, dan jika ada yang kesusahan cepat dibantu. Karena seringnya
bertemu, maka akan tumbuh dalam diri umat Islam rasa cinta dan kasih
sayang.
4. Ta'aruf (saling mengenal).
Jika orang-orang mengerjakan shalat secara berjamaah akan terwujud
ta'aruf. Darinya akan diketahui beberapa kerabat sehingga akan
tersambung kembali tali silaturahim yang hampr putus dan terkuatkan
kembali yang sebelumnya telah renggang. Dari situ juga akan diketahui
orang musafir dan ibnu sabil sehingga orang lain akan bisa memberikan
haknya.
5. Memperlihatkan salah satu syi'ar Islam terbesar.
Jika seluruh umat Islam shalat di rumah mereka masing-masing, maka tidak mungkin diketahui adanya ibadah shalat di sana.
6. Memperlihatkan kemuliaan kaum muslimin.
Yaitu jika mereka masuk ke masjid-masjid dan keluar secara bersamaan, maka orang kafir dan munafik akan menjadi ciut nyalinya.
7. Memberi tahu orang yang bodoh terhadap syariat agamanya.
Melalui shalat berjamaah, seorang muslim akan mengetahui beberapa
persoalan dan hukum shalat yang sebelumnya tidak diketahuinya. Dia bisa
mendengarkan bacaan yang bisa dia petik manfaat sekaligus dijadikan
pelajaran. Dia juga bisa mendengarkan beberapa bacaan dzikir shalat
sehinga lebih mudah menghafalnya. Dari sini, orang yang belum mengetahui
tentang syariat shalat, khususnya, bisa mengetahuinya.
8. Memberikan motifasi bagi orang yang belum bisa rutin menjalankan
shalat berjamaah, sekaligus mengarahkan dan membimbingnya seraya saling
mengingatkan untuk membela kebenaran dan senantiasa bersabar dalam
menjalankannya.
9. Membiasakan umat Islam untuk senantiasa bersatu dan tidak berpecah
belah. Dalam berjamaah terdapat kekuasaan kecil, karena terdapat imam
yang diikuti dan ditaati secara tepat. Hal ini akan membentuk pandangan
berIslam secara benar dan tepat tentang pentingnya kepemimpinan (imamah
atau khilafah) dalam Islam.
10. Membiasakan seseorang untuk bisa menahan diri dari menuruti kemauan
egonya. Ketika dia mengikuti imam secara tepat, tidak bertakbir sebelum
imam bertakbir, tidak mendahului gerakan imam dan tidak pula terlambat
jauh darinya serta tidak melakukan gerakan bebarengan dengannya, maka
dia akan terbiasa mengendalikan dirinya.
11. Membangkitkan perasaan orang muslim dalam barisan jihad, sebagaimana yang Allah firmankan,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan
yang tersusun kokoh." (QS. Ash Shaff: 4)
Orang yang mengerjakan shalat lima waktu dengan berjamaah dan
membiasakan untuk berbaris rapi, lurus dan rapat, akan menumbuhkan dalam
dirinya kesetiaan terhadap komandan dalam barisan jihad sehingga dia
tidak mendahului dan tidak menunda perintah-peritnahnya.
12. Menumbuhkan perasaan sama dan sederajat dan menghilang status sosial yang terkadang menjadi sekat pembatas di antara mereka.
Di sana, tidak ada pengistimewaan tempat bagi orang kaya, pemimpin, dan
penguasa. Orang yang miskin bisa berdampingan dengan yang kaya, rakyat
jelata bisa berbaur dengan penguasa, dan orang kecil bisa duduk
berdampingan dengan orang besar. Karena itulah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam memerintahkan untuk menyamakan shaff (barisan) shalat. Beliau
bersabda, "janganlah kalian berselisih yang akan menyebabkan
perselisihan hati-hati kalian." (HR. Muslim)
13. Dapat terlihat orang fakir miskin yang serba kekurangan, orang sakit, dan orang-orang yang suka meremehkan shalat.
Jika terlihat orang memakai pakaian lusuh dan tampak tanda kelaparan dan
kesusahan, maka jamaah yang lain akan mengasihi dan membantunya. Jika
ada yang tidak terlihat di masjid, akan segera diketahui keadaannya,
apakah sakit atau meremehkan kewajiban shalat berjamaah. Orang yang
sakit akan dijenguk dan diringankan rasa sakit dan kesusahannya,
sedangkan orang yang meremehkan shalat akan cepat mendapat nasihat
sehingga akan tercipta suasana saling tolong menolong dalam kebaikan dan
takwa.
14. Akan menggugah keinginan untuk mengikuti sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan para shabatnya. Melalui shalat
berjamaah, umat Islam bisa membayangkan apa yang pernah dijalani oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersama para shabatnya. Sang
imam seolah menempati tempat Rasulullah yang para jamaah seolah
menempati posisi sahabat.
15. Berjamaah menjadi sarana turunnya rahmat dan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
16. Akan menumbuhkan semangat dalam diri seseorang untuk meningkatkan
amal shalihnya dikarenakan ia melihat semangat ibadah dan amal shalih
saudaranya yang hadir berjamaah bersamanya.
17. Akan mendapatkan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda,
sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "shalat
berjamaah itu lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian." (HR.
Muslim)
18. Menjadi sarana untuk berdakwah, baik dengan lisan maupun perbuatan.
Berkumpulnya kaum muslimin pada waktu-waktu tertentu akan mendidik
mereka untuk senantiasa mengatur dan menjaga waktu.
C
Di kalangan ulama memang berkembang banyak pendapat tentang hukum
shalat berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu `ain, sehingga orang yang
tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah
sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain
untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah
hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah
muakkadah.
Tentu masing-masing pendapat itu ada benarnya, sebab mereka telah berijtihad dengan memenuhi kaidah istimbath
hukum yang benar. Kalau pun hasilnya berbeda-beda, tentu karena hal ini
adalah ijtihad. Sebab tidak ada lafadz yang secara eksplisit di dalam
Al Quran atau hadits yang menyebutkan bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya begini dan begini.
Yang ada hanya sekian banyak dalil yang masih mungkin menerima ragam
kesimpulan yang berbeda. Dan sebenarnya hal seperti ini sangat lumrah di
dunia fiqih, kita pun tidak perlu terlalu risau bila ada pendapat dari
ulama yang ternyata tidak sejalan dengan apa yang kita pahami selama
ini. Atau berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru kita selama ini.
Dan berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta
dalil masing-masing, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam
ilmu syariah.
1. Pendapat Kedua: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al Imam Asy Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al Ifshah
jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur (mayoritas) ulama baik
yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin).
Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al
Hanafiyah dan Al Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang
menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya.
Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka
berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah
itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatuth Thalibin karya Imam An Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat.
Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang
paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang
mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu
`ain.
Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
Dari Abi Darda` Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu
kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan
telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu
memakan domba yang lepas dari kawanannya.” (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
Dari Malik bin Al Huwairits bahwa Rasulullah SAW, “Kembalilah
kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah
mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat
tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang
paling tua menjadi imam.” (HR.Muslim 292 – 674).
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dari
shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR Muslim 650,249)
Al Khatthabi dalam kitab Ma`alimus Sunan jilid 1 halaman 160
berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat
berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan
berdasarkan hadits ini.
2. Pendapat Pertama: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al Auza`i, Abu
Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al Hanafiyah dan
mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan
tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah
dia mendatanginya untuk shalat. (lihat Mukhtashar Al Fatawa Al Mashriyah halaman 50).
Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Siapa yang mendengar
adzan tapi tidak menjawabnya (dengan shalat), maka dia tidak
menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya.” (Al-Muqni` 1/193)
Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh aku punya keinginan untuk
memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang
untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa
seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat
dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR Bukhari 644,657,2420,7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
3. Pendapat Ketiga: Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al Hanafiyah dan Al Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar
jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah
dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan
pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau
syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu
hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya
kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al
Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain.
Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. (silahkan periksan
kitab Bada`ius-Shanai` karya Al Kisani jilid 1 halaman 76).
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al Malikiyah dalam kitabnya Al Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. (lihat Qawanin Al Ahkam As-Syar`iyah halaman 83). Ad-Dardir dalam kitab Asy Syarhu Ash Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat berjamaah itu lebih utama dari
shalat sendirian dengan 27 derajat.” (HR. Muslim 650,249)
Ash Shan`ani dalam kitabnya Subulus Salam jilid 2 halaman 40
menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah
dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini:
Dari Abi Musa Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang
mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh
berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar
pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur.” (lihat Fathul Bari jilid 2 halaman 278)
4. Pendapat Keempat: Syarat Sahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat
fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka,
shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taimiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu` Fatawa jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah (lihat Al Muhalla
jilid 4 halaman 265). Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits,
Abul Hasan At Tamimi, Abu Al Barakat dari kalangan Al Hanabilah serta
Ibnu Khuzaimah.
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersaba, “Siapa yang mendengar azan tapi tidak
mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada
uzur.” (HR Ibnu Majah793, Ad-Daruquthuny 1/420, Ibnu Hibban 2064 dan Al Hakim 1/245)
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat buat
orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa
yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan
mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk
memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang
untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa
seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat
dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR Bukhari 644,657,2420,7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi oleh seorang laki-laki yang buta
dan berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata untuk memberikan
keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memanggilnya dan bertanya, “Apakah kamu dengar azan
shalat?” “Ya,” jawabnya. “Datangilah,” kata Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam . (HR Muslim 1/452).