Meraih Kesempurnaan Puasa lewat Pengendalian Diri
Allah azza wa jalla berfirman,
“Bulan ramadhan (adalah) bulan yang didalamnya diturunkan al Qur’an sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia dan penjelasan (bayan) tentang petunjuk itu dan furqon (pembeda haq dan batil)”
( QS. Al Baqoroh : 185)
Ramadhan jika ditinjau dari segi bahasa memiliki makna “sangat terik” atau panas karena terik matahari. Adapun bulan puasa disebut bulan ramadhan karena ia dapat memakar dosa-dosa dengan amal sholih. Adapun menurut Zamakhsyam dalam Rawai’ul Bayaan hal 100 mengatakan, “orang-orang arab dahulu kala ketika memindahkan nama-nama bulan itu menurut masa yang dilaluinya (menurut iklimnya). Nah, kebetulan bulan ini melalui masa panas karena sangat terik matahari, sehingga disebutlah ia Ramadhan.
Saudaraku, dus puasa adalah jalan menuju ketakwaan kepada Allah Ta’ala. Dan orang yang berpuasa adalah orang yang terdekat dengan Tuhannya. Saat perutnya kosong dan hatinya merasakan kepuasaan, tentramlah hidupnya, saat rongga perutnya merasakan dahaga, menangislah matanya.
Salah satu fungsi serta keutamaan hadirnya bulan ramadhan adalah ramadhan sebagai syahrush shobri atau bulan kesabaran, yaitu bulan untuk melatih dan mendidik individu untuk bersabar dalam menghadapi musibah, bersabar dalam ketaatan kepada Allah, serta bersabar dalam menjaga seluruh anggota tubuh agar tidak bermaksiat.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka pada hari ini, karena kesabaran mereka, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang” (QS. Al Mukminun: 111)
Saudaraku, salah satu fungsi puasa, disamping melatih kesabaran adalah merupakan proses pengendalian diri. Bulan puasa dirasa menjadi media yang paling tepat bagi setiap pribadi muslim untuk melatih mengendalikan diri, baik mengendalikan nafsunya, tingkah lakunya, maupun seluruh anggota tubuhnya, seperti mata, telinga, lidah, hati serta perut.
Nah, bagaimana cara mengendalikan diri, wabil khusus anggota tubuh kita pada bulan Ramadhan? Sejatinya urgensi puasa bukanlah sekedar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Lebih dari itu, puasa adalah proses mempuasakan beberapa anggota tubuh agar mampu mengendalikan setiap anggota tubuh dari melakukan perbuatan maksiat.
Kemudian muncul lagi satu pertanyaan, bagaimana hati, mata, telinga, mulut dan perut melakukan puasa? Berikut penjelasannya.
Sesungguhnya seluruh anggota tubuh ini memiliki peran yang sangat besar dalam menyempurnakan puasa setiap pribadi takwa. Begitu juga sebaliknya, mereka juga mampu menjadikan puasa menjadi sia-sia alias tidak memperoleh ridho Allah Ta’ala. Semua tergantung pada sejauh mana kita mampu memimpin dan mengendalikan mereka agar tidak melakukan maksiat. Disini, peran hati menjadi sangat sentral, melihat pengendali tubuh ini berada pada seonggok daging yang biasa kita sebut “hati”.
1. Bagaimana Hati Berpuasa?
Sesungguhnya hati adalah nahkoda bagi tubuh kita. Ia merupakan asas semua petunjuk, dasar semua taufiq, landasan dan pangkal perbuatan.
Allah SWT berfirman: “Barang siapa yang beriman kepada Allah, ….Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya.” ( At-Taghobun :11)
Dengan kata lain, hati memiliki fungsi sebagai pengendali seluruh anggota tubuh. Baik buruknya akhlak kita tergantung pada kondisi hati kita. Jika hati baik, maka baiklah hidup kita. Sebaliknya, jika hati dalam kondisi rusak, mati dan menderita, maka hancur pula hidup kita.
Maka dari itu saudaraku, jagalah hati ini. Jangan biarkan ia redup bahkan mati karena maksiat yang kita jalankan. Sinarilah ia dengan memperbanyak istighfar dan amal sholih. Pada bulan ramadhan, hati seorang insan beriman juga ikut berpuasa.
Nah, bagaimana sang hati ikut berpuasa? Yaitu dengan mengosongkannya dari materi, bentuk-bentuk syirik yang merusak, keyakinan yang batil, bisikan-bisikan jahat serta berbagai penyakit-penyakit hati seperti sombong, ujub dan dengki.
1. Bagaimana Lidah Berpuasa?
Puasanya lidah adalah dengan menjauhi berbagai perkara yang sia-sia, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun bagi kehidupannya. Beberapa perkara sia-sia diantaranya, ghibah (gosib), mengumpat, berbohong, dan melupakan hari kiamat.
Selanjutnya, bagaimana seharusnya lidah ini beramal? Para ulama salaf selalu menjaga lidah mereka dengan senantiasa mempertimbangkan dahulu kata-kata yang hendak diucapkan. Mereka menghormati bicara. Bicara mereka adalah dzikir dan diam mereka adalah berpikir.
Saudaraku, lidah ini adalah jalan untuk kebajikan. Seperti halnya hati, lidah juga memiliki kecenderungan untuk bermaksiat. Itulah mengapa ia mesti ikut berpuasa. Jagalah ia supaya tidak berlebihan dalam berbicara. Basahi ia dengan memperbanyak dzikir, didik ia dengan takwa serta bersihkan ia dari maksiat. Semoga Allah senantiasa memelihara lidah ini dari berbuat maksiat. Amin
1. Bagaimana Mata Berpuasa?
Maksiat banyak terjadi disebabkan oleh mata. Mata yang berkeliaran menjadi titik awal timbulnya perbuatan tercela. Itulah mengapa mata juga perlu berpuasa. Dan puasanya mata adalah dengan menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh agama.
Salah seorang salaf bertutur: “Suatu ketika saya gunakan mata untuk berbuat haram, lalu aku menjadi lupa al qur’an setelah 90 tahun menghafalnya”. Naudzubillah, begitu bahayanya mata ini. Sehingga tak berlebihan kiranya mereka berkata: Ia (mata) adalah panglima. Bila dilepas maka ia akan memangsa dan bila diikat, ia akan tunduk, dan bila dibebaskan sebebas-bebasnya, maka ia akan membawa hati pada kehancuran”.
Oleh karena itu wahai saudaraku, jagalah mata ini. Ajaklah ia tuk berpuasa. Jauhkan ia dari hal-hal yang haram. Jangan jerumuskan ia dengan membebaskannya sebebas-bebasnya untuk memandang segala sesuatu yang buruk. Mudah-mudahan hati ini tetap bersih dan puasa pun menjadi sempurna serta memperoleh ridho Allah Azza wa Jalla. Amin
1. Bagaimana Telinga Berpuasa?
Orang-orang yang sholih adalah mereka yang memelihara telinga mereka dari memperdengarkan hal-hal yang menimbulkan rusaknya hati dan kacaunya jiwa.
Selanjutnya, telinga berpuasa dengan menghindarkan diri dari mendengar kata-kata kotor dan jahat, serta lagu-lagu/syair yang menyebabkan lupanya hati dari mengingat Allah. Untuk mengatasi hal ini, maka seharusnyalah kita ajak telinga tuk memperdengarkan nasihat-nasihat dari ulama atau orang bijak. Tidak hanya itu, setelah mendengarkan, ajak pula ia tuk merenungkan dan memahami setiap untai kata yang dilantunkan oleh para ulama tersebut. Sehingga ia dapat mengambil hikmat darinya.
Telinga orang yang berpuasa diarahkan untuk memperdengarkan hal-hal yang indah, sedangkan telinga orang-orang lalai dipergunakan tuk mendengarkan kebatilan.
Semoga kikta menjadi hamba yang telinganya hanya tuk mendengarkan hal-hal yang baik dan benar. Amin
1. Bagaimana Perut Berpuasa?
Perut berpuasa dengan menjauhi segala sesuatu yang haram dan hanya mengisinya dengan makanan dan minuman yang halal lagi baik. Jauhkan perut ini dari makanan dan minuman hasil riba. Karena sejatinya mereka didapat dari perilaku haram.
Bagaimana mungkin perut ini melakukan puasa, sedang ia berbuka dengan yang haram. Jika sedikit saja perut ini terisi oleh sesuatu yang haram, maka sia-sialah puasa kita. Dan yang lebih parah, menjadi redup dan rusaklah hati ini.
Saudaraku, demikianlah anggota tubuh kita berpuasa. Hati, mata, lidah, telinga dan perut ini, kesemuanya adalah senjata untuk memperoleh kesempurnaan puasa kita. Maka dari itu, jagalah mereka dengan sebaik-baiknya. Kendalikan mereka agar tetap berada pada jalur takwa, dan hindarkan mereka dari hal-hal yang haram. Semoga Allah melapangkan puasa kita dan menempatkan kita pada kedudukan tinggi bersama para sahabat dan tabi’in. Amin.
Rabu, 12 Mei 2010
KEAJAIBAN ITU MILIK ANDA !!!!
Oleh : Arief Suryadi
Keajaiban akan terjadi pada hidup ini, bila melaksanakan langkah2 dibawah ini
1. SELALU INGAT PADA TUHAN
2. SHALAT BAGI YANG DIWAJIBKAN
3. PERCAYAKAN HIDUP PADA DIRI ANDA SENDIRI
4. MULIAKAN ORANG TUA
5. SEDEKAHKAN HARTA ANDA ( WALAUPUN Rp 100,- ) SETIAP HARI
6. BERSYUKURLAH ATAS APA YANG TERJADI
7. BERDOALAH UTUK MASA YAD ( WALAUPUN UNTUK 1 MENIT KEDEPAN)
Selamat menikmati keajaiban bila anda mencoba melaksanakan langkah2 diatas
Keajaiban akan terjadi pada hidup ini, bila melaksanakan langkah2 dibawah ini
1. SELALU INGAT PADA TUHAN
2. SHALAT BAGI YANG DIWAJIBKAN
3. PERCAYAKAN HIDUP PADA DIRI ANDA SENDIRI
4. MULIAKAN ORANG TUA
5. SEDEKAHKAN HARTA ANDA ( WALAUPUN Rp 100,- ) SETIAP HARI
6. BERSYUKURLAH ATAS APA YANG TERJADI
7. BERDOALAH UTUK MASA YAD ( WALAUPUN UNTUK 1 MENIT KEDEPAN)
Selamat menikmati keajaiban bila anda mencoba melaksanakan langkah2 diatas
Aku Tidak Memperoleh Apapun yang Aku Inginkan,tetapi Aku MENDAPATKAN Apapun yang Aku BUTUHKAN.''
Ada sesseorang yang selalu resah dan gelisah dalam hidupnya menemui seorang bijak dan berkata:
"Guru, saya tidak pernah mendapatkan KEBAHAGIAAN dalam hidupku....
Tolong ajarkan saya agar HIDUPKU SELALU BAHAGIA !"
Orang bijak itu menjawab:
" Kebahagiaan itu sebenarnya tidak perlu kau cari....Kebahagiaan itu ada pada dirimu sendiri. Tapi kamu dapat belajar untuk menemukannya"
''Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan ?''
Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab,
''Kira-kira sepuluh tahun.''
Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut,
''Begitu lama?'' tanyanya tak percaya.
''Tidak,'' kata si orang bijak,
''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.''
Anak muda itu bertambah bingung.
''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya keheranan.
Orang bijak kemudian berkata,
''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''
Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas?
Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya,
semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?
Lantas,
bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan?
Sebagaimana yang telah banyak disampaikan,
kebahagiaan hanya akan dicapai
kalau kita mau melakukan perjalanan KE DALAM.
Namun,
itu semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma.
Anda harus mau MEMBAYAR HARGANYA.
Agar lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko.
Nama toko itu adalah ''TOKO KEBAHAGIAAN''
Di sana tidak ada barang yang bernama 'Kebahagiaan'' karena
''Kebahagiaan'' itu sendiri TIDAK DIJUAL.
Namun,
toko ini menjual semua barang yang merupakan
unsur-unsur pembangun kebahagiaan, antara lain:
KESABARAN,
KEIKHLASAN,
RASA SYUKUR,
KASIH SAYANG,
KEJUJURAN,
KEPASRAHAN KEPADA TUHAN dan
RELA MEMAAFKAN.
Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.
Tetapi,
berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi.
Yang dijual di sini adalah BENIH.
Jadi, kalau Anda tertarik untuk Membeli ''Kesabaran''
Anda hanya akan mendapatkan ''Benih Kesabaran.''
Karena itu,
segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus Berusaha Keras
untuk Menumbuhkan Benih tersebut Sampai ia Menghasilkan BUAH KESABARAN.
Setiap Benih yang Anda beli di toko tersebut Mengandung
Sejumlah Persoalan yang Harus Anda Pecahkan.
Hanya bila Anda MAMPU Memecahkan Persoalan tersebut,
Anda akan Menuai Buahnya.
Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya.
''Kesabaran Tingkat 1,''
misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas atau
pengemudi bus yang ugal-ugalan.
''Kesabaran Tingkat 2''
berarti menghadapi orang yang sewenang-wenang atau
orang yang suka memfitnah.
''Kesabaran Tingkat 3'',
misalnya, adalah menghadapi keluarga Anda yang sendiri.
Menu yang lain misalnya ''BERSYUKUR''
''Bersyukur Tingkat 1''
adalah bersyukur di kala SENANG, sementara
''Bersyukur Tingkat 2''
adalah bersyukur di kala SUSAH.
''KEJUJURAN Tingkat 1,''
misalnya,
kejujuran dalam Kondisi Biasa, sementara
''Kejujuran Tingkat 2''
adalah kejujuran dalam Kondisi TERANCAM.
Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.
Setiap produk yang dijual di toko tersebut Berbeda-beda Harganya
sesuai dengan KUALITAS KARAKTER yang Ditimbulkannya.
Yang TERMAHAL ternyata adalah ''KESABARAN'' karena
kesabaran ini merupakan Bahan Baku dari
Segala Macam Produk yang Dijual di sana.
Seorang filsuf pernah mengatakan,
''Apa yang Kita Peroleh dengan TERLALU MUDAH PASTI KURANG Kita HARGAI.
Hanya Harga yang MAHAL-lah yang Memberi NILAI kepada SEGALANYA.
Tuhan Tahu Bagaimana MEMASANG Harga yang Tepat pada Barang-barangnya.''
Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara berbeda.
Kita akan Bersahabat dengan Masalah.
Kita pun akan Menyambut Setiap Masalah yang Ada dengan
Penuh KEGEMBIRAAN karena Dalam Setiap Masalah Senantiasa Terkandung
''OBATdan VITAMIN'' yang Sangat Kita Butuhkan.
Dengan demikian Anda akan BERTERIMA KASIH kepada
Orang-orang yang Telah Menyusahkan Anda karena
Mereka Memang ''diutus'' untuk Membantu Anda.
Pengemudi yang ugal-ugalan, orang yang jahat,
orang yang sewenang-wenang adalah
Peluang untuk MEMBENTUK Kesabaran.
Penghasilan yang Pas-pasan adalah
peluang untuk MENUMBUHKAN RASA SYUKUR.
Suasana yang Ribut dan Gaduh adalah
Peluang untuk MENUMBUHKAN KONSENTRASI.
Orang-orang yang TAK TAHU BERTERIMA KASIH adalah
Peluang untuk Menumbuhkan PERASAAN KASIH Tanpa Syarat.
Orang-orang yang MENYAKITI Anda adalah
Peluang untuk MENUMBUHKAN Kualitas RELA MEMAAFKAN.
Sebagai penutup Marilah kita Renungkan ungkapan berikut ini:
''Aku memohon Kekuatan dan
Tuhan memberiku Kesulitan-kesulitan untuk Membuatku KUAT.
Aku memohon Kebijaksanaan dan
Tuhan memberiku Masalah untuk Diselesaikan.
Aku memohon Kemakmuran dan
Tuhan memberiku TUBUH dan OTAK untuk Bekerja.
Aku memohon Keberanian dan
Tuhan memberiku berbagai BAHAYA untuk aku Atasi.
Aku memohon Cinta dan
Tuhan memberiku Orang-orang yang Bermasalah untuk Aku Bantu.
Aku mohon Berkah dan
Tuhan memberiku berbagai Kesempatan.
Aku Tidak Memperoleh Apapun yang Aku Inginkan,
tetapi Aku MENDAPATKAN Apapun yang Aku BUTUHKAN.''
"Guru, saya tidak pernah mendapatkan KEBAHAGIAAN dalam hidupku....
Tolong ajarkan saya agar HIDUPKU SELALU BAHAGIA !"
Orang bijak itu menjawab:
" Kebahagiaan itu sebenarnya tidak perlu kau cari....Kebahagiaan itu ada pada dirimu sendiri. Tapi kamu dapat belajar untuk menemukannya"
''Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan ?''
Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab,
''Kira-kira sepuluh tahun.''
Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut,
''Begitu lama?'' tanyanya tak percaya.
''Tidak,'' kata si orang bijak,
''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.''
Anak muda itu bertambah bingung.
''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya keheranan.
Orang bijak kemudian berkata,
''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''
Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas?
Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya,
semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?
Lantas,
bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan?
Sebagaimana yang telah banyak disampaikan,
kebahagiaan hanya akan dicapai
kalau kita mau melakukan perjalanan KE DALAM.
Namun,
itu semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma.
Anda harus mau MEMBAYAR HARGANYA.
Agar lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko.
Nama toko itu adalah ''TOKO KEBAHAGIAAN''
Di sana tidak ada barang yang bernama 'Kebahagiaan'' karena
''Kebahagiaan'' itu sendiri TIDAK DIJUAL.
Namun,
toko ini menjual semua barang yang merupakan
unsur-unsur pembangun kebahagiaan, antara lain:
KESABARAN,
KEIKHLASAN,
RASA SYUKUR,
KASIH SAYANG,
KEJUJURAN,
KEPASRAHAN KEPADA TUHAN dan
RELA MEMAAFKAN.
Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.
Tetapi,
berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi.
Yang dijual di sini adalah BENIH.
Jadi, kalau Anda tertarik untuk Membeli ''Kesabaran''
Anda hanya akan mendapatkan ''Benih Kesabaran.''
Karena itu,
segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus Berusaha Keras
untuk Menumbuhkan Benih tersebut Sampai ia Menghasilkan BUAH KESABARAN.
Setiap Benih yang Anda beli di toko tersebut Mengandung
Sejumlah Persoalan yang Harus Anda Pecahkan.
Hanya bila Anda MAMPU Memecahkan Persoalan tersebut,
Anda akan Menuai Buahnya.
Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya.
''Kesabaran Tingkat 1,''
misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas atau
pengemudi bus yang ugal-ugalan.
''Kesabaran Tingkat 2''
berarti menghadapi orang yang sewenang-wenang atau
orang yang suka memfitnah.
''Kesabaran Tingkat 3'',
misalnya, adalah menghadapi keluarga Anda yang sendiri.
Menu yang lain misalnya ''BERSYUKUR''
''Bersyukur Tingkat 1''
adalah bersyukur di kala SENANG, sementara
''Bersyukur Tingkat 2''
adalah bersyukur di kala SUSAH.
''KEJUJURAN Tingkat 1,''
misalnya,
kejujuran dalam Kondisi Biasa, sementara
''Kejujuran Tingkat 2''
adalah kejujuran dalam Kondisi TERANCAM.
Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.
Setiap produk yang dijual di toko tersebut Berbeda-beda Harganya
sesuai dengan KUALITAS KARAKTER yang Ditimbulkannya.
Yang TERMAHAL ternyata adalah ''KESABARAN'' karena
kesabaran ini merupakan Bahan Baku dari
Segala Macam Produk yang Dijual di sana.
Seorang filsuf pernah mengatakan,
''Apa yang Kita Peroleh dengan TERLALU MUDAH PASTI KURANG Kita HARGAI.
Hanya Harga yang MAHAL-lah yang Memberi NILAI kepada SEGALANYA.
Tuhan Tahu Bagaimana MEMASANG Harga yang Tepat pada Barang-barangnya.''
Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara berbeda.
Kita akan Bersahabat dengan Masalah.
Kita pun akan Menyambut Setiap Masalah yang Ada dengan
Penuh KEGEMBIRAAN karena Dalam Setiap Masalah Senantiasa Terkandung
''OBATdan VITAMIN'' yang Sangat Kita Butuhkan.
Dengan demikian Anda akan BERTERIMA KASIH kepada
Orang-orang yang Telah Menyusahkan Anda karena
Mereka Memang ''diutus'' untuk Membantu Anda.
Pengemudi yang ugal-ugalan, orang yang jahat,
orang yang sewenang-wenang adalah
Peluang untuk MEMBENTUK Kesabaran.
Penghasilan yang Pas-pasan adalah
peluang untuk MENUMBUHKAN RASA SYUKUR.
Suasana yang Ribut dan Gaduh adalah
Peluang untuk MENUMBUHKAN KONSENTRASI.
Orang-orang yang TAK TAHU BERTERIMA KASIH adalah
Peluang untuk Menumbuhkan PERASAAN KASIH Tanpa Syarat.
Orang-orang yang MENYAKITI Anda adalah
Peluang untuk MENUMBUHKAN Kualitas RELA MEMAAFKAN.
Sebagai penutup Marilah kita Renungkan ungkapan berikut ini:
''Aku memohon Kekuatan dan
Tuhan memberiku Kesulitan-kesulitan untuk Membuatku KUAT.
Aku memohon Kebijaksanaan dan
Tuhan memberiku Masalah untuk Diselesaikan.
Aku memohon Kemakmuran dan
Tuhan memberiku TUBUH dan OTAK untuk Bekerja.
Aku memohon Keberanian dan
Tuhan memberiku berbagai BAHAYA untuk aku Atasi.
Aku memohon Cinta dan
Tuhan memberiku Orang-orang yang Bermasalah untuk Aku Bantu.
Aku mohon Berkah dan
Tuhan memberiku berbagai Kesempatan.
Aku Tidak Memperoleh Apapun yang Aku Inginkan,
tetapi Aku MENDAPATKAN Apapun yang Aku BUTUHKAN.''
Gelombang sonar inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menerapi anak autis
Lumba-lumba tahu jika manusia yang ada didekatnya punya gangguan kesehatan. Kini lumba-lumba bisa dimanfaatkan untuk pengobatan karena gelombang sonar lumba-lumba bermanfaat untuk terapi anak autis, down syndrome, gangguan konsentrasi ataupun gangguan fungsi saraf motorik pascastroke.
"Gelombang sonar yang dikeluarkan lumba-lumba bisa memperbaiki syarat-syaraf yang kaku," jelas Manajer Klinik Dolphin Endang Sumaryati di Pulau Bidadari, Jakarta kepada detikcom, Minggu (21/2/2010).
Lumba-lumba memang dikenal sebagai hewan yang bersahabat dengan manusia. Selain ramah dengan manusia, mamalia yang satu ini juga secara alami mengeluarkan gelombang ultrasonar yang berfrekuensi tinggi.
Dengan ultrasonar ini, lumba-lumba tahu jika ada gangguan kesehatan pada manusia yang berada di dekat mereka dan berkomunikasi dengan mereka.
Dua lumba-lumba betina Yossi (18 tahun) dan Mia (9 tahun) merupakan penghuni Pulau Bidadari yang bertugas memberikan terapi kepada anak-anak penderita autis dan rehabilitasi degeneratif (pascastroke).
Saat berinteraksi dengan manusia di dalam air, lumba-lumba bisa mengirimkan daya akustik sampai 1 kilowatt yang mampu menembus tembok setebal 30 cm. Wajar bila gelombang sonar tersebut mampu menembus jaringan syaraf manusia yang hanya dilapisi tengkorak dan kulit.
Gelombang sonar inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menerapi anak autis, down syndrome, gangguan konsentrasi, ataupun gangguan fungsi saraf motorik pascastroke.
Saat ini, terapi lumba-lumba di Indonesia hanya ada dua tempat, yakni di Bali dan Pulau Bidadari. Karena lokasinya yang terbatas, banyak yang penasaran dengan keahlian lumba-lumba tersebut.
Banyak orang yang datang ingin membuktikan keampuhan sonar lumba-lumba untuk mengatasi masalah-masalah urat-urat syaraf. Namun lumba-lumba di Pulau Bidadari saat ini hanya diperuntukan untuk menerapi anak-anak penderita autis.
Besarnya animo orang untuk berenang dan berelaksasi bersama lumba-lumba diakui Husen Munir, manajer Pulau Bidadari. Menurutnya, selama ini banyak pengunjung yang datang ke pulau selain berwisata menikmati pemandangan pantai juga ingin berenang bersama lumba-lumba.
Sayangnya keinginan tersebut belum bisa dipenuhi pengelola. Soalnya, kolam lumba-lumba tersebut ukurannya kurang luas, hanya 13x8 meter. Keberadaan kolam tersebut hanya untuk anak-anak yang mengidap autis.
Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat.
Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Namun faktor genetik, lingkungan yang terpapar merkuri atau logam berat, pestisida atau antibiotik yang berlebihan diduga sebagai penyebabnya
"Gelombang sonar yang dikeluarkan lumba-lumba bisa memperbaiki syarat-syaraf yang kaku," jelas Manajer Klinik Dolphin Endang Sumaryati di Pulau Bidadari, Jakarta kepada detikcom, Minggu (21/2/2010).
Lumba-lumba memang dikenal sebagai hewan yang bersahabat dengan manusia. Selain ramah dengan manusia, mamalia yang satu ini juga secara alami mengeluarkan gelombang ultrasonar yang berfrekuensi tinggi.
Dengan ultrasonar ini, lumba-lumba tahu jika ada gangguan kesehatan pada manusia yang berada di dekat mereka dan berkomunikasi dengan mereka.
Dua lumba-lumba betina Yossi (18 tahun) dan Mia (9 tahun) merupakan penghuni Pulau Bidadari yang bertugas memberikan terapi kepada anak-anak penderita autis dan rehabilitasi degeneratif (pascastroke).
Saat berinteraksi dengan manusia di dalam air, lumba-lumba bisa mengirimkan daya akustik sampai 1 kilowatt yang mampu menembus tembok setebal 30 cm. Wajar bila gelombang sonar tersebut mampu menembus jaringan syaraf manusia yang hanya dilapisi tengkorak dan kulit.
Gelombang sonar inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk menerapi anak autis, down syndrome, gangguan konsentrasi, ataupun gangguan fungsi saraf motorik pascastroke.
Saat ini, terapi lumba-lumba di Indonesia hanya ada dua tempat, yakni di Bali dan Pulau Bidadari. Karena lokasinya yang terbatas, banyak yang penasaran dengan keahlian lumba-lumba tersebut.
Banyak orang yang datang ingin membuktikan keampuhan sonar lumba-lumba untuk mengatasi masalah-masalah urat-urat syaraf. Namun lumba-lumba di Pulau Bidadari saat ini hanya diperuntukan untuk menerapi anak-anak penderita autis.
Besarnya animo orang untuk berenang dan berelaksasi bersama lumba-lumba diakui Husen Munir, manajer Pulau Bidadari. Menurutnya, selama ini banyak pengunjung yang datang ke pulau selain berwisata menikmati pemandangan pantai juga ingin berenang bersama lumba-lumba.
Sayangnya keinginan tersebut belum bisa dipenuhi pengelola. Soalnya, kolam lumba-lumba tersebut ukurannya kurang luas, hanya 13x8 meter. Keberadaan kolam tersebut hanya untuk anak-anak yang mengidap autis.
Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat.
Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Namun faktor genetik, lingkungan yang terpapar merkuri atau logam berat, pestisida atau antibiotik yang berlebihan diduga sebagai penyebabnya
Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus
Sepasang orang muda yang baru menikah menempati sebuah rumah di sebuah kompleks perumahan.
Suatu pagi, sewaktu sarapan, sang istri melalui jendela kaca mereka, melihat tetangganya sedang menjemur kain. "Cuciannya kelihatan kurang bersih ya", kata sang istri. "Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus." Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun.
Sejak hari itu setiap wanita tetangganya menjemur pakaian, selalu saja sang istri memberikan komentar yang sama tentang kurang bersihnya si tetangga mencuci pakaian-pakaiannya.
Seminggu berlalu, sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur tetangganya terlihat cemerlang dan bersih, dan dia berseru kepada suaminya, "Lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya?"
Sang suami berkata, "Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan jendela kaca kita."
Dan begitulah kehidupan. Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain tergantung kepada kejernihan pikiran (jendela) lewat mana kita memandangnya.
Suatu pagi, sewaktu sarapan, sang istri melalui jendela kaca mereka, melihat tetangganya sedang menjemur kain. "Cuciannya kelihatan kurang bersih ya", kata sang istri. "Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus." Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun.
Sejak hari itu setiap wanita tetangganya menjemur pakaian, selalu saja sang istri memberikan komentar yang sama tentang kurang bersihnya si tetangga mencuci pakaian-pakaiannya.
Seminggu berlalu, sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur tetangganya terlihat cemerlang dan bersih, dan dia berseru kepada suaminya, "Lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya?"
Sang suami berkata, "Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan jendela kaca kita."
Dan begitulah kehidupan. Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain tergantung kepada kejernihan pikiran (jendela) lewat mana kita memandangnya.
LEBIH BAIK KITA TAHU PANDUAN JALAN YANG LURUS UNTUK MENCAPAI HIDUP BAHAGIA DIDUNIA DAN DI AKHERAT
Umur umatku berkisar antara 60-70 tahun. Sangat sedikit di antara mereka yang umurnya melampaui itu" (HR. At-Tirmidzi)
Usia Produktif Manusia
Kurang lebih masa produktif umur manusia sekarang adalah 20 tahun. Bila umur seseorang 60 tahun, maka untuk tidur saja ia perlukan 220 tahun jika tiap harinya ia tidur 8 jam. Lalu, 15 tahun adalah masa kanak-kanak, puber dan penyesuaian. Untuk makan, buang hajat, transportasi, istirahat dan hal-hal privacy lainnya menghabiskan 2-3 jam perharinya. Jika ditotal memakan usia sekitar 5 tahun.
Sepertiga sisa usianya (20 tahun) inilah yang harus dipertaruhkan untuk bisa produktif untuk kepentingan dunia dan akhiratnya. Manusia modern berusaha produktif, efisien dan efektif. Sanking produktifnya, ada orang yang merasa kurang dengan rotasi waktu 24 jam.
Dengan kemajuan teknologi, secara aktivitas duniawi manusia sekarang bisa jadi telah melampaui batas efisensi usia hingga 1000 tahun. Segala sesuatu dibuat serba instan, praktis, cepat dan otomatis; makanan, minuman, barang-barang elektronik hingga ilmu pengetahuan.
Usia Pendek Bisa Melebihi Nilai 1000 Tahun
Bagaimana agar kemenangan sebagai manusia modern tidak saja sebatas dalam urusan dunia tapi juga dalam kehidupan akhirat ?.
Al-Quran sering mengibaratkan kehidupan akhirat dengan perdagangan atau bisnis. (QS. 2:16; 61:10-11). Artinya, diperlukan kecermatan untuk menangkap peluang-peluang yang mendatangkan pahala kelak di akhirat. Al-Quran juga sering menyinggung dengan ungkapan-ungkapan agar kita lebih produktif, efisien dan efektif dalam urusan akhirat. Misal, firman Allah: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat pula balasannya". (QS. Az-Zilzal: 7-)
Jika dicermati, kualitas pahala yang melimpah ruah bagi umat Nabi Muhammad Saw adalah sangat relevan dengan karakter manusia modern. Yaitu serba ekonomis, instan, praktis dan penuh produktivitas.
Meski usia pendek, umat Nabi Muhammad Saw dengan rahmat Allah sangat potensial memproduksi pahala berlipat ganda dibanding umat terdahulu yang berusia hingga ribuan tahun. Umat ini banyak diberi keistimewaan pahala yang tidak diberikan kepada umat terhahulu.
15 Hari = Nilai 4166 Tahun
Sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad Saw, banyak proyek kebaikan yang mendatangkan pahala berlipatganda. Di antaranya adalah memperbanyak shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi (HR. Ahmad). Di Masjidil Haram pahalanya dilipatkan 100.000 kali, di Masjid Nabawi dilipatkan 1000 kali.
Pengertiannya, orang yang setiap hari shalat rawatib 12 rakaat di selain Masjidil Haram satu tahun ia baru mendapatkan 4320 rakaat. Sedang dua rakaat di Masjidil Haram sama dengan 200.000 rakaat. Artinya, untuk mendapatkan pahala shalat 200.000 rakaat di selain Masjidil Haram padahal di Masjidil Haram cukup dua rakaat diperlukan waktu selama 40 tahun tiga bulan, dengan shalat rawatib tiap harinya 12 rakaat.
Bila seorang haji aktif shalat jamaah di Masjidil Haram selama 15 hari berikut shalat rawatib maka nilainya sama dengan shalat 43.500.000 rakaat di luar Masjidil Haram, belum lagi hitungan shalat jamaahnya. Artinya, sama dengan ia shalat di luar Masjidil Haram (sebanyak 17 rakaat shalat wajib dan 12 rakaat rawatib) selama 4166 tahun lebih enam bulan.
Seperti Berusia 1215 Tahun
Soal jamaah shalat di masjid, Nabi Muhammad Saw menyebutkan pahalanya lebih utama 27 derajat dari shalat sendirian. (HR. Bukhari Muslim). Artinya, bila ada dua orang yang satu biasa shalat sendirian dan lainnya selalu berjamaah sepanjang hidupnya maka seakan-akan umur yang selalu berjamaah lebih panjang 27 kali dari kawannya. Bila ia biasa berjamaah sejak usia 15 tahun dan usianya 60 tahun, itu artinya seperti berusia 1215 tahun, sedang temannya tetap berusia 60 tahun.
Dalam hal shalat, muslimah memiliki keutamaan yang sangat spesial. Sebab shalatnya di rumah lebih baik daripada shalat jamaah di masjid, sekalipun Masjid Nabawi. (HR. Ahmad). Arti waktu saja, seorang muslimah seakan memiliki usia 27 kali lebih panjang dalam hal kebaikan. Proyek shalat selain yang sarat pahala adalah shalat sunnah di rumah. Shalat sunnah di rumah berpahala 25 kali lipat dibanding shalat di masjid atau jika dilihat orang lain. (HR. Abu Ya'la).
Pahala Puasa dan Shalat Malam 1000 Tahun
Hari Jum'at juga merupakan musim panen pahala yang melimpah ruah. Nabi Muhammad Saw bersabda: "Barangsiapa membasuh dan mandi pada hari jum'at, lalu bergegas berangkat, berjalan dan tidak berkendaraan, dekat dengan imam, mendengarkan dan tidak berbicara (saat khutbah), maka dia mendapat pahala amal selama setahun dengan setiap langkah kaki yang diayunkannya dari rumah hingga ke masjid, yaitu pahala puasa dan shalat malamnya" (HR. Abu Daud).
Jika sekali saja adab Jum'at yang mudah di atas kita laksanakan dan jarak rumah kita dengan masjid 1000 langkah kaki, maka Allah akan menetapkan bagi kita pahala puasa dan shalat malam selama 1000 tahun. Dan bila hal itu kita lakukan sepanjang tahun berapa kali lipat pahala ditangguk? Subhanallah.
Tak Mampu Haji = Pahala Haji
Bagi orang yang tak mampu haji dan umroh ada kiat menangguk pahala haji dan umroh tanpa ke Makkah alias gratis. Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa shalat Shubuh secara berjamaah (di masjid) lalu duduk sambil mengingat Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat (dhuha) dua rakaat, maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umroh, secara sempurna. (HR. Tirmidzi).
Pahala Sejumlah Jama'ah Shalat
"Pahala muadzin juga sangat besar. Ia mendapat pahala orang yang shalat bersamanya. Di samping itu, dosa muadzin diampuni sepanjang suaranya (HR. Nasa'i)". Bila jamaah shalat berjumlah 100 orang, ia mendapat pahala shalat 100 orang tersebut, dengan berbagai keutamaan yang disebutkan di atas. Bila suara kita jelek, atau tak sempat adzan, kita cukup menjawab adzan dan bagi kita pahala seperti pahala muadzin. (HR. Abu Daud).
Puasa 6 Hari = Setahun
Yang ingin menangguk pahala puasa sepanjang tahun, cukup dengan puasa Ramadhan satu bulan penuh ditambah dengan puasa Syawal 6 hari. (HR. Muslim). Kalkulasinya menurut para ulama, karena kebaikan itu pahalanya dilipatkan minimal 10 kali. Jadi 36 hari puasa sama dengan 360 hari alias setahun.
Menghadiri pengajian di masjid untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya kepada orang lain dijanjikan pahala sangat besar. Yaitu sama dengan pahala orang yang berhaji. (HR. Thabrani).
Semalam Lebih Baik Daripada 83 Tahun
Setahun sekali, Allah menurunkan bonus pahala besar yang disebut Lailatul Qadar. Shalat atau ibadah pada malam itu lebih baik dari ibadah seribu bulan atau 83 tahun tigaa bulan. Waktunya sangat mudah, salah satu dari lima malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Bila ada seorang muslim shalat malam pada Lailatul Qadar selama 20 tahun, ditetapkan baginya pahala lebih dari orang yang beribadah selama 1660 tahun. Subhanallah.
1 Jam Lebih Baik Daripada 60 Tahun
Jihad fi sabilillah dengan jiiwa dan harta atau dengan salah satu daripadanya juga sangat menjanjikan. Nabi Saw bersabda : "Keberadaan seseorang dalam jihad fi sabilillah satu jam, sungguh lebih baik daripada ibadah 60 tahun." (HR. Ad-Darmi). Bagaimana pula jika dalam sehari, sebulan dan beberapa tahun ?.
Melebihi Pahala Sebagian Tingkat Jihad
Panen pahala melimpah juga ada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Orang yang melakukan beberapa kebaikan dan amal shalih pada hari-hari tersebut akan mendapat limpahan pahala tak terhingga, bahkan mengungguli pahala sebagian tingkat jihad (HR. Bukhari).
Nilai Khatam Al-Quran Dengan Sesaat
Prinsip ekonomi, modal kecil untung besar berlaku pula dalam pahala bacaan Al-Qur'an. Nabi SAW bersabda "Qulhuwallahu ahad sama dengan sepertiga Al-Qur'an dan Qul ya ayyuhal kafirun sama dengan seperempat Al-Qur'an." (HR. Thabrani, shahih). Bila setiap hari kita membaca surat al-Ikhlas tiga kali, kita dapat pahala khatam Al-Qur'an sekali, empat kali surat Al-Kafirun juga berpahala satu kali khatam.
Lebih Baik Daripada I'tikaf 10 Tahun
Kegiatan sosial, seperti memberi santunan sembako, pinjaman, membebaskan hutang dan berbagai bentuk pemenuhan kebutuhan sesama manusia juga sarat pahala, Nabi Saw bersabda: "Siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka itu lebih baginya dari pada I'tikaf selama 10 tahun. Dan barangsiapa I'tikaf satu hari untuk mencari ridha Allah, maka Allah menjadikan tiga parit antara dirinya dan neraka. Jarak setiap parit seperti jarak antara timur dan barat" (HR.Thabrani, Hasan).
Dido'akan 70.000 Malaikat
Orang yang menjenguk si sakit akan didoakan 70.000 malaikat, dan selama membezuk, ia (seakan) berada di kebun surga. (HR. Tirmidzi, Hasan). Padahal untuk minta didoakan 100 kyai saja, kita perlu waktu dan biaya besar buat mengundangnya. Ini tak tanggung-tanggung, cukup bezuk si sakit 70.000 malaikat yang maksum mendoakan kita.
Masih banyak lagi proyek-proyek lain berpahala besar. Tetapi yang lebih penting, mari kita amalkan. Terakhir, ada proyek amal yang menghasilkan deposito pahala abadi. Karenanya kita perlu usahakan, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang selalu mendoakan kita. (HR. Muslim).
Hanya Untuk Allah Semata-mata
Hikmah dari berbagai pahala besar di atas adalah hendaknya kita tidak menyia-nyiakan usia meski sedetik untuk suatu kebaikan. Sebab setiap detik usia kita ada pertanggungjawabannya. Di samping itu, diberikannya berbagai bonus pahala tersebut agar kita lebih giat lagi beribadah. Insya Allah hidup kita akan produktif hingga ribuan tahun. Tidak hanya untuk kepentingan dunia, tapi juga untuk akhirat. Amin.
Usia Produktif Manusia
Kurang lebih masa produktif umur manusia sekarang adalah 20 tahun. Bila umur seseorang 60 tahun, maka untuk tidur saja ia perlukan 220 tahun jika tiap harinya ia tidur 8 jam. Lalu, 15 tahun adalah masa kanak-kanak, puber dan penyesuaian. Untuk makan, buang hajat, transportasi, istirahat dan hal-hal privacy lainnya menghabiskan 2-3 jam perharinya. Jika ditotal memakan usia sekitar 5 tahun.
Sepertiga sisa usianya (20 tahun) inilah yang harus dipertaruhkan untuk bisa produktif untuk kepentingan dunia dan akhiratnya. Manusia modern berusaha produktif, efisien dan efektif. Sanking produktifnya, ada orang yang merasa kurang dengan rotasi waktu 24 jam.
Dengan kemajuan teknologi, secara aktivitas duniawi manusia sekarang bisa jadi telah melampaui batas efisensi usia hingga 1000 tahun. Segala sesuatu dibuat serba instan, praktis, cepat dan otomatis; makanan, minuman, barang-barang elektronik hingga ilmu pengetahuan.
Usia Pendek Bisa Melebihi Nilai 1000 Tahun
Bagaimana agar kemenangan sebagai manusia modern tidak saja sebatas dalam urusan dunia tapi juga dalam kehidupan akhirat ?.
Al-Quran sering mengibaratkan kehidupan akhirat dengan perdagangan atau bisnis. (QS. 2:16; 61:10-11). Artinya, diperlukan kecermatan untuk menangkap peluang-peluang yang mendatangkan pahala kelak di akhirat. Al-Quran juga sering menyinggung dengan ungkapan-ungkapan agar kita lebih produktif, efisien dan efektif dalam urusan akhirat. Misal, firman Allah: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat pula balasannya". (QS. Az-Zilzal: 7-)
Jika dicermati, kualitas pahala yang melimpah ruah bagi umat Nabi Muhammad Saw adalah sangat relevan dengan karakter manusia modern. Yaitu serba ekonomis, instan, praktis dan penuh produktivitas.
Meski usia pendek, umat Nabi Muhammad Saw dengan rahmat Allah sangat potensial memproduksi pahala berlipat ganda dibanding umat terdahulu yang berusia hingga ribuan tahun. Umat ini banyak diberi keistimewaan pahala yang tidak diberikan kepada umat terhahulu.
15 Hari = Nilai 4166 Tahun
Sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad Saw, banyak proyek kebaikan yang mendatangkan pahala berlipatganda. Di antaranya adalah memperbanyak shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi (HR. Ahmad). Di Masjidil Haram pahalanya dilipatkan 100.000 kali, di Masjid Nabawi dilipatkan 1000 kali.
Pengertiannya, orang yang setiap hari shalat rawatib 12 rakaat di selain Masjidil Haram satu tahun ia baru mendapatkan 4320 rakaat. Sedang dua rakaat di Masjidil Haram sama dengan 200.000 rakaat. Artinya, untuk mendapatkan pahala shalat 200.000 rakaat di selain Masjidil Haram padahal di Masjidil Haram cukup dua rakaat diperlukan waktu selama 40 tahun tiga bulan, dengan shalat rawatib tiap harinya 12 rakaat.
Bila seorang haji aktif shalat jamaah di Masjidil Haram selama 15 hari berikut shalat rawatib maka nilainya sama dengan shalat 43.500.000 rakaat di luar Masjidil Haram, belum lagi hitungan shalat jamaahnya. Artinya, sama dengan ia shalat di luar Masjidil Haram (sebanyak 17 rakaat shalat wajib dan 12 rakaat rawatib) selama 4166 tahun lebih enam bulan.
Seperti Berusia 1215 Tahun
Soal jamaah shalat di masjid, Nabi Muhammad Saw menyebutkan pahalanya lebih utama 27 derajat dari shalat sendirian. (HR. Bukhari Muslim). Artinya, bila ada dua orang yang satu biasa shalat sendirian dan lainnya selalu berjamaah sepanjang hidupnya maka seakan-akan umur yang selalu berjamaah lebih panjang 27 kali dari kawannya. Bila ia biasa berjamaah sejak usia 15 tahun dan usianya 60 tahun, itu artinya seperti berusia 1215 tahun, sedang temannya tetap berusia 60 tahun.
Dalam hal shalat, muslimah memiliki keutamaan yang sangat spesial. Sebab shalatnya di rumah lebih baik daripada shalat jamaah di masjid, sekalipun Masjid Nabawi. (HR. Ahmad). Arti waktu saja, seorang muslimah seakan memiliki usia 27 kali lebih panjang dalam hal kebaikan. Proyek shalat selain yang sarat pahala adalah shalat sunnah di rumah. Shalat sunnah di rumah berpahala 25 kali lipat dibanding shalat di masjid atau jika dilihat orang lain. (HR. Abu Ya'la).
Pahala Puasa dan Shalat Malam 1000 Tahun
Hari Jum'at juga merupakan musim panen pahala yang melimpah ruah. Nabi Muhammad Saw bersabda: "Barangsiapa membasuh dan mandi pada hari jum'at, lalu bergegas berangkat, berjalan dan tidak berkendaraan, dekat dengan imam, mendengarkan dan tidak berbicara (saat khutbah), maka dia mendapat pahala amal selama setahun dengan setiap langkah kaki yang diayunkannya dari rumah hingga ke masjid, yaitu pahala puasa dan shalat malamnya" (HR. Abu Daud).
Jika sekali saja adab Jum'at yang mudah di atas kita laksanakan dan jarak rumah kita dengan masjid 1000 langkah kaki, maka Allah akan menetapkan bagi kita pahala puasa dan shalat malam selama 1000 tahun. Dan bila hal itu kita lakukan sepanjang tahun berapa kali lipat pahala ditangguk? Subhanallah.
Tak Mampu Haji = Pahala Haji
Bagi orang yang tak mampu haji dan umroh ada kiat menangguk pahala haji dan umroh tanpa ke Makkah alias gratis. Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa shalat Shubuh secara berjamaah (di masjid) lalu duduk sambil mengingat Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat (dhuha) dua rakaat, maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umroh, secara sempurna. (HR. Tirmidzi).
Pahala Sejumlah Jama'ah Shalat
"Pahala muadzin juga sangat besar. Ia mendapat pahala orang yang shalat bersamanya. Di samping itu, dosa muadzin diampuni sepanjang suaranya (HR. Nasa'i)". Bila jamaah shalat berjumlah 100 orang, ia mendapat pahala shalat 100 orang tersebut, dengan berbagai keutamaan yang disebutkan di atas. Bila suara kita jelek, atau tak sempat adzan, kita cukup menjawab adzan dan bagi kita pahala seperti pahala muadzin. (HR. Abu Daud).
Puasa 6 Hari = Setahun
Yang ingin menangguk pahala puasa sepanjang tahun, cukup dengan puasa Ramadhan satu bulan penuh ditambah dengan puasa Syawal 6 hari. (HR. Muslim). Kalkulasinya menurut para ulama, karena kebaikan itu pahalanya dilipatkan minimal 10 kali. Jadi 36 hari puasa sama dengan 360 hari alias setahun.
Menghadiri pengajian di masjid untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya kepada orang lain dijanjikan pahala sangat besar. Yaitu sama dengan pahala orang yang berhaji. (HR. Thabrani).
Semalam Lebih Baik Daripada 83 Tahun
Setahun sekali, Allah menurunkan bonus pahala besar yang disebut Lailatul Qadar. Shalat atau ibadah pada malam itu lebih baik dari ibadah seribu bulan atau 83 tahun tigaa bulan. Waktunya sangat mudah, salah satu dari lima malam ganjil sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Bila ada seorang muslim shalat malam pada Lailatul Qadar selama 20 tahun, ditetapkan baginya pahala lebih dari orang yang beribadah selama 1660 tahun. Subhanallah.
1 Jam Lebih Baik Daripada 60 Tahun
Jihad fi sabilillah dengan jiiwa dan harta atau dengan salah satu daripadanya juga sangat menjanjikan. Nabi Saw bersabda : "Keberadaan seseorang dalam jihad fi sabilillah satu jam, sungguh lebih baik daripada ibadah 60 tahun." (HR. Ad-Darmi). Bagaimana pula jika dalam sehari, sebulan dan beberapa tahun ?.
Melebihi Pahala Sebagian Tingkat Jihad
Panen pahala melimpah juga ada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Orang yang melakukan beberapa kebaikan dan amal shalih pada hari-hari tersebut akan mendapat limpahan pahala tak terhingga, bahkan mengungguli pahala sebagian tingkat jihad (HR. Bukhari).
Nilai Khatam Al-Quran Dengan Sesaat
Prinsip ekonomi, modal kecil untung besar berlaku pula dalam pahala bacaan Al-Qur'an. Nabi SAW bersabda "Qulhuwallahu ahad sama dengan sepertiga Al-Qur'an dan Qul ya ayyuhal kafirun sama dengan seperempat Al-Qur'an." (HR. Thabrani, shahih). Bila setiap hari kita membaca surat al-Ikhlas tiga kali, kita dapat pahala khatam Al-Qur'an sekali, empat kali surat Al-Kafirun juga berpahala satu kali khatam.
Lebih Baik Daripada I'tikaf 10 Tahun
Kegiatan sosial, seperti memberi santunan sembako, pinjaman, membebaskan hutang dan berbagai bentuk pemenuhan kebutuhan sesama manusia juga sarat pahala, Nabi Saw bersabda: "Siapa yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, maka itu lebih baginya dari pada I'tikaf selama 10 tahun. Dan barangsiapa I'tikaf satu hari untuk mencari ridha Allah, maka Allah menjadikan tiga parit antara dirinya dan neraka. Jarak setiap parit seperti jarak antara timur dan barat" (HR.Thabrani, Hasan).
Dido'akan 70.000 Malaikat
Orang yang menjenguk si sakit akan didoakan 70.000 malaikat, dan selama membezuk, ia (seakan) berada di kebun surga. (HR. Tirmidzi, Hasan). Padahal untuk minta didoakan 100 kyai saja, kita perlu waktu dan biaya besar buat mengundangnya. Ini tak tanggung-tanggung, cukup bezuk si sakit 70.000 malaikat yang maksum mendoakan kita.
Masih banyak lagi proyek-proyek lain berpahala besar. Tetapi yang lebih penting, mari kita amalkan. Terakhir, ada proyek amal yang menghasilkan deposito pahala abadi. Karenanya kita perlu usahakan, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang selalu mendoakan kita. (HR. Muslim).
Hanya Untuk Allah Semata-mata
Hikmah dari berbagai pahala besar di atas adalah hendaknya kita tidak menyia-nyiakan usia meski sedetik untuk suatu kebaikan. Sebab setiap detik usia kita ada pertanggungjawabannya. Di samping itu, diberikannya berbagai bonus pahala tersebut agar kita lebih giat lagi beribadah. Insya Allah hidup kita akan produktif hingga ribuan tahun. Tidak hanya untuk kepentingan dunia, tapi juga untuk akhirat. Amin.
Senin, 03 Mei 2010
Ka’Bah Itu Adalah Pusat Planet Bumi
Astronout Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari Planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ???”
Para Astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada masalah tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya kenapa jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) “
Para Astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada masalah tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya kenapa jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) “
DONGENG SASAKALA SUNDA
Dongeng Sasakala: MAUNG LEUTIK CANGKENGNA
Ceuk beja, cenah baheula mah maung teh antara cangkeng jeung dadana teu sabaraha beda, ampir sarua bae gedena.
Dina usum paceklik dihiji leuweung, sasatoan kungsi ngarandapan kakurangan kahakanan. Sagala bubuahan, beubeutian, katut ka jujukutan oge gararing, sabab halodo banget.
Hiji mangsa waktu maung keur ngalantung neangan kahakanan, kabeneran aya peucang keur ngahuleng jiga anu susah. Eta peucang teh kacida begangna ngan kari tulang jaeung kulit, sabab hese ku kadaharan tea.
Sabot peucang ngalamun, teu puguh timana jolna, ngan gaur bae aya sora maung gagauran. Atuh peucang teh kacida reuwaseunana, sabab ari ret teh direret ku peucang, tetela eta maung teh aya beulah katuhueunana keur ngadodoho. Maung teh kacida lapareunana, bangun geus hayang geura gep ngegel peucang.
Peucang teh teu bisa kukumaha, sabab ceuk pamikirna najan lumpat oge moal burung kaudag, da puguh teu boga tanaga. Ahirna peucang teh kari sumerah diri wae ka nu kawasa, bari ngadua menta dipanjangkeun umur, sarta disalametkeun tina bahaya maot anu geus kari sahos-hoseun. Pok peucang teh nyarita, “Salira maung, ayeuna mah tong gagauran nyingsieunan, da puguh kuring mah kari ngerekeb bae. Tapi ceuk kuring mah leuwih hade neangan deui anu lintuh, da ngerekeb kuring mah moal matak seubeuh, da sakieu begangna katembong tulang.”
Gaur deui maung teh ngagaur, maksud na sangkan eta peucang teu bisa kabur. Saterusna maung nyarita ka peucang, “Hey sakadang peucang, aing teu ngarti naon sababna maneh tenang-tenang wae, teu lumpat nyingkahan aing, jeung naon sababna maneh ngahuleng wae, padahal awak maneh teh ku aing rek di jojoet disasaak dibudal badil.”
Tembal peucang bari lumengis, “Kuring teu lumpat nyingkahan salira, sabab jaba ti teu kuat lumpat teh, lamun percaya mah kusalira, kuring teh keur dititah ku raja di dieu nungguan beubeurna. Raja ayeuna keur usaha kaluar, nyiar pangabutuh urang sarerea anu aya di ieu leuweung. Kulantaran kitu, kuring moal rek lumpat, kuring kudu tanggungjawab kana tugas nu ditibankeun ka kuring.”
Maung teu percaya yen peucang dititah nungguan beubeur raja, sabab biasana oge anu sok dititah ngawal raja mah, sasatoan nu garalak seperti maung atawa srigala. Tuluy maung teh nanya deui ka peucang, “Mana beubeur raja teh, nu kumaha ? Aing sanajan sok katitah oge ku raja, can ngalaman dititah nungguan beubeur na mah. Aing hayang nyaho, pek geura tembongkeun!”
Maung maksa ka peucang, supaya masrahkeun beubeur raja tea. Peucang nembalan lemah lembut, “Salira Maung, kuring teu dikengingkeun nyekel eta beubeur, mung ukur nungguan wungkul. Kumargi kitu bilih salira hoyong terang nu kumaha beubeur raja, ka dieu bae geura nyaketan supados tetela.” Peucang nunjuk kanu ngajepat hareupeunana, bari nitah dideukeutan ku maung.
Teu loba piker, terus bae maung teh ngadeukeutan panuduhan peucang, bari terus nyarita deui, “Sakadang Peucang, bener alus beubeur raja teh, geuning mani harerang kitu. Kira-kirana bisa lamun aing ngajaran make?”
“Teu tiasa! bujeng-bujeng di angge, dicepeng oge teu kenging,” tembal peucang bari tungkul bangun nalangsa.
“Ah…! Ceuk saha teu meunang ? Aing mah panasaran hayang mecakan beubeur raja,” maung maksa ka peucang, bari terus gagauran nembongkeun sihungna nu rangeteng, nyingsieunan peucang.
“Ari bener mah salira maksa hayang nyobaan eta beubeur, kari kumaha salira bae, ngan kuring boga pamenta sangkan kuring teu katanyaan ku nu janten raja, kuring kudu ingkah heula ti dieu. Saterusna, lamun kuring geus jauh, eta beubeur teh pek geura pake ku salira, tapi kudu nurut kana kode kuring, lamun kuring geus nyebut : “pake!” Rap ieu beubeur teh geura pake. Tah sakitu pamenta kuring lamun keukeuh saliran hayang ngajaran make beubeur raja mah.”
Teu panjang carita, pamenta peucang teh disaluyuan ku maung. Sanggeus sagalana beres, berebet bae peucang lumpat satarikna. Sanggeus kira-kira jauh ti maung, peucang mere kode, “pake, pake…! pake!”. Peucang ngagorowok tilu kali.
Ngadenge kode kitu maung teu tata pasini deui, rap bae eta beubeur nu ngajepat di hareupeunana teh dibeulitkeun kana cangkengna. Atuh puguh we ngabeulitna teh tarik pisan, sabab anu disebut beubeur raja ku peucang teh, nyatana oray welang anu tarik pisan meulitna. Teu sabaraha lila oge cangkeng maung teh jadi leutik kapeureut ku meulitna oray welang.
Dongeng Sasakala: KUDA
Jaman baheula beh ditueun baheula waktu sasatoan barisa keneh ngomong cara jelema, di hiji leuweung aya hiji sato gede. Eta sato ngadenge beja, yen di dunya aya manusa sarta pinter pisan akalna. Eta sato hayangeun nyaho, kumaha rupana manusa teh, jeung haying nyaho kapinteranana.
Tuluy eta sato gede teh ka luar ti eta leuweung, maksudna rek neangan manusa tea. Di jalan papanggih jeung jalma tiluan. Eta sato gede teh nanya, “Rek ka mana maraneh araya di dieu?”
“Rek ngala suluh ka leuweung,” tembal nu saurang. “Ari maneh rek ka mana?”
“Kieu, bejana di ieu dunya teh aya nu disebut manusa pinter jeung rea akalna. Kaula haying nyaho rupana, jeung kaula haying nyoba kapinteranana. Sugan andika nyaraho, di mana ayana eta manusa teh?”
“Puguh bae nyaho mah, ngan tempatna jauh ti dieu. Tuh, di ditu.”
“Naha maraneh bias nganteur ka kaula, sabab kaula haying pisan papanggih jeung nu disebut manusa teh?”
“Bisa, ngan kaula teu kuat leumpangna, sabab kacida jauhna.”
“Gampang, lamun maraneh teu kuat leumpang mah, tarumpak bae dina tonggong kaula. Gede tanaga kaula mah.”
“Ah embung, tumpak dina tonggong maneh tiluan mah, sieun aya nu ragrag mun engke maneh lumpat. Kieu bae ayeuna mah, ku lantaran geus burit, sanajan dianteur oge kaula tiluan, moal bias nepi beurang keneh ka ditu, da kacida jauhna tea. Kumaha lamun isukan bae isuk-isuk jeung kaula rek mikir-mikir heula, supaya bias kabawa tiluanana.”
“Heug,” ceuk eta sato teh.
Tuluy eta sato teh balik ka tempatna di leuweung. Nya kitu deui jalma nu tiluan tea baralik ka lemburna.
Sadatangna ka lembur, jalma anu tiluan teh badami, kumaha akalna supaya bisa tumpak eta sato bareng tiluan.
Cek nu saurang, “Urang nyieun padati leutik bae, kai loba. Keun manehna sina narik, urang tiluan nu tarumpakna.”
Tuluy eta jalma nu tiluan teh sapeupeuting nyieun padati leutik, kira asup tiluaneun.
Isukna isuk-isuk sato gede teh geus papanggih deui jeung jalma anu tiluan.
Cek jalma anu saurang, “Tah, ieu padati tarik ku maneh, kaula tiluan nu tarumpakna!”
“Kumaha narikna, da kaula teu boga leungeun?”
“Gampang, hulu (sungut) maneh bae ditalian (dikadalian), talina dicekel ku kaula, bisi maneh tarik teuing lumpat ku kaula bisa ditahan. Jeung dada maneh ditalian kana ieu padati (make lestreng), supaya ieu padati katarik,” ceuk nu saurang teh.
“Ari eta naon?” ceuk eta sato bari nunjuk ku gadona.
“Ieu ngaranna pecut. Bisi maneh lumpatna kendor, ku ieu pecut bias gancang deui.”
Sanggeus sagalana beres, tuluy elesna dicekel ku nu saurang. Ceterr… eta sato dipecut, belenyeng lumpat tarik pisan. Barang geus jauh, sato teh eureun, nanyakeun, “Jauh keneh tempat manusa teh?”
Ditembal ku jalma nu saurang, “Geus deukeut. Tuh beh ditu!”
Belenyeng deui eta sato lumpat.
Barang geus kacida capeeunana, sato teh eureun deui, nanyakeun, “Dimana ayana manusa teh, kaula geus kacida capena?”
Jalma nu tiluan teh turun tina padati. Cek nu saurang, “Saenyana, ieu kaula tiluanana nu disebut manusa teh. Ayeuna maneh rek kumaha? Rupa manusa ayeuna maneh geus nyaho, akal jeung kapinteranana geus bukti, nepi ka menh geus bias mawa kaula tiluan nu sakitu jauhna, ditarik ku maneh dina ieu padati meunang nyieun manusa.”
Jawab eta sato, “Bener, manusa teh pinter rea akalna. Ayeuna kaula taluk ka manusa. Jeung kaula rek menta ngaran ka andika, sabab kaula tacan boga ngaran.”
Ceuk jalma anu pangpinterna, “Ayeuna maneh ku kaula dingaranan KUDA, sabab waktu maneh rek lumpat narik padati tadi, ku kaula katenjo suku maneh nguKUD kana taheun, jeung daDA maneh narik kana ieu padati.”
Nya nepi ka ayeuna, sato nu kitu pandena teh disebut KUDA.
Sumber: Tina Dongeng-dongeng Sasakala
Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyét Maling Cabé
Isuk-isuk sakadang kuya moyan di sisi leuwi. Keur kitu torojol sobatna nya éta Sakadang Monyét.
“Sakadang Kuya!” Sakadang Monyét ngageroan.
“Kuk!” Témbal Sakadang Kuya.
“Sakadang Kuya!”
“Kuk!”
Sakadang Monyét nyampeurkeun ka Sakadang Kuya.
“Keur naon Sakadang Kuya?”
“Ah keur kieu wé, keur moyan.”
“Ti batan cicing kitu mah mending ngala cabé, yu!”
“Di mana?”
“Di kebon Patani, mangka cabéna geus bareureum.”
“Embung, ah. Sakadang monyét mah sok gandéng.”
“Moal, moal gandéng ayeuna mah.”
“Nyaan moal gandéng?”
“Moal, nyaan moal gandéng.”
“Hayu atuh ari moal gandéng mah.”
Bring atuh Sakadang Monyét jeung Sakadang Kuya téh indit ka kebon patani. Barang tepi ka kebon, katémbong cabé pelak patani geus arasak mani bareureum euceuy. Sup duanana ka kebon. Sakadang Kuya moncor kana pager, ari Sakadang Monyét ngaluncatan pager. Terus baé ngaralaan cabé, didalahar di dinya kénéh.
Sakadang Kuya mani seuhah-seuhah baé ladaeun. Kitu deui sakadang monyét. Keur kitu, ana gorowok téh Sakadang Monyét ngagorowok.
“Seuhah lata-lata!” Maksudna mah “seuhah lada-lada”.
“Ssst, Sakadang Monyét, ulah gandéng atuh!”
Sakadang Monyét henteu ngawaro.
“Seuhah lata-lata!”
“Sakadang Monyét! Bisi kadéngéeun ku Bapa Tani.”
Tapi Sakadang Monyét api-api teu ngadéngé. Gorowok deui baé.
“Seuhah lata-lata!”
Kahariwang Sakadang Kuya kabuktian. Sora Sakadang Monyét anu tarik kadéngéeun ku Bapa Tani ti imahna, anu teu jauh ti kebonna. Bapa Tani gura-giru lumpat ka kebon. Barang nepi ka kebon, katémbong aya monyét jeung kuya keur ngaweswes bari seuhah ngadaharan cabé.
“Beunang siah nu sok malingan cabé téh!” Bapa Tani ngagorowok bari lumpat muru ka nu keur ngahakanan cabé.
Ngadéngé aya nu ngagebah, gajleng baé Sakadang Monyét ngejat, térékél kana tangkal kai.
“Sakadang Monyét, dagoan!” Sakadang Kuya ngagorowok ménta tulung. Tapi Sakadang Monyét teu maliré, teu ngalieuk-ngalieuk acan, terus lumpat gagalacangan dina tangkal kai. Ari Sakadang Kuya, puguh da teu bisa lumpat, leumpang ngadédod baé. Kerewek baé ditéwak ku Bapa Tani.
“Beunang ayeuna mah nu sok malingan cabé aing téh. Ku aing dipeuncit!” Ceuk Bapa Tani.
Kuya dibawa ka imahna, tuluy dikurungan ku kurung hayam. Angkanan Pa Tani, isukan kuya rék dipeuncit.
Peutingna, sakadang Monyét rerencepan ngadeukeutan Sakadang Kuya, nu keur cendekul dina jero kurung.
“Ssst, Sakadang Kuya, keur naon?” Sakadang Monyét nanya.
“Éh, geuning Sakadang Monyét, Puguh kuring téh keur ngararasakeun kabungah.”
“Kabungah naon Sakadang Kuya?”
“Nya éta, kuring téh rék dikawinkeun ka anak Bapa Tani.”
“Dikawinkeun ka anak Bapa Tani?”
“Enya.”
”Nu bener Sakadang Kuya?”
“Piraku atuh kuring ngabohong ka sobat.”
“Ngadéngé omongan Sakadang Kuya kitu, Sakadang Monyét ngahuleng sajongjongan.
“Kieu, Sakadang Kuya, kumaha lamun urang tukeur tempat?” ceuk Sakadang Monyét.
“Tukeur tempat kumaha?”
“Enya tukeur tempat. Sakadang kuya kaluar, kajeun kuring atuh cicing di jero kurung.”
“Ah, embung.”
“Kuring mah karunya wé ka Sakadang Kuya, sapeupeuting dikurungan.”
“Atuh meureun moal jadi dikawinkeun ka anak Bapa Tani téh.”
Sakadang monyet keukeuh maksa, supaya tukeur tempat. Antukna sakadang kuya téh éléh déét.
“Heug baé tukeur tempat, tapi aya saratna,” ceuk Sakadang Kuya.
“Naon saratna?”
“Saratna mah gampang. Saméméh anjeun asup kana kurung, kuring kudu di alungkeun heula ka leuwi.”
“Enya, énténg atuh kitu mah.”
Heunteu talangké, Sakadang Monyét ngaluarkeun Sakadang Kuya tina kurung hayam, tuluy dibawa kasisi leuwi. Lung baé Sakadang Kuya téh dialungkeun ka leuwi. Sakadang Monyét buru-buru balik deui ka imah Bapa Tani. Sup baé ngurungan manéh ku kurung hayam. Ngadedempés ngadago-dago beurang, hayang geura buru-buru dikawinkeun ka anak Bapa Tani.
Kocapkeun isukna.
“Manéhna, ka mana bedog téh? Urang asah,” ceuk Bapa Tani ka pamajikanana.
“Rék naon Bapana isuk-isuk geus ngasah bedog?”
“Itu urang meuncit kuya di pipir.”
Paguneman Bapa Tani jeung pamajikanana téh kadéngéeun ku Sakadang Monyét. Manéhna ngagebeg. Lakadalah, geuning aing téh rék dipeuncit, lain rék dikawinkeun jeung anak Bapa Tani. Rék kabur, geus kagok. Kaburu aya anak Bapa Tani nyampeurkeun. Gancang baé atuh Sakadang Monyét téh papaéhan, ngabugigag kawas bangké.
Barang srog ka dinya, anak Bapa Tani gegeroan ka bapana.
“Bapa! Bapa!”
“Aya naon, Nyai?”
“Ieu geuning nu dina kurung téh lain kuya.”
“Naon Nyai?”
“Monyét, jeung siga nu geus paéh deuih!”
Bapa Tani nu keur ngasah bedog cengkat, tuluy nyampeurkeun ka anakna. Enya baé geuning dina kurung téh aya monyét ngabugigag, lain kuya nu kamari. Kurung dibukakeun, monyét dialak-ilik.
“Naha bet jadi monyét? Jeung paéh deuih.”
“Enya, éta mani geus jeger kitu,” ceuk pamajikanana mairan.
Monyét téh dicokot ku Bapa Tani, lung baé dialungkeun jauh pisan. Barang gubrag kana taneuh, koréjat monyét téh hudang, berebet lumpat, kalacat baé naék kana tangkal kai.
Ceuk beja, cenah baheula mah maung teh antara cangkeng jeung dadana teu sabaraha beda, ampir sarua bae gedena.
Dina usum paceklik dihiji leuweung, sasatoan kungsi ngarandapan kakurangan kahakanan. Sagala bubuahan, beubeutian, katut ka jujukutan oge gararing, sabab halodo banget.
Hiji mangsa waktu maung keur ngalantung neangan kahakanan, kabeneran aya peucang keur ngahuleng jiga anu susah. Eta peucang teh kacida begangna ngan kari tulang jaeung kulit, sabab hese ku kadaharan tea.
Sabot peucang ngalamun, teu puguh timana jolna, ngan gaur bae aya sora maung gagauran. Atuh peucang teh kacida reuwaseunana, sabab ari ret teh direret ku peucang, tetela eta maung teh aya beulah katuhueunana keur ngadodoho. Maung teh kacida lapareunana, bangun geus hayang geura gep ngegel peucang.
Peucang teh teu bisa kukumaha, sabab ceuk pamikirna najan lumpat oge moal burung kaudag, da puguh teu boga tanaga. Ahirna peucang teh kari sumerah diri wae ka nu kawasa, bari ngadua menta dipanjangkeun umur, sarta disalametkeun tina bahaya maot anu geus kari sahos-hoseun. Pok peucang teh nyarita, “Salira maung, ayeuna mah tong gagauran nyingsieunan, da puguh kuring mah kari ngerekeb bae. Tapi ceuk kuring mah leuwih hade neangan deui anu lintuh, da ngerekeb kuring mah moal matak seubeuh, da sakieu begangna katembong tulang.”
Gaur deui maung teh ngagaur, maksud na sangkan eta peucang teu bisa kabur. Saterusna maung nyarita ka peucang, “Hey sakadang peucang, aing teu ngarti naon sababna maneh tenang-tenang wae, teu lumpat nyingkahan aing, jeung naon sababna maneh ngahuleng wae, padahal awak maneh teh ku aing rek di jojoet disasaak dibudal badil.”
Tembal peucang bari lumengis, “Kuring teu lumpat nyingkahan salira, sabab jaba ti teu kuat lumpat teh, lamun percaya mah kusalira, kuring teh keur dititah ku raja di dieu nungguan beubeurna. Raja ayeuna keur usaha kaluar, nyiar pangabutuh urang sarerea anu aya di ieu leuweung. Kulantaran kitu, kuring moal rek lumpat, kuring kudu tanggungjawab kana tugas nu ditibankeun ka kuring.”
Maung teu percaya yen peucang dititah nungguan beubeur raja, sabab biasana oge anu sok dititah ngawal raja mah, sasatoan nu garalak seperti maung atawa srigala. Tuluy maung teh nanya deui ka peucang, “Mana beubeur raja teh, nu kumaha ? Aing sanajan sok katitah oge ku raja, can ngalaman dititah nungguan beubeur na mah. Aing hayang nyaho, pek geura tembongkeun!”
Maung maksa ka peucang, supaya masrahkeun beubeur raja tea. Peucang nembalan lemah lembut, “Salira Maung, kuring teu dikengingkeun nyekel eta beubeur, mung ukur nungguan wungkul. Kumargi kitu bilih salira hoyong terang nu kumaha beubeur raja, ka dieu bae geura nyaketan supados tetela.” Peucang nunjuk kanu ngajepat hareupeunana, bari nitah dideukeutan ku maung.
Teu loba piker, terus bae maung teh ngadeukeutan panuduhan peucang, bari terus nyarita deui, “Sakadang Peucang, bener alus beubeur raja teh, geuning mani harerang kitu. Kira-kirana bisa lamun aing ngajaran make?”
“Teu tiasa! bujeng-bujeng di angge, dicepeng oge teu kenging,” tembal peucang bari tungkul bangun nalangsa.
“Ah…! Ceuk saha teu meunang ? Aing mah panasaran hayang mecakan beubeur raja,” maung maksa ka peucang, bari terus gagauran nembongkeun sihungna nu rangeteng, nyingsieunan peucang.
“Ari bener mah salira maksa hayang nyobaan eta beubeur, kari kumaha salira bae, ngan kuring boga pamenta sangkan kuring teu katanyaan ku nu janten raja, kuring kudu ingkah heula ti dieu. Saterusna, lamun kuring geus jauh, eta beubeur teh pek geura pake ku salira, tapi kudu nurut kana kode kuring, lamun kuring geus nyebut : “pake!” Rap ieu beubeur teh geura pake. Tah sakitu pamenta kuring lamun keukeuh saliran hayang ngajaran make beubeur raja mah.”
Teu panjang carita, pamenta peucang teh disaluyuan ku maung. Sanggeus sagalana beres, berebet bae peucang lumpat satarikna. Sanggeus kira-kira jauh ti maung, peucang mere kode, “pake, pake…! pake!”. Peucang ngagorowok tilu kali.
Ngadenge kode kitu maung teu tata pasini deui, rap bae eta beubeur nu ngajepat di hareupeunana teh dibeulitkeun kana cangkengna. Atuh puguh we ngabeulitna teh tarik pisan, sabab anu disebut beubeur raja ku peucang teh, nyatana oray welang anu tarik pisan meulitna. Teu sabaraha lila oge cangkeng maung teh jadi leutik kapeureut ku meulitna oray welang.
Dongeng Sasakala: KUDA
Jaman baheula beh ditueun baheula waktu sasatoan barisa keneh ngomong cara jelema, di hiji leuweung aya hiji sato gede. Eta sato ngadenge beja, yen di dunya aya manusa sarta pinter pisan akalna. Eta sato hayangeun nyaho, kumaha rupana manusa teh, jeung haying nyaho kapinteranana.
Tuluy eta sato gede teh ka luar ti eta leuweung, maksudna rek neangan manusa tea. Di jalan papanggih jeung jalma tiluan. Eta sato gede teh nanya, “Rek ka mana maraneh araya di dieu?”
“Rek ngala suluh ka leuweung,” tembal nu saurang. “Ari maneh rek ka mana?”
“Kieu, bejana di ieu dunya teh aya nu disebut manusa pinter jeung rea akalna. Kaula haying nyaho rupana, jeung kaula haying nyoba kapinteranana. Sugan andika nyaraho, di mana ayana eta manusa teh?”
“Puguh bae nyaho mah, ngan tempatna jauh ti dieu. Tuh, di ditu.”
“Naha maraneh bias nganteur ka kaula, sabab kaula haying pisan papanggih jeung nu disebut manusa teh?”
“Bisa, ngan kaula teu kuat leumpangna, sabab kacida jauhna.”
“Gampang, lamun maraneh teu kuat leumpang mah, tarumpak bae dina tonggong kaula. Gede tanaga kaula mah.”
“Ah embung, tumpak dina tonggong maneh tiluan mah, sieun aya nu ragrag mun engke maneh lumpat. Kieu bae ayeuna mah, ku lantaran geus burit, sanajan dianteur oge kaula tiluan, moal bias nepi beurang keneh ka ditu, da kacida jauhna tea. Kumaha lamun isukan bae isuk-isuk jeung kaula rek mikir-mikir heula, supaya bias kabawa tiluanana.”
“Heug,” ceuk eta sato teh.
Tuluy eta sato teh balik ka tempatna di leuweung. Nya kitu deui jalma nu tiluan tea baralik ka lemburna.
Sadatangna ka lembur, jalma anu tiluan teh badami, kumaha akalna supaya bisa tumpak eta sato bareng tiluan.
Cek nu saurang, “Urang nyieun padati leutik bae, kai loba. Keun manehna sina narik, urang tiluan nu tarumpakna.”
Tuluy eta jalma nu tiluan teh sapeupeuting nyieun padati leutik, kira asup tiluaneun.
Isukna isuk-isuk sato gede teh geus papanggih deui jeung jalma anu tiluan.
Cek jalma anu saurang, “Tah, ieu padati tarik ku maneh, kaula tiluan nu tarumpakna!”
“Kumaha narikna, da kaula teu boga leungeun?”
“Gampang, hulu (sungut) maneh bae ditalian (dikadalian), talina dicekel ku kaula, bisi maneh tarik teuing lumpat ku kaula bisa ditahan. Jeung dada maneh ditalian kana ieu padati (make lestreng), supaya ieu padati katarik,” ceuk nu saurang teh.
“Ari eta naon?” ceuk eta sato bari nunjuk ku gadona.
“Ieu ngaranna pecut. Bisi maneh lumpatna kendor, ku ieu pecut bias gancang deui.”
Sanggeus sagalana beres, tuluy elesna dicekel ku nu saurang. Ceterr… eta sato dipecut, belenyeng lumpat tarik pisan. Barang geus jauh, sato teh eureun, nanyakeun, “Jauh keneh tempat manusa teh?”
Ditembal ku jalma nu saurang, “Geus deukeut. Tuh beh ditu!”
Belenyeng deui eta sato lumpat.
Barang geus kacida capeeunana, sato teh eureun deui, nanyakeun, “Dimana ayana manusa teh, kaula geus kacida capena?”
Jalma nu tiluan teh turun tina padati. Cek nu saurang, “Saenyana, ieu kaula tiluanana nu disebut manusa teh. Ayeuna maneh rek kumaha? Rupa manusa ayeuna maneh geus nyaho, akal jeung kapinteranana geus bukti, nepi ka menh geus bias mawa kaula tiluan nu sakitu jauhna, ditarik ku maneh dina ieu padati meunang nyieun manusa.”
Jawab eta sato, “Bener, manusa teh pinter rea akalna. Ayeuna kaula taluk ka manusa. Jeung kaula rek menta ngaran ka andika, sabab kaula tacan boga ngaran.”
Ceuk jalma anu pangpinterna, “Ayeuna maneh ku kaula dingaranan KUDA, sabab waktu maneh rek lumpat narik padati tadi, ku kaula katenjo suku maneh nguKUD kana taheun, jeung daDA maneh narik kana ieu padati.”
Nya nepi ka ayeuna, sato nu kitu pandena teh disebut KUDA.
Sumber: Tina Dongeng-dongeng Sasakala
Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyét Maling Cabé
Isuk-isuk sakadang kuya moyan di sisi leuwi. Keur kitu torojol sobatna nya éta Sakadang Monyét.
“Sakadang Kuya!” Sakadang Monyét ngageroan.
“Kuk!” Témbal Sakadang Kuya.
“Sakadang Kuya!”
“Kuk!”
Sakadang Monyét nyampeurkeun ka Sakadang Kuya.
“Keur naon Sakadang Kuya?”
“Ah keur kieu wé, keur moyan.”
“Ti batan cicing kitu mah mending ngala cabé, yu!”
“Di mana?”
“Di kebon Patani, mangka cabéna geus bareureum.”
“Embung, ah. Sakadang monyét mah sok gandéng.”
“Moal, moal gandéng ayeuna mah.”
“Nyaan moal gandéng?”
“Moal, nyaan moal gandéng.”
“Hayu atuh ari moal gandéng mah.”
Bring atuh Sakadang Monyét jeung Sakadang Kuya téh indit ka kebon patani. Barang tepi ka kebon, katémbong cabé pelak patani geus arasak mani bareureum euceuy. Sup duanana ka kebon. Sakadang Kuya moncor kana pager, ari Sakadang Monyét ngaluncatan pager. Terus baé ngaralaan cabé, didalahar di dinya kénéh.
Sakadang Kuya mani seuhah-seuhah baé ladaeun. Kitu deui sakadang monyét. Keur kitu, ana gorowok téh Sakadang Monyét ngagorowok.
“Seuhah lata-lata!” Maksudna mah “seuhah lada-lada”.
“Ssst, Sakadang Monyét, ulah gandéng atuh!”
Sakadang Monyét henteu ngawaro.
“Seuhah lata-lata!”
“Sakadang Monyét! Bisi kadéngéeun ku Bapa Tani.”
Tapi Sakadang Monyét api-api teu ngadéngé. Gorowok deui baé.
“Seuhah lata-lata!”
Kahariwang Sakadang Kuya kabuktian. Sora Sakadang Monyét anu tarik kadéngéeun ku Bapa Tani ti imahna, anu teu jauh ti kebonna. Bapa Tani gura-giru lumpat ka kebon. Barang nepi ka kebon, katémbong aya monyét jeung kuya keur ngaweswes bari seuhah ngadaharan cabé.
“Beunang siah nu sok malingan cabé téh!” Bapa Tani ngagorowok bari lumpat muru ka nu keur ngahakanan cabé.
Ngadéngé aya nu ngagebah, gajleng baé Sakadang Monyét ngejat, térékél kana tangkal kai.
“Sakadang Monyét, dagoan!” Sakadang Kuya ngagorowok ménta tulung. Tapi Sakadang Monyét teu maliré, teu ngalieuk-ngalieuk acan, terus lumpat gagalacangan dina tangkal kai. Ari Sakadang Kuya, puguh da teu bisa lumpat, leumpang ngadédod baé. Kerewek baé ditéwak ku Bapa Tani.
“Beunang ayeuna mah nu sok malingan cabé aing téh. Ku aing dipeuncit!” Ceuk Bapa Tani.
Kuya dibawa ka imahna, tuluy dikurungan ku kurung hayam. Angkanan Pa Tani, isukan kuya rék dipeuncit.
Peutingna, sakadang Monyét rerencepan ngadeukeutan Sakadang Kuya, nu keur cendekul dina jero kurung.
“Ssst, Sakadang Kuya, keur naon?” Sakadang Monyét nanya.
“Éh, geuning Sakadang Monyét, Puguh kuring téh keur ngararasakeun kabungah.”
“Kabungah naon Sakadang Kuya?”
“Nya éta, kuring téh rék dikawinkeun ka anak Bapa Tani.”
“Dikawinkeun ka anak Bapa Tani?”
“Enya.”
”Nu bener Sakadang Kuya?”
“Piraku atuh kuring ngabohong ka sobat.”
“Ngadéngé omongan Sakadang Kuya kitu, Sakadang Monyét ngahuleng sajongjongan.
“Kieu, Sakadang Kuya, kumaha lamun urang tukeur tempat?” ceuk Sakadang Monyét.
“Tukeur tempat kumaha?”
“Enya tukeur tempat. Sakadang kuya kaluar, kajeun kuring atuh cicing di jero kurung.”
“Ah, embung.”
“Kuring mah karunya wé ka Sakadang Kuya, sapeupeuting dikurungan.”
“Atuh meureun moal jadi dikawinkeun ka anak Bapa Tani téh.”
Sakadang monyet keukeuh maksa, supaya tukeur tempat. Antukna sakadang kuya téh éléh déét.
“Heug baé tukeur tempat, tapi aya saratna,” ceuk Sakadang Kuya.
“Naon saratna?”
“Saratna mah gampang. Saméméh anjeun asup kana kurung, kuring kudu di alungkeun heula ka leuwi.”
“Enya, énténg atuh kitu mah.”
Heunteu talangké, Sakadang Monyét ngaluarkeun Sakadang Kuya tina kurung hayam, tuluy dibawa kasisi leuwi. Lung baé Sakadang Kuya téh dialungkeun ka leuwi. Sakadang Monyét buru-buru balik deui ka imah Bapa Tani. Sup baé ngurungan manéh ku kurung hayam. Ngadedempés ngadago-dago beurang, hayang geura buru-buru dikawinkeun ka anak Bapa Tani.
Kocapkeun isukna.
“Manéhna, ka mana bedog téh? Urang asah,” ceuk Bapa Tani ka pamajikanana.
“Rék naon Bapana isuk-isuk geus ngasah bedog?”
“Itu urang meuncit kuya di pipir.”
Paguneman Bapa Tani jeung pamajikanana téh kadéngéeun ku Sakadang Monyét. Manéhna ngagebeg. Lakadalah, geuning aing téh rék dipeuncit, lain rék dikawinkeun jeung anak Bapa Tani. Rék kabur, geus kagok. Kaburu aya anak Bapa Tani nyampeurkeun. Gancang baé atuh Sakadang Monyét téh papaéhan, ngabugigag kawas bangké.
Barang srog ka dinya, anak Bapa Tani gegeroan ka bapana.
“Bapa! Bapa!”
“Aya naon, Nyai?”
“Ieu geuning nu dina kurung téh lain kuya.”
“Naon Nyai?”
“Monyét, jeung siga nu geus paéh deuih!”
Bapa Tani nu keur ngasah bedog cengkat, tuluy nyampeurkeun ka anakna. Enya baé geuning dina kurung téh aya monyét ngabugigag, lain kuya nu kamari. Kurung dibukakeun, monyét dialak-ilik.
“Naha bet jadi monyét? Jeung paéh deuih.”
“Enya, éta mani geus jeger kitu,” ceuk pamajikanana mairan.
Monyét téh dicokot ku Bapa Tani, lung baé dialungkeun jauh pisan. Barang gubrag kana taneuh, koréjat monyét téh hudang, berebet lumpat, kalacat baé naék kana tangkal kai.
Langganan:
Postingan (Atom)