TEORI KETIDAKPASTIAN DAN ANGKA PENTING
2.1 Defenisi Pengukuran
Ilmu fisika berhubungan dengan sesuatu yang dapat diukur. Apa yang dapat diukur tergantung kepada perkembangan teknologi. Contohnya, radiasi dari bahan rafioaktif tidak bias dihitung sebelum ditemukannya alat unuk mengukur besarnya radiasi. Ruang lingkup fisika secara terus-menerus meningkat dengan penemuan-penemuan baru yang memperluas daerah pengukuran yang mungkin. Dalam fisika, pengukuran itu sendiri menjadi objek utaman yang menarik. Hal ini di karenakan konsep-konsep tertentu, seperti panjang, waktu, atau suhu, hanya bisa dipahami dengan menggunakan metode untuk mengukurnya. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa mengukur adalah membandingkan parameter pada obyek yang diukur terhadap besaran yang telah distandarkan, sedangkan pengukuran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi deskriptif-kuantitatif dari variabel-variabel fisika dan kimia suatu zat atau benda yang diukur, misalnya panjang 1m atau massa 1 kg dan sebagainya.
Adapun 2 macam jenis pengukuran adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Langsung
Pengukuran Langsung Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan pada kondisi yang sama atau pada kondisi yang berbeda. Pada pengukuran langsung pada kondisi sama, seluruh pengukuran dilakukan oleh pengukur yang sama, alat yang sama, dan keadaan lingkungan yang sama. Sedangkan pengukuran langsung pada kondisi yang tidak sama, terjadi apabila pada waktu pengukuran terjadi pergantian pengukur, alat, atau terjadi perubahan keadaan lingkungan. Contohnya yaitu mengukur panjang dengan pita ukur dan mengukur sudut dengan theodolit.
2. Pengukuran Tidak Langsung
Pengukuran tidak langsung Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan apabila nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan langsung. Nilai hasil ukuran yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung. Contohnya adalah mengukur tinggi berdasarkan hasil pengukuran sudut dan jarak.
2.2 Keandalan Pengukuran (Reliability of Measurement)
Beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan keandalan pengukuran adalah presisi (precision) dan akurasi (accuacy).
a. Presisi (Ketelitian)
Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan pengukuran antara satu dengan lainnya. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dikatakan mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya jika hasil pengukuran menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah. Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi probabilitas. Distribusi yang sempit mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya. Ukuran presisi yang sering digunakan adalah standar deviasi (σ). Presisi tinggi nilai standar deviasinya kecil dan sebaliknya. Presisi dalam sebuah pengukuran bisa dikaitkan dengan 3 hal berikut ini:
1. Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur, kesetabilan tempat dimana dilakukan pengukuran. Contohnya, pengukuran berat badan seorang bayi dengan timbangan bayi lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran berat badan bayi tersebut dengan timbangan beras.
2. Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang-ulang. Sebuah pengukuran yang dilakukan secara berulang memberikan hasil 7,2 cm, 7,3 cm, 7,2 cm, dan 7,3 cm. pengukuran kedua yang dilakukan oleh orang yang berbeda memberikan hasil 7,2 cm, 7,4 cm, 7,5 cm, dan 7,1 cm. dapat dikatakan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh orang pertama lebih presisi dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh orang kedua.
3. Presisi juga berhubungan dengan jumlah angka desimal yang dicantumkan dalam hasil pengukuran. Makin banyak angka desimal dalam suatu hasil pengukuran, makin presisi pengukuran tersebut. Sebagai contoh, hasil ukur 3,45 cm lebih presisi dibandingkan dengan 3,5 cm.
Jadi, presisi berhubungan dengan metode pengukuran dan bagaimana hasil ukur tersebut dituliskan.
b. Akurasi (Ketepatan)
Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya. Akurasi mencakup tidak hanya kesalahan acak, tetapi juga bias yang disebabkan oleh kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi. Jika tidak ada bias kesalahan sistematik maka standar deviasi dapat dipakai untuk menyatakan akurasi. Contoh sederhana mengenai akurasi adalah sebagai berikut. Massa jenis air disepakati bernilai 1000 kg/m3. Dua orang siswa melakukan percobaan untuk mengukur massa jenis air. Setelah melakukan beberapa kali pengulangan dalam percobaannya, siswa A memperoleh hasil 1002 kg/m3 sedangkan siswa B memperoleh hasil 1005 kg/m3. Dalam kasus ini, kita katakana hasil pengukuran siswa A memiliki akurasi lebih tinggi (lebih akurat) dibandingkan dengan hasil pengukuran siswa B.
Alat ukur yang mempunyai presisi tinggi belum tentu alat ukur tersebut mempunyai akurasi tinggi. Akurasi rendah dari alat ukur yang mempunyai presisi tinggi. Sebagai contoh, jika sebuah pengukuran dilakukan dengan metode yang sangat teliti dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan berulang-ulang akan menghasilkan pengukuran yang memiliki presisi tinggi. Namun, jika teryata salah satu bagian dari alat ukur tersebut cacat atau tidak berfungsi dengan sempurna, misalnya jarum penunjuk skala bengkok, maka pengukuran tersebut menjadi tidak akurat.
2.3 Angka-Angka yang Berarti
Angka-angka yang berarti atau biasa kita kenal dengan angka penting.
Angka penting adalah bilangan yang diperoleh dari hasil pengukuran yang terdiri dari angka-angka penting yang sudah pasti (terbaca pada alat ukur) dan satu angka terakhir yang ditafsir atau diragukan.
Bila kita mengukur panjang suatu benda dengan mistar berskala mm (mempunyai batas ketelitian 0,5 mm) dan melaporkan hasilnya dalam 4 angka penting, yaitu 114,5 mm. Jika panjang benda tersebut kita ukur dengan jangka sorong (jangka sorong mempunyai batas ketelitian 0,1 mm) maka hasilnya dilaporkan dalam 5 angka penting, misalnya 114,40 mm, dan jika diukur dengan mikrometer sekrup (Mikrometer sekrup mempunyai batas ketelitian 0,01 mm) maka hasilnya dilaporkan dalam 6 angka penting, misalnya 113,390 mm. Ini menunjukkan bahwa banyak angka penting yang dilaporkan sebagai hasil pengukuran mencerminkan ketelitian suatu pengukuran. Makin banyak angka penting yang dapat dilaporkan, makin teliti pengukuran tersebut. Tentu saja pengukuran panjang dengan mikrometer sekrup lebih teliti dari jangka sorong dan mistar.
Pada hasil pengukuran mistar tadi dinyatakan dalam bilangan penting yang mengandung 4 angka penting : 114,5 mm. Tiga angka pertama, yaitu: 1, 1, dan 4 adalah angka eksak/pasti karena dapat dibaca pada skala, sedangkan satu angka terakhir, yaitu 5 adalah angka taksiran karena angka ini tidak bisa dibaca pada skala, tetapi hanya ditaksir. Dalam penulisan yang menyangkut angka penting, terdapat beberapa aturan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Semua angka bukan nol merupakan angka penting.
6,89 mL memiliki 3 angka penting
78,99 km memiliki 4 angka penting
2. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol merupakan angka penting.
1208 m memiliki 4 angka penting
2,0067 mil memiliki 5 angka
3. Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari satu, angka nol yang terletak disebelah kiri angka bukan nol, baik disebelah kanan tanda koma (decimal), tidak termasuk angka penting.
0,51 cm memiliki 2 angka penting
0,0215 g memiliki 3 angka penting
4. Deretan angka nol yang terletak disebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting, kecuali ada penjelasan lain. Penjelasan ini dapat berupa garis bawah pada angka terakhir yang masing dianggap angka penting.
0,456000 s memiliki 6 angka penting
1300 m memiliki 3 angka penting
0,456000 s memiliki 4 angka penting
5. Untuk bilangan yang sangat besar atau sangat kecil angka penting dapat dikenal dengan baik jika ditulis dengan notasi ilmiah. Semua angka sebelum orde (Pada notasi ilmiah) termasuk angka penting.
384.000.000 m = 3,84 x 108 m memiliki 3 angka penting
4,00 x 10-7 kg memiliki 3 angka penting
Dalam mengolah data, kita sering membagi, mengalikan, menjumlah atau mengurangkan. Untuk itu gunakan aturan-aturan sebagai berikut:
a. Hasil penjumlahan atau pengurangan dengan angka penting hanya boleh ada satu angka taksiran (angka yang diragukan). Dalam contoh berikut, semua angka yang diragukan digarisbawahi untuk memperjelas pemahaman aturan penjumlahan dan pengurangan angka penting ini.
345,670 (6 angka penting)
24,5 (3 angka pentimg)
________ +
370,170 ( kita tulis hasilnya sebagai 370,2 yang memiliki 4 angka penting)
76,83
71,4
________-
5,43 ( kita tulis hasilnya sebagai 5,4 yang memiliki 2 angka penting)
b. Hasil kali atau hasil bagi dari angka penting memberikan hasil dengan jumlah angka penting sama dengan jumlah angka paling sedikit dari bilangan-bilangan yang terlibat dalam perkalian atau pembagian.
3,45 x 2,5 = 8,625 (kita tulis hasilnya sebagai 8,6 yang memiliki 2 angka penting).
67,89 x 568 = 38561,52 (kita tulis hasilnya sebagai 38561 yang memiliki 3 angka penting).
134,78 : 26 = 5,1838 (kita tuliskan hasilnya sebagai 5,2 yang memiliki 2 angka penting).
Tetapi, aturan perkalian atau pembagian ini akan berbeda jika melibatkan bilangan eksak. Bila perkalian atau pembagian melibatkan bilangan eksak, hasilnya harus memiliki angka penting sebanyak angka penting pada bilangan penting yang terlibat.
Satu butir telur massanya 62,54 gram. Hitunglah massa dari 14 butir telur!
Penyelesaian:
Angka 14 bukan angka penting, tetapi merupakan angka eksak (angka pasti tanpa taksiran), maka tidak mengandung angka penting. Jadi, massa 14 butir telur = 14 x 62,54 = 875,56 gram. Ditulis 875,6 (terdiri dari 4 angka penting)
Untuk perkalian atau pembagian dua bilangan eksak, seluruh angka hasil perhitungan dapat ditulis lengkap jika dianggap perlu.
Misalnya:
13 kelereng : 3 orang = 4,33333…….. kelereng/orang
Untuk operasi-operasi berhitung dengan angka penting yang lain, misalnya penarikan akar dan pemangkatan, kita dapat melakukannya berdasarkan aturan sebagai berikut:
a. Apabila suatu bilangan penting dipangkatkan atau ditarik akarnya, hasilnya mempunyai angka penting sebanyak angka penting bilangan yang dipangkatkan atau ditarik akarnya.
Misalnya:
(2,5 cm)3 = (2,5 cm) x (2,5 cm) x (2,5 cm)
= 15,625 cm3
= 16 cm3 (2 angka penting)
= 4,3 cm (2 angka penting)
2.4 Sumber Ketidakpastian
Seperti yang diuraikan diatas, hasil pengukuran selalu mengandung ketidakpastian. Apakah penyebab ketidakpastian pada hasil pengukuran? Pertama, karena pengukuran adalah tindakan manusia dan seperti diketahui bahwa manusia adalah tidak sempurna, sehingga hasil pengukurannya juga tidak sempurna. Kedua, alat yang digunakan untuk pengukuran juga buatan manusia sehingga tidak sempurna. Selain kedua factor ini, ada banyak factor lain yang berpengaruh pada hasil pengukuran yang tidak dapat diketahui semuanya. Akan tetapi, kita perlu mengetahui sumber-sumber kesalahan dan berusaha menghilangkannya. Berikut ini macam-macam sumber kesalahan sebagai berikut:
1. Kesalahan alami
Biasanya, suatu pengukuran dilakukan di lingkungan yang tidak dapat dikontrol. Efek suhu, tekanan atmosfer, angin, gravitasi bumi pada alat ukur akan menimbulkan kesalahan-kesalahan pada hasil pengukuran.
2. Kesalahan alat
Pengukuran, baik yang dilakukan dengan alat ukur yang sederhana maupun alat ukur yang canggih, tetap saja memungkinkan terjadinya kesalahan, misalnya karena ketidaksempurnaan pembuatan alat ukurnya di pabrik atau kesalahan kalibrasi.
3. Kesalahan manusia
Karena manusia secara langsung terlibat dalam pengukuran, dan cukup banyak unsur subjektif dalam diri manusia, maka kesalahan yang diakibatkan oleh manusia sangat mungkin terjadi dalam pengukuran. System otomatisasi dan digitalisasi telah mengurangi sumber kesalahan yang berasal dari manusia ini. Contoh kesalahan yang ditimbulkan oleh manusia adalah kesalahan paralaks.
4. Kesalahan hitung
Kesalahan hitung meliputi cukup banyak hal, misalnya tentang jumlah angka penting yang berbeda-beda dari beberapa hasil pengukuran, kesalahan pembulatan hasil pengukuran, dan penggunaan factor konversi satuan.
Berikut ini adalah beberapa jenis ketidakpastian beserta sumbernya yang biasa dijumpai.
a. Kesalahan-kesalahan Umum (gross-errors)
Kesalahan ini kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia. Diantaranya adalah kesalahan pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan pemakaian instrumen yang tidak sesuai dan kesalahan penaksiran. Kesalahan ini tidak dapat dihindari, tetapi harus dicegah dan perlu perbaikkan. Ini terjadi karena keteledoran atau kebiasaan - kebiasaan yang buruk, seperti : pembacaan yang tidak teliti, pencatatan yang berbeda dari pembacaannya, penyetelan instrumen yang tidak tepat.
Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan besar ini yaitu:
1) Cek secara hati-hati semua objek yang akan diukur.
2) Melakukan pembacaan hasil ukuran secara berulang untuk mengecek kekonsistenan.
3) Memverifikasi hasil yang dicatat dengan yang dibaca.
4) Mengulangi seluruh pengukuran secara mandiri untuk mengecek kekonsistenan data.
5) Penggunakan rumus aljabar atau geometrik sederhana untuk mengecek kebenaran hasil ukuran. Misalnya dalam pengukuran sudut sebuah segitiga, jumlah ketiga sudutnya sama dengan 180°.
b. Kesalahan-kesalahan sistematis (systematic errors)
Ketidakpastian bersistem dapat disebut sebagai sumber kesalahan karena bersumber pada kesalahan alat. Ketidakpastian ini meliputi hal-hal berikut ini.
1) Kesalahan kalibrasi
Cara memberi skala nilai pada waktu pembuatan alat ukur yang tidak tepat sehingga setiap kali alat tersebut digunakan, ketidakpastian selalu muncul pada hasil pengukuran. Contoh kesalahan kalibrasi adalah skala nilai pada alat ukur yang lebarnya tidak sama. Kesalahan ini dapat diketahui dengan cara membandingkan alat tersebut dengan alat lain yang standar. Alat standar. Alat standar, meskipun buatan manusia, dipandang tidak mengandung kesalahan apapun.
2) Kesalahan titik nol
Titik nol skala alat ukur tidak berhimpit dengan titik nol jarum penunjuk alat ukur. Misalnya, jarum penunjuk titik nol pada neraca (timbangan) yang tidak berada pada posisi nol padahal tidak digunakan untuk menimbang. Kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol pengatur kedudukan jarum agar tepat pada posisi nol. Jika tidak, kita harus mencatat kedudukan awal jarum penunjuk dan memperlakukan kedudukan awal ini sebagai titik nol.
3) Kelelahan Komponen Alat
Kesalahan ini sering terjadi pada pegas. Pegas yang telah lama dipakai biasanya lembek, sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan ini dapat diperbaiki dengan cara mengkalibrasi ulang.
4) Gesekan
Kesalahan ini timbul akibat gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.
5) Paralaks
Kesalahan baca yang terjadi karena kita tidak tepat mengarahkan pandangan mata (mata tidak tegak lurus) terhadap objek yang diamati.
6) Keadaan Saat Bekerja
Penggunaan alat pada kondisi yang berbeda dengan keadaan alat pada saat dikalibrasi (misalnya pada suhu, tekanan, dan kelembapan yang berbeda juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan.
Ketidakpastian bersistem menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari nilai yang sebenarnya. Biasanya, penyimpangan akibat kesalahan bersistem ini mempunyai kecenderungan tertentu sehingga memudahkan tindakan untuk mengatasinya.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dengan cara :
1) Memilih instrumen yang tepat untuk pemakaian tertentu.
2) Menggunakan faktor-faktor koreksi setelah mengetahui banyaknya kesalahan.
3) Mengkalibrasi instrumen tersebut terhadap instrumen standar. Pada kesalahan-kesalahan yang disebabkan lingkungan, seperti : efek perubahan temperatur, kelembaban, tahanan udara luar, medan-medan maknetik, dan sebagainya dapat dihindari dengan membuat pengkondisian udara (AC), penyegelan komponenkomponen instrumen tertentu dengan rapat, pemakaian pelindung maknetik dan sebagainya.
c. Kesalahan acak yang tak disengaja (random errors)
Ketidakpastian ini bersumber pada keadaan atau gangguan yang sifatnya acak, sehingga menghasilkan ketidakpastian yang bersifat acak pula. Berbeda dengan ketidakpastian bersistem, ketidakpastian ini tidak mempunyai kecenderungan tertentu sehingga sukar diatasi. Pada pengukuran yang sudah direncanakan kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil. Tetapi untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi akan berpengaruh. Contoh misal suatu tegangan diukur dengan voltmeter dibaca setiap jam, walaupun instrumen yang digunakan sudah dikalibrasi dan kondisi lingkungan sudah diset sedemikian rupa, tetapi hasil pembacaan akan terjadi perbedaan selama periode pengamatan. Penyebab ketidakpastian acak ini antara lain sebagai berikut:
1) Gerak Brown Molekul Udara
Seperti diketahui, molekul udara selalu bergerak dan gerakannya bersifat acak. Gerakan ini pada saat tertentu mengalami fluktuasi, artinya gerakan molekul udara dalam arah tertentu menjadi sangat besar atau sangat kecil. Hal ini menyebabkan jarum penunjukkan skala alat ukur yang sangat halus, misalnya mikro galvanometer menjadi terganggu akibat tumbukan antarmolekul udara.
2) Fluktuasi Tegangan Listrik
Tegangan PLN, baterai, atau aki selalu berfluktuasi, yaitu selalu mengalami perubahan. Tentu saja, hal itu menggangu pembacaan besaran listrik.
3) Landasan yang Bergetar
Alat yang sangat peka, misalnya seismograf, dapat terganggu akibat adanya landasan yang bergetar. Hal itu akan mempengaruhi hasil pengukuran.
4) Bising
Pada alat-alat elektronika sering terjadi bising akibat fluktuasi tegangan pada komponen alat yang bersangkutan.
5) Radiasi Latar
Radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dapat menyebabkan gangguan pada alat pencacah (counter) karena akan terhitung pada waktu kita mengukur dengan pencacah elektronik.
Untuk mengatasi kesalahan ini dengan cara sebagai berikut:
1) menambah jumlah pembacaan alat percobaan yang dilakukan.
2) menggunakan cara-cara statistik untuk mendapatkan hasil yang akurat.
3) Alat ukur listrik sebelum digunakan untuk mengukur perlu diperhatikan penempatannya/ peletakannya. Ini penting karena posisi pada bagian yang bergerak yang menunjukkan besarannya akan dipengaruhi oleh titik berat bagian yang bergerak dari suatu alat ukur tersebut.
d. Adanya Nilai Skala Terkecil Alat Ukur
Setiap alat ukur mempunyai skala terkecil dalam berbagai ukuran. Mistar misalnya, ada yang mempunyai skala terkecil 1 mm. Demikian pula pada jangka sorong yang dilengkapi dengan skala nonius sehingga memungkinkan kita mampu membaca hingga 0,1 mm. Meskipun demikian, karena keterbatasan penglihatan pembacaan skala terkecil ini juga merupakan sumber kesalahan.
e. Keterbatasan Pengamat
Sumber ketidakpastian ini adalah keterbatasan pengamat sendiri. Misalnya pengamat kurang terampil dalam menggunakan alat, utamanya alat-alat canggih yang melibatkan banyak komponen yang harus diatur.
2.5 Analisis Statistik
Analisis statistik biasa digunakan dalam perhitungan dalam pengukuran yang telah dilakukan. Tujuan dari analisis statistik ini adalah untuk mendapatkan hasil yang akurat dalam hasil percobaan dan menjadi bahan perbaikan pada kesalahan yang terjadi pada percobaan yang dilakukan tersebut. Analisis statistik yang mungkin digunakan pada percobaan adalah sebagai berikut:
1) Ketidakpastian pada pengukuran tunggal
Apabila pengukuran besaran fisika hnya dilakukan satu kali, ketidakpastian pengukurannya ditaksir (diperkirakan) berdasarkan skala terkecil alat ukur yang digunakan, yaitu ½ kali nilai skala terkecil alat ukur . jadi, ketidakpastian ∆x dari besaran x adalah
Hasil pengukuran besaran x biasanya dituliskan sebagai berikut.
Dengan:
x = besaran yang diukur,
x0 = nilai besaran yang diperoleh pada pengukuran tunggal,
∆x = ketidakpastian pada pengukuran tunggal.
Ketidakpastian ∆x disebut ketidakpastian mutlak yang biasanya berkaitan dengan ketepatan pengukuran. Makin kecil ∆x, makin tepat pengukuran tersebut. Disamping ketidakpastian mutlak, dikenal pula ketidakpastian relatif, yaitu ∆x/x yang biasanya dinyatakan dengan prosentase. Ketidakpastian yang terakhir ini berkaitan dengan ketelitian pengukuran. Makin kecil ketidakpastian relatif, makin tinggi ketelitian pengukurannya.
Sebagai contoh sebuah batang tembaga diukur panjangnya dengan mistar berskala mm. pengukuran dilakukan satu kali dan menghasilkan nilai 76,65 cm. mistar berskala mm mempunyai skala terkecil 1 mm sehingga menjadi sebagai berikut:
Jadi, penulisan panjang batang tembaga adalah
Dengan memperhatikan bahwa dalam penulisan ini l0 dan ∆l keduanya mempunyai jumlah angka yang sama di belakang koma. Hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran panjang batang tembaga terletak antara (76,65 – 0,05) cm dan (76,65 + 0,05) cm atau 76,60–76,70 cm.
2) Ketidakpastian pada pengukuran berulang
Apabila keadaan memungkinkan, besaran yang diukur beberapa kali akan diperoleh informasi yang lebih baik tentang nilai yang sebenarnya. Untuk pengukuran yang dilakukan lebih dari satu kali, dengan melakukan pengukuran n kali, sehingga misalnya kita mendapatkan hasil sebagai berikut:
X1, X2, X3 , ….., Xn
Agar mendapatkan nilai terbaik (benar) dari pengukuran tersebut dilakukan dengan merata-ratakan hasil pengukuran, dengan persamaan:
Karena bukanlah x0, maka suatu penyimpangan atau ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai rata-rata sample ini adalah deviasi standar nilai rata-rata sample:Ketelitian menggambarkan mutu pengukuran, biasa disebut kesalahan relatif yang di nilai dengan prosentase.
Semakin kecil ketidakpastian relative semakin besar ketelitian yang telah dicapai dalam pengukuran tersebut.