Minggu, 01 Maret 2015

Tips dalam menghafalkan Al Qur’an agar cepat hafal dan tidak mudah hilang dari ingatan

Pembaca yang budiman, ternyata RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam telah memberikan tips dalam menghafalkan Al Qur’an agar cepat hafal dan tidak mudah hilang dari ingatan. Simak hadits berikut ini..
Dicatat oleh Ibnu Nashr dalam Qiyamul Lail (73),
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى ، أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ” إِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ “
“Yunus bin Abdil A’la menuturkan kepadaku, Anas bin ‘Iyadh mengabarkan kepadaku, dari Musa bin ‘Uqbah, dari Nafi’ dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda:
Jika seseorang shahibul Qur’an membaca Al Qur’an di malam hari dan di siang hari ia akan mengingatnya. Jika ia tidak melakukan demikian, ia pasti akan melupakannya‘”
hadits ini dicatat juga imam Muslim dalam Shahih-nya (789), oleh Abu ‘Awwanah dalamMustakhraj-nya (3052) dan Ibnu Mandah dalam Fawaid-nya (54)

Derajat hadits

Hadits ini shahih tanpa keraguan, semua perawinya tsiqah. Semuanya perawi Bukhari-Muslim kecuali Yunus bin bin Abdil A’la, namun ia adalah perawi Muslim.

Faidah hadits

  1. Hafalan Al Qur’an perlu untuk dijaga secara konsisten setiap harinya. Karena jika tidak demikian akan, hilang dan terlupa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
    إنما مَثَلُ صاحبِ القرآنِ كمثلِ الإبلِ المعَقَّلَةِ . إن عاهد عليها أمسكَها . وإن أطلقها ذهبَت
    Permisalan Shahibul Qur’an itu seperti unta yang diikat. Jika ia diikat, maka ia akan menetap. Namun jika ikatannya dilepaskan, maka ia akan pergi” (HR. Muslim 789)
    Imam Al ‘Iraqi menjelaskan: “Nabi mengibaratkan bahwa mempelajari Al Qur’an itu secara terus-menerus dan membacanya terus-menerus dengan ikatan yang mencegah unta kabur. Maka selama Al Qur’an masih diterus dilakukan, maka hafalannya akan terus ada”.
    Beliau juga mengatakan: “dalam hadits ini ada dorongan untuk mengikat Al Qur’an dengan terus membacanya dan mempelajarinya serta ancaman dari melalaikannya hingga lupa serta dari lalai dengan tidak membacanya” (Tharhu At Tatsrib, 3/101-102)
  2. Kalimat فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ (membaca Al Qur’an di malam hari dan mengingatnya di siang hari) menunjukkan bahwa membaca Qur’an dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an hendaknya dilakukan setiap hari
  3. Anjuran untuk terus mempelajari, membaca dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an secara konsisten, setiap hari, di seluruh waktu. Al Qurthubi menyatakan: “hal pertama yang mesti dilakukan oleh shahibul qur’an adalah mengikhlaskan niatnya dalam mempelajari Al Qur’an, yaitu hanya karena Allah ‘Azza wa Jalla semata, sebagaimana telah kami sebutkan. Dan hendaknya ia mencurahkan jiwanya untuk mempelajari Al Qur’an baik malam maupun siang hari, dalam shalat maupun di luar shalat, agar ia tidak lupa” (Tafsir Al Qurthubi, 1/20).
  4. Anjuran untuk lebih bersemangat membaca Al Qur’an di malam hari. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
    إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
    Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan (Qur’an) di waktu itu lebih kuat masuk hati” (QS. Al Muzammil)
  5. Anjuran untuk muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an di siang hari dan malam hari
  6. Hadits di atas tidak membatasi membaca Qur’an dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an hanya malam dan siang saja, namun sekedar irsyad (bimbingan) dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam agar senantiasa melakukannya. Hadits riwayat Muslim di atas menunjukkan bahwa semakin sering membaca dan muraja’ah itu semakin baik dan semakin mengikat hafalan Al Qur’an. Dan pemilihan waktunya disesuaikan apa yang mudah bagi masing-masing orang. Syaikh Shalih Al Maghamisi, seorang pakar ilmu Al Qur’an, ketika ditanya tentang hal ini beliau menjawab: “waktu menghafal yang utama itu tergantung keadaan masing-masing orang yang hendak menghafal. Adapun berdasarkan tajribat (pengalaman), waktu yang paling baik adalah setelah shalat shubuh” (Sumber: youtube)
  7. Hadits ini dalil bahwa shahibul qur’an, dengan segala keutamaannya, yang dimaksud adalah orang yang menghafalkan Al Qur’an, bukan sekedar membacanya. Al Imam Al Iraqi mengatakan: “yang zhahir, yang dimaksud shahibul qur’an adalah orang yang menghafalkannya” (Tharhu At Tatsrib, 3/101). Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “ketahuilah, makna dari shahibul Qur’an adalah orang yang menghafalkannya di hati. berdasarkan sabda nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
    يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله
    “hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah”
    maksudnya yang paling hafal. Maka derajat surga yang didapatkan seseorang itu tergantung pada banyak hafalan Al Qur’annya di dunia, bukan pada banyak bacaannya, sebagaimana disangka oleh sebagian orang. Maka di sini kita ketahui keutamaan yang besar bagi pada penghafal Al Qur’an. Namun dengan syarat ia menghafalkan Al Qur’an untuk mengharap wajah Allah tabaaraka wa ta’ala, bukan untuk tujuan dunia atau harta” (Silsilah Ash Shahihah, 5/281).
Penulis: Yulian Purnama



Sebagian para pelajar ragu terhadap diri mereka sendiri bahwasanya mereka tidak mampu menghafal Al Qur;an disebabkan karena persiapan kecerdasan mereka yang lemah, atau sebagian para pelajar cerdas namun meninggalkan Al Qur’an dan tidak menghafalnya, akan tetapi kita katakan:
Memungkinkan bagi pelajar yang lemah kecerdasannya untuk menghafal Al Qur’an dengan cara membatasi diri dalam sehari sesuai dengan kemampuannya. Kemudian muraja’ah (mengulang kembali) hafalan hari yang lalu dan mengikat hafalan yang lalu dengan yang selanjutnya, maka dia menghafal Al Qur;an sesuai dengan kadar kemampuannya.
Manakala pelajar tersebut memiliki kesungguhan yang besar, dia akan mendapatkan pahala yang besar sesuai dengan tingkat  kesungguh sungguhan dan ketekunan mereka. Dan betapa banyak mereka yang lemah tingkat kecerdasannya hafal Kitab Allah sementara mereka bukanlah orang orang yang cerdas.
Untuk mendapatkan manfaat bagi pelajar yang lemah kecerdasannya, orang yang sudah tua umurnya dan pekerja yang sibuk, untuk memulai menghafal dari Juz ‘Amma (Juz 30) kemudia Juz Tabaarak (Juz 29), demikianlah, mereka memulai hafalan yang paling mudahm dan dengan hal ini mereka membiasakan diri untuk menghafal hingga sampai pada surat surat yang panjang.

Seorang pelajar yang menghafal Al Qur’an dengan cepat dan cepat pula lupanya, maka sungguh dia telah menghafal dengan hafalan yang jelek, oleh karena ini ia cepat lupa dan hafalannya semata mata menyebutkan makna makna dan solusinya adalah dengan memantabkan hafalan dan bersungguh sungguh padanya hingga tidak lupa dengan cepat.
Adapun cara yang paling baik bagi para pelajar semacam ini adalah mereka memperdengarkan kepada ustadz apa yang mereka hafal pada hari itu dan hari hari yang lalu, demikianlah pada setiap hafalah hingga terikat dan terpatri hafalan yang telah lalu dengan hafalan yang sesuai.



Seorang pelajar dalam menghafal AlQur’an membutuhkan waktu yang berbeda beda, sesuai dengan perbedaan kecerdasan dan kemampuan pelajar tersebut. Pelajar yang cerdas mampu menghafal Al-Qur’an Al-Kariim selama tidak kurang 4 bulan dengan syarat pelajar tersebut memusatkan dan mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghafal Kitabullah dengan sungguh sungguh.
Adapun untuk pelajar yang tingkat kecerdasannya sedang, membutuhkan waktu 1 tahun untuk menghafal Al Qur’an. Sedangkan pelajar yang lemah tingkat kecerdasannya membutuhkan waktu sesuai tingkat kesungguhan dan kemampuannya. Dan tidak ada batasan waktu tertentu.
Pertanyaan
Apakah memahami makna dan kata kata merupakan syarat bagi orang yang membaca AlQur’an?
Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa merenung dan memahami makna makna Al Qur’an merupakan tingkatan yang paling tinggi dan hal inilah yang diinginkan dan dituntut. Akan tetapi orang yang membaca Kitabullah (dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia meninggalkan bacaan AlQur’an dan hafalannya. Maka membaca Al Qur’an itu ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Allah ‘azza wa jallaberfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Ali Imran : 164
Di dalam ayat ini diketahui bahwa berbeda antara membaca dan mempelajari maknanya. Firman Allah “yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah” dan Firman-Nya : “dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” Sebagaimana yang telah ma’ruf bahwa bacaan satu huruf dari Kitabullah merupakan satu kebaikan. Dan diantara huruf huruf ini adalah huruf huruf yang terpisah, yang tidak ada seorang pun yang mengetahui maknanya menurut pendapat yang shahih. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallambersabda,
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya kebaikan sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.” (Shahih HR.Tirmidzi)
Dan Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- tidak memberi syarat kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk memahami makna-makna dari huruf huruf (yang dibaca) terlebih dahulu agar dirinya mendapatkan pahala. Hal tersebut diperjelas dengan banyaknya orang orang Ajm (orang orang yang bukan arab) mereka tidak mengetahui makna Al Qur’an Al Karim dan tidak mengetahui makna Al Fatihah, bersamaan dengan itu tidak ada satupun dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa shalat mereka bathil (tidak sah) dengan sebab mereka tidak paham terhadap makna Al Quran Al Karim. Sebagaimana tidak pantas bagi mereka menghafal kitab Allah ‘azza wa jalla.



Pertanyaan :
Perkara apakah yang pertama kali yang harus dilakukan orang yang ingin menghafal Al Qur’an?
Jawaban :
Merupakan satu keharusan bagi seseorang yang beramal dengan suatu amalan adalah menghikhlaskan amalan itu karena Allah subhanahu wa ta’aala. Allah berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak diperintah melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya mengikhlaskan amalan itu karena-Nya.” (Qs. Al Bayinah : 5)
Kemudian bersungguh sungguh untuk meluruskan niat dan tujuannya, karena amalan tanpa ikhlas tidak akan diterima disisi Allah. Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:
إنّ الله عزّ و جلّ لا يقبل من العمل إلّا ما كان خالصا و ابتغي به وجه الله
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan menerima amalan kecuali ikhlas dan mengharap Wajah Allah” (Diriwayatkan An Nasaa’i dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata sanadnya bagus)
Menghafal kitabullah termasuk amalan dan ibadah yang paling tinggi dan paling utama maka harus ikhlas karena wajah Allah dan mengharapkan negeri akhirat, bukan karena ingin pujian manusia, pamer dan ingin terkenal. Sesungguhnya barang siapa yang tidak ikhlas karena Allah maka dia berdosa dan berhak mendapatkan hukuman, sebagaimana terdapat (dalam riwayat) tentang orang yang pertama kali dinyalakan api neraka untuknya yaitu orang yang menghafal AlQur’an agar dikatakan sebagai Qori’
Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata, Rasulullah -shalallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda:
أنا أغني الشركاء عن الشرك, فمن عمل عملا أشرك فيه غيري معي تركته و شركه
“Allah ‘azza wa jalla berfirman: Aku paling tidak butuh pada sekutu maka barangsiapa mengerjakan amalan dalam keadaan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan hendaklah seorang muslim bersemangat untuk menjad ahli Al Qur’an. Mereka itulahAhlullah dan orang orang yang istimewa-Nya. Dan hendaklah mereka menjadi sebaik-baik manusia, dimana Nabi -shalallahu ‘alayhi wa sallam- memuji mereka sebagaimana dalam hadits yang shahih, beliau bersabda:
خيركم من تعلّم القرآن و علّمه
Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur;a dan mengajarkanny.” (HR Bukhari)

***

Pertanyaan:
Saya ingin menghafal Kitabullah, maka apa nashihat anda untuk mewujudkannya?
Jawaban :
Kami nasihatkan kepada Anda secara umum dengan beberapa hal:
  1. Mengikhlaskan niat karena Allah.
  2. Dengan menghafal Qur’an, engkau mengharapkan Wajah Allah dan negeri akhirat.
  3. Engkau kuatkan kemauan yang sempurna untuk menyelesaikannya.
  4. Engkau memilih seorang guru yang kuat hafalannya, teliti dan senantiasa memantaumu dalam menghafal serta sekaligus senantiasa memberi semangat kepadamu.
  5. Engkau curahkan waktu pada setiap harinya untuk menghafalnya seperti waktu Magrib atau Ashar dan jangan ada perkara lain yang menyibukkanmu.
  6. Engkau senantiasa mengharapkan pahala dan balasan dari Allah dan hadirkanlah dalam benakmu hadits nabi -shalallahu ‘alayhi wasallam-
خيركم من تعلّم القرآن و علّمه
Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur;a dan mengajarkanny.” (HR Bukhari)





Tidak ada komentar: