A. SUJUD
Apabila anda sedang mengalami stress, atau tensi anda naik, atau pusing
yang berkepanjangan, atau mengalami nervous (salah satu jenis penyakit
penyimpangan perilaku berupa uring-uringan, gelisah, takut, dll). Jika
anda takut terkena tumor, maka sujud adalah solusinya.... Dengan sujud
akan terlepas segala penyakit nervous dan penyakit kejiwaan lainnya.
Inilah salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Muhammad
Dhiyaa'uddin Hamid, dosen jurusan biologi dan ketua departemen radiasi
makanan di lembaga penelitian teknologi radiasi.
Sudah
lumrah bahwasannya manusia apabila mengalami kelebihan dosis dalam
radiasi, dan hidup di lingkungan tegangan listrik atau medan magnet,
maka hal itu akan berdampak kepada badannya, akan bertambah kandungan
elektrik di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, Dr. Dhiyaa' mengatakan
bahwa sesungguhnya sujud bisa menghilangkan zat-zat atau pun hal-hal
yang menyebabkan sakit.
Pembahasan Seputar Organ TubuhDia
adalah salah satu organ tubuh... dan dia membantu manusia dalam
merasakan lingkungan sekitar, dan berinteraksi dengan dirinya, dan
itulah tambahan dalam daerah listrik dan medan magnet yang dihasilkan
oleh tubuh menyebabkan gangguandan merusak fungsi organ tubuh sehingga
akhirnya mengalami penyakit modern yang disebut dengan "perasaan
sumpeg", kejang-kejang otot, radang tenggorokan, mudah capek/lelah,
stress ... sampai sering lupa, migrant, dan masalah menjadi semakin
parah apabila tanpa ada usaha untuk menghindari penyebab semua ini,
yaitu menjauhkan tubuh kita dari segala peralatan dan tempat-tempat yang
demikian.
Solusinya ???Harus dengan
mengikuti sesuatu yang diridhai untuk mengeliminir hal itu semua, ...
yaitu dengan bersujud kepada Satu-satunya Dzat yang Maha Esa sebagaimana
kita sudah diperintah untuk hal itu, dimana sujud itu dimulai dengan
menempelkan dahi ke bumi (lantai). Maka di dalam sujud akan mengalir
ion-ion positif yang ada di dalam tubuh ke bumi (sebagai tempat ion-ion
negatif). dan seterusnya sempurnalah aktivitas penetralisiran dampak
listrik dan magnet. Lebih khusus lagi ketika sujud dengan menggunakan 7
anggota badan (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan
kedua kaki) maka dalam posisi ini sangat memudahkan bagi kita
menetralisir dampak listrik dan magnet.
Diketahui selama
penelitian, agar semakin sempurna proses penetralisiran dampak itu
semua, maka sujud harus menghadap ke Makkah (Masjid Ka'bah), yaitu
aktivitas yang kita lakukan di dalam shalat (qiblat). Sebab Makkah
adalah pusat bumi di alam semesta. Dan penelitian semakin jelas bahwa
menghadap ke Makkah ketika sujud adalah tempat yang paling utama untuk
menetralisir manusia dari hal-hal yang mengganggu fikirannya dan membuat
rileks.
Subhanallah, ....pengetahuan yang menakjubkan
B. SEDEKAH
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw.
berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah
pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah
dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah
telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap
kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil
adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang
kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri)
adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah
seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan
pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia
melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian
juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.”
(HR. Muslim)
Sanad Hadits
Hadits di atas memiliki sanad
yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab
Al-Zakat, Bab Bayan Anna Ismas Shadaqah Yaqa’u Ala Kulli Nau’ Minal
Ma’ruf, hadits no 1006).
Gambaran Umum Tentang Hadits
Hadits
ini memberikan gambaran luas mengenai makna shadaqah. Karena
digambarkan bahwa shadaqah mencakup segenap sendi kehidupan manusia.
Bukan hanya terbatas pada makna menginfakkan uang di jalan Allah,
memberikan nafkah pada fakir miskin atau hal-hal sejenisnya. Namun lebih
dari itu, bahwa shadaqah mencakup segala macam dzikir (tasbih, tahmid
dan tahlil), amar ma’ruf nahi mungkar, bahkan hubungan intim seorang
suami dengan istrinya juga merupakan shadaqah. Oleh karena itulah,
Rasulullah saw. secara tersirat meminta kepada para sahabatnya untuk
pandai-pandai memanfaatkan segala aktivitas kehidupan agar senantiasa
bernuansakan ibadah. Sehingga tidak perlu ‘gusar’ dengan orang-orang
kaya yang selalu bersedekah dengan hartanya. Karena makna shadaqah tidak
terbatas hanya pada shadaqah dengan harta.
Asbabul Wurud Hadits
Hadits
ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa Muhajirin yang
fakir, dimana mereka ‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka di
Mekah, sehingga mereka merasa tidak dapat bershadaqah. Ketika pertanyaan
mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau memberikan jawaban yang
dapat menenangkan jiwa dan pikiran mereka.
Makna Hadits
Hadits
ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’ para sahabat,
manakala mereka merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada Allah
swt.. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki
kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya tersebut, tentulah
akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt.. Sebab
mereka melaksanakan shalat, puasa, namun mereka bersedekah, sedangkan
kami tidak bersedekah, kata para sahabat ini.
Akhirnya Rasulullah
saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan
agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi
para sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah
dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh
karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar
padai-pandai mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan
sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung sebagai shadaqah.
Pengertian Shadaqah
Secara
umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah
swt.. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk
kepentingan jihad fi sabilillah. Makna shadaqah memang sering
menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah
swt., sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
Di antaranya adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.
Kedua
ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan
uang di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara
khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits
yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.
Secara
bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan
menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam
hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam
makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah
itu merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)
Antara zakat, infak,
dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam bahasan kitab-kitab
fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu
tertentu dan untuk kelompok tertentu.
Infak memiliki arti lebih
luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak ada
yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat,
kafarat, infak untuk keluarga dan sebagainya. Infak sunnah adalah infak
yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak menjadi
kewajiban, seperti infak untuk dakwah, pembangunan masjid dan
sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak masuk dalam
kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat
maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan
sebagainya.
Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak.
Karena shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta.
Namun shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah
hadits digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah
shadaqah.”
Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas
adalah mengacu pada makna shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat
shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits adalah segala macam bentuk
kebaikan yang dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka mencari
keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk ibadah atau perbuatan yang secara
lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub kepada Allah swt., maupun
dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak tampak seperti
bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri, bekerja,
dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Macam-Macam Shadaqah
Rasulullah
saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang cakupan shadaqah yang
begitu luas, sebagai jawaban atas kegundahan hati para sahabatnya yang
tidak mampu secara maksimal bershadaqah dengan hartanya, karena mereka
bukanlah orang yang termasuk banyak hartanya. Lalu Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa shadaqah mencakup:
1. Tasbih, Tahlil dan Tahmid
Rasulullah
saw. menggambarkan pada awal penjelasannya tentang shadaqah bahwa
setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karenanya mereka
‘diminta’ untuk memperbanyak tasbih, tahlil dan tahmid, atau bahkan
dzikir-dzikir lainnya. Karena semua dzikir tersebut akan bernilai ibadah
di sisi Allah swt. Dalam riwayat lain digambarkan:
Dari Aisyah
ra, bahwasanya Rasulullah saw. berkata, “Bahwasanya diciptakan dari
setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang
siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan
batu, duri atau tulang dari jalan, amar ma’ruf nahi mungkar, maka akan
dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang
berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api
neraka.” (HR. Muslim)
2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Setelah
disebutkan bahwa dzikir merupakan shadaqah, Rasulullah saw. menjelaskan
bahwa amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan shadaqah. Karena untuk
merealisasikan amar ma’ruf nahi mungkar, seseorang perlu mengeluarkan
tenaga, pikiran, waktu, dan perasaannya. Dan semua hal tersebut
terhitung sebagai shadaqah. Bahkan jika dicermati secara mendalam, umat
ini mendapat julukan ‘khairu ummah’, karena memiliki misi amar ma’ruf
nahi mungkar. Dalam sebuah ayat-Nya Allah swt. berfirman:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” [QS. Ali Imran (3): 110]
3. Hubungan Intim Suami Istri
Hadits
di atas bahkan menggambarkan bahwa hubungan suami istri merupakan
shadaqah. Satu pandangan yang cukup asing di telinga para sahabatnya,
hingga mereka bertanya, “Apakah salah seorang diantara kami melampiaskan
syahwatnya dan dia mendapatkan shadaqah?” Kemudian dengan bijak
Rasulullah saw. menjawab, “Apa pendapatmu jika ia melampiaskannya pada
tempat yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika
ia melampiaskannya pada yang halal, ia akan mendapat pahala.” Di sinilah
para sahabat baru menyadari bahwa makna shadaqah sangatlah luas. Bahwa
segala bentuk aktivitas yang dilakukan seorang insan, dan diniatkan
ikhlas karena Allah, serta tidak melanggar syariah-Nya, maka itu akan
terhitung sebagai shadaqah.
Selain bentuk-bentuk di atas yang
digambarkan Rasulullah saw. yang dikategorikan sebagai shadaqah, masih
terdapat nash-nash hadits lainnya yang menggambarkan bahwa hal tersebut
merupakan shadaqah, diantaranya adalah:
4. Bekerja dan memberi nafkah pada sanak keluarganya
Hal
ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits: Dari Al-Miqdan bin
Ma’dikarib Al-Zubaidi ra, dari Rasulullah saw. berkata, “Tidaklah ada
satu pekerjaan yang paling mulia yang dilakukan oleh seseorang daripada
pekerjaan yang dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang
menafkahkan hartanya terhadap diri, keluarga, anak dan pembantunya
melainkan akan menjadi shadaqah.” (HR. Ibnu Majah)
5. Membantu urusan orang lain
Dari
Abdillah bin Qais bin Salim Al-Madani, dari Nabi Muhammad saw. bahwa
beliau bersabda, “Setiap muslim harus bershadaqah.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah, jika ia tidak
mendapatkan (harta yang dapat disedekahkan)?” Rasulullah saw. bersabda,
“Bekerja dengan tangannya sendiri kemudian ia memanfaatkannya untuk
dirinya dan bersedekah.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika
ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau bersabda, “Menolong
orang yang membutuhkan lagi teranaiaya.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau
menjawab, “Mengajak pada yang ma’ruf atau kebaikan.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah
saw.?” Beliau menjawab, “Menahan diri dari perbuatan buruk, itu
merupakan shadaqah.” (HR. Muslim)
6. Mengishlah dua orang yang berselisih
Dalam
sebuah hadits digambarkan oleh Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah r.a.
berkata, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ruas-ruas
persendian setiap insan adalah shadaqah. Setiap hari di mana matahari
terbit adalah shadaqah, mengishlah di antara manusia (yang berselisih
adalah shadaqah).” (HR. Bukhari)
7. Menjenguk orang sakit
Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Ubaidah bin Jarrah ra
berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang
menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah swt., maka Allah akan
melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali lipat). Dan barangsiapa yang
berinfak untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit,
atau menyingkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan
sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan
barangsiapa yang Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu
akan menjadi penggugur (dosa-dosanya).” (HR. Ahmad)
8. Berwajah manis atau memberikan senyuman
Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Dzar r.a. berkata,
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menganggap remeh satu
kebaikan pun. Jika ia tidak mendapatkannya, maka hendaklah ia ketika
menemui saudaranya, ia menemuinya dengan wajah ramah, dan jika engkau
membeli daging, atau memasak dengan periuk/kuali, maka perbanyaklah
kuahnya dan berikanlah pada tetanggamu dari padanya.” (HR. Turmudzi)
9. Berlomba-lomba dalam amalan sehari-hari (baca: yaumiyah)
Dalam
sebuah riwayat digambarkan: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang pagi ini
berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw.
bersabda, “Siapakah hari ini yang mengantarkan jenazah orang yang
meninggal?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah
saw. bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberikan makan
pada orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah saw. bertanya kembali, “Siapakah di antara kalian yang hari
ini telah menengok orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai
Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua amal di
atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR.
Bukhari)
C.SHALAWAT
Bershalawat
kepada Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa) memiliki banyak keutamaan
bagi kita di dunia dan akhirat. Keutamaannya antara lainnya:
Pertama:
Rasulullah saw bersabda:
“Pada
hari kiamat aku akan berada di dekat timbangan. Barangsiapa yang berat
amal buruknya di atas amal baiknya, aku akan menutupnya dengan
shalawat kepadaku sehingga amal baiknya lebih berat karena shalawat.”
(Al-Bihar 7/304/72)
Kedua:
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa
yang bershalawat kepadaku tiga kali setiap hari dan tiga kali setiap
malam, karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah azza wa jalla berhak
mengampuni dosa-dosanya pada malam itu dan hari itu.” (Ad-Da’awat
Ar-Rawandi: 89, bab 224, hadis ke 226)
Ketiga:
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa
yang bershalawat kepadaku ketika akan membaca Al-Qur’an, malaikat akan
selalu memohonkan ampunan baginya selama namaku berada dalam kitab
itu.” (Al-Bihar 94/71/65)
Keempat:
Rasulullah saw bersabda:
“Pada
suatu malam aku diperjalankan untuk mi’raj ke langit, lalu aku melihat
malaikat yang mempunyai seribu tangan, dan setiap tangan mempunyai
seribu jari-jemari. Malaikat itu menghitung dengan jari-jemarinya, lalu
aku bertanya kepada Jibril: Siapakah malaikat itu dan apa yang sedang
dihitungnya? Jibril menjawab: Dia adalah malaikat yang ditugaskan untuk
menghitung setiap tetesan hujan, ia menghafal setiap tetesan hujan yang
diturunkan dari langit ke bumi.
Kemudian
aku bertanya kepada malaikat itu: Apakah kamu mengetahui berapa
tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi sejak Allah
menciptakan dunia?
Ia
menjawab: Ya Rasulallah, demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran
kepada makhluk-Nya, aku tidak hanya mengetahui setiap tetesan hujan
yang turun dari langit ke bumi, tetapi aku juga mengetahui secara rinci
berapa jumlah tetesan hujan yang jatuh di lautan, di daratan, di
bangunan, di kebun, di tanah yang bergaram, dan yang jatuh di kuburan.
Kemudian Rasulullah saw bersabda: Aku kagum terhadap kemampuan hafalan dan ingatanmu dalam perhitungan itu.
Kemudian
malaikat itu berkata: Ya Rasulallah, ada yang tak sanggup aku
menghafal dan mengingatnya dengan perhitungan tangan dan jari-jemariku
ini.
Rasulullah saw bertanya: Perhitungan apakah itu?
Ia
menjawab: ketika suatu kaum dari ummatmu menghadiri suatu majlis, lalu
namamu disebutkan di majlis itu, kemudian mereka bershalawat kepadamu.
Pahala shalawat mereka itulah yang tak sanggup aku menghitungnya.”
(Al-Mustadrah Syeikh An-Nuri, jilid 5: 355, hadis ke 72)
Kelima:
Rasulullah saw bersabda:
“Sebagaimana
orang bermimpi, aku juga pernah bermimpi pamanku Hamzah bin Abdullah
dan saudaraku Ja’far Ath-Thayyar. Mereka memegang tempat makanan yang
berisi buah pidara lalu mereka memakannya tak lama kemudian buah pidara
itu berubah menjadi buah anggur, lalu mereka memakannya tak lama
kemudian buah anggur itu berubah menjadi buah kurma yang masih segar.
Saat mereka memakan buah kurma itu tak lama segera aku mendekati mereka
dan bertanya kepada mereka: Demi ayahku jadi tebusan kalian, amal apa
yang paling utama yang kalian dapatkan? Mereka menjawab: Demi ayahku dan
ibuku jadi tebusanmu, kami mendapatkan amal yang paling utama adalah
shalawat kepadamu, memberi minuman, dan cinta kepada Ali bin Abi Thalib
(sa).” (Ad-Da’awat Ar-Rawandi, hlm 90, bab 224, hadis ke 227)
Keenam:
Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
“Tidak
ada sesuatu amal pun yang lebih berat dalam timbangan daripada
shalawat kepada Nabi dan keluarganya. Sungguh akan ada seseorang ketika
amalnya diletakkan di timbangan amal, timbangan amalnya miring,
kemudian Nabi saw mengeluarkan pahala shalawat untuknya dan meletakkan
pada timbangannya, maka beruntunglah ia dengan shalawat itu.” (Al-Kafi,
jilid 2, halaman 494)
Ketujuh:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Barangsiapa
yang tidak sanggup menutupi dosa-dosanya, maka perbanyaklah
bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya, karena shalawat itu
benar-benar dapat menghancurkan dosa-dosa.” (Al-Bihar 94/ 47/2,
94/63/52)
Kedelapan:
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Ketika
nama Nabi saw disebutkan, maka perbanyaklah bershalawat kepadanya,
karena orang yang membaca shalawat kepada Nabi saw satu kali, seribu
barisan malaikat bershalawat padanya seribu kali, dan belum ada
sesuatupun yang kekal dari ciptaan Allah kecuali shalawat kepada
hamba-Nya karena shalawat Allah dan shalawat para malaikat-Nya
kepadanya. Orang yang tidak mencintai shalawat, ia adalah orang jahil
dan tertipudaya, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya
berlepas diri darinya.” (Al-Kafi 2: 492)
Syeikh
Abbas Al-Qumi mengatakan bahwa Syeikh Shaduq (ra) meriwayatkan dalam
kitabnya Ma’anil Akhbar: Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) menjelaskan tentang
makna firman Allah saw, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya
bershalawat kepada Nabi…: Shalawat dari Allah azza wa jalla adalah
rahmat, shalawat dari malaikat adalah pensucian, dan shalawat dari
manusia adalah doa.” (Ma’anil akhbar: 368)
Dalam
kitab yang sama diriwayatkan bahwa perawi hadis ini bertanya:
Bagaimana cara kami bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya? Beliau
menjawab:
صلوات الله وصلوات ملائكته وانبيائه ورسله وجميع خلقه على محمّد وآل محمّد والسلام عليه وعليهم ورحمه الله وبركاته
“Semoga
shalawat Allah, para malaikat-Nya, para nabi-Nya, para rasul-Nya dan
seluruh makhluk-Nya senantiasa tercurahkan kepada Muhammad dan keluarga
Muhammad, dan semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan Allah
senantiasa tercurahkan kepadanya dan kepada mereka.”
Aku
bertanya: Apa pahala bagi orang yang bershalawat kepada Nabi dan
keluarganya dengan shalawat ini? Beliau menjawab: “Ia akan keluar dari
dosa-dosanya seperti keadaan bayi yang baru lahir dari ibunya.” (Ma’anil
akhbar: 368)
Kesembilan:
Syeikh Al-Kulaini meriwayatkan di akhir shalawat yang dibaca setiap waktu Ashar pada hari Jum’at:
اللّهمّ صلّ على محمّد وآل محمّد الاوصياء المرضيين بأفضل صلواتك وبارك عليهم بأفضل بركاتك والسلام عليه وعليهم ورحمة الله وبركاته
“Ya
Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, para
washi yang diridhai, dengan shalawat-Mu yang paling utama, berkahi
mereka dengan keberkahan-Mu yang paling utama, dan semoga salam dan
rahmat serta keberkahan Allah senantiasa tercurahkan kepadanya dan
kepada mereka.”
Orang
yang membaca shalawat ini tujuh kali, Allah akan membalas baginya
setiap hamba satu kebaikan, amalnya pada hari itu akan diterima, dan ia
akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya di antara kedua
matanya. (Al-Furu’ Al-Kafi 3: 429)
Kesepuluh:
Dalam
suatu hadis disebutkan: “Barangsiapa yang membaca shalawat berikut ini
sesudah shalat Fajar dan sesudah shalat Zuhur, ia tidak akan mati
sebelum berjumpa dengan Al-Qaim (Imam Mahdi) dari keluarga Nabi saw:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan percepatlah kemenangan mereka
D> ShoDaQoh
Keutamaan shadaqah di sisi Allah Ta’ala itu sangat agung sekali dan pahalanya pun demikian besar. Allah Ta’ala berfirman:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
“Siapakah
yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan
harta-nya di jalan Allah), maka Allah akan melipat-gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak...” [Al-Baqarah: 245]
Dan dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ
اللهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ، وَإِنَّ اللهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ
يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى
تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ.
“Barangsiapa
bershadaqah senilai biji kurma dari hasil usaha yang baik, dan Allah
tidak akan menerima kecuali yang baik, maka sesungguhnya Allah akan
menerimanya dengan tangan kanan-Nya, untuk kemudian Dia kembangkan bagi
pelakunya sebagaimana salah seorang di antara kalian memelihara anak
kuda sehingga menjadi seperti gunung (besar dan kuat).” [1]
Ketahuilah -semoga Allah memberimu jalan petunjuk untuk mentaati-Nya-
bahwa umat ma-nusia akan berdiri pada hari Penghimpunan di alam mahsyar
di bawah terik matahari yang sangat panas, di mana matahari sangat dekat
sekali dengan kepala, hari pun sangat panjang, di mana satu hari sama
dengan seribu tahun berdasarkan hitungan kalian, dengan berbagai
kejadian yang dahsyat, juga hal-hal yang mengerikan, menakutkan, lagi
mengkhawatirkan. Seandainya engkau mengetahui hari Kiamat dengan berbagai kejadiannya, Pastilah engkau akan lari menjauh dari keluarga dan juga dari tempat tinggal. Hari yang begitu panas yang panasnya mengelilingi semua Makhluk, sehingga tersebar luar dengan kejadiannya yang luar biasa. Hari di mana langit pecah dengan kejadiannya, Dan anak-anak pun menjadi beruban.
Pada hari yang menakutkan itu, engkau akan melihat orang-orang yang
bershadaqah berdiri di bawah naungan shadaqah-shadaqah yang pernah
mereka keluarkan di dunia. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad
rahimahullah dengan sanad yang shahih:
عَنْ
يَزِيدِ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ يُحَدِّثُ أَنَّ أَبَا الْخَيْرِ حَدَّثَهُ
أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُـولَ اللهِ
يَقُولُ: كُلُّ امْرِئٍ فِـي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ
النَّاسِ.
“Dari
Yazid bin Abu Habib, dia memberi-tahu bahwa Abu al-Khair telah
menyampai-kan kepadanya bahwa dia pernah mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap orang berada di bawah
naungan sha-daqahnya sehingga diadili di antara umat manusia.’”
Yazid mengatakan, “Tidak ada satu hari pun berlalu dari Abu Khair,
melainkan dia selalu bershadaqah meski hanya dengan sepotong kue,
bawang, atau yang lainnya.” [2]
Dan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah disebutkan:
ظِلُّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَمَةِ صَدَقَتُهُ.
“Naungan orang mukmin pada hari Kiamat kelak adalah shadaqahnya.” [3]
Dan menurut riwayat ath-Thabrani dan al-Baihaqi, dari ‘Uqbah bin ‘Amir
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan panas
kuburan dari penghuninya. Dan sesungguhnya orang mukmin pada hari Kiamat
kelak akan bernaung di bawah naungan shadaqahnya.” [4]
‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu mengatakan, “Pernah dikatakan
kepadaku bahwa seluruh amal perbuatan akan merasa bangga sehingga
shada-qah akan berkata, ‘Aku yang lebih utama dari kalian.’” [5]
Ini salah satu bagian dari keutamaan shadaqah pada setiap harinya.
Sedangkan shadaqah pada hari Jum’at memiliki keutamaan khusus dari
hari-hari lainnya.
Telah diriwayatkan oleh Imam ‘Abdurrazzaq ash-Shan’ani rahimahullah
dari Imam Sufyan ats-Tsauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, Abu Hurairah dan Ka’ab pernah
berkumpul. Lalu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, “Sesungguhnya
pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim
bertepatan dengannya dalam keadaan memohon kebaikan kepada Allah Ta’ala
melainkan Dia akan men-datangkan kebaikan itu kepadanya.”
Maka Ka’ab Radhiyallahu 'anhu berkata, “Maukah engkau aku beritahu
kepadamu tentang hari Jum’at? Jika hari Jum’at tiba, maka langit, bumi,
daratan, lautan, pohon, lembah, air, dan makhluk secara keseluruhan akan
panik, kecuali anak Adam (umat manusia) dan syaitan. Dan para Malaikat
berkeliling mengitari pintu-pintu masjid untuk mencatat orang-orang yang
datang berurutan. Dan jika khatib telah naik mimbar, maka mereka pun
menutup buku lembaran-lembaran mereka.
Dan merupakan kewajiban bagi setiap orang yang sudah baligh untuk mandi
seperti mandi janabah. Dan tidak ada matahari yang terbit dan terbenam
pada suatu hari yang lebih afdhal dari hari Jum’at, dan shadaqah pada
hari itu lebih agung daripada hari-hari lainnya.”
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, “Ini Hadits Abu Hurairah
dan Ka’ab. Saya sendiri berpendapat, ‘Jika keluarganya memiliki minyak
wangi, maka hendaklah dia memakainya pada hari itu.’”[6]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari
Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari
itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti
shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan
lainnya.” [7]
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, jika
berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di
rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama
dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”
Aku pun, lanjut Ibnul Qayyim, pernah mendengarnya mengatakan, “Jika
Allah telah memerintahkan kepada kita untuk bershadaqah di hadapan
seruan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka shadaqah di
hadapan seruan Allah Ta’ala jelas lebih afdhal dan lebih utama
fadhilahnya.”[8]
_________________________
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1410 dan 7430) dan Muslim (no. 1014).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/148) dengan sanad yang
shahih dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih
at-Targhiib (no. 872).
[3]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 872).
[4]. Hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir,
dan al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih
at-Targhiib (no. 873).
[5]. Hasan:
Dinilai shahih oleh al-Hakim yang disepakati oleh adz-Dzahabi (I/416).
Dan al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 878).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (no. 5558), disebutkan oleh
Ibnul Qayyim di dalam kitab Zaadul Ma’aad (I/407) dari Ahmad Ibnu
Zuhair bin Harb, “Ayahku memberitahu kami, ia berkata, “Jarir
memberitahu kami dari Manshur.”
[7]. Zaadul Ma’aad (I/407).
[8]. Zaadul Ma’aad (I/407).