Selasa, 31 Juli 2012

melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki

di kumpulkan oleh Arief Suryadi 1.Larangan ISBAL dalam Islam untuk Laki-laki Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian dari kalangan yang dianggap berilmu, menolak larangan isbal dengan alasan yang rapuh seperti mendakwa andainya tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih lanjut, berikut dipaparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Mustaan. [A]. DEFINISI ISBAL Isbal secara bahasa adalah masdar dari 'asbala', 'yusbilu-isbaalan', yang bermakna 'irkhaa-an', yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul Aroby rahimahullah dan selainnya adalah; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339] [B]. BATAS PAKAIAN MUSLIM Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar’i terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Artinya “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bahagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya' [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]” Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah: 'Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung (seluar) seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram. [ Aunul Ma'bud 11/103] Dari Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: 'Artinya “ Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki' [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]” Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak. Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu 'anhu berkata Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang sangat putih [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308] Ubaid bin Khalid Radhiyallahu 'anhu berkata: 'Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, "Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?" Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis'.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab: 'Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam' [Majmu Fatawa 22/14] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: 'Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta' [Fathul Bari 10/320] [C]. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL Pertama: 'Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata: "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasai 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa: 900] Kedua: 'Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085] Ketiga: Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda: "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka." [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96] Keempat: Dari Mughiroh bin Syubah Radhiyallahu 'anhu, adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal." [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862] Kelima: 'Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan' [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770] Keenam: Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu berkata: "Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, "Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!" Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, "Tinggikan lagi!" Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, "Seberapa tingginya?" "Sampai setengah betis."[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33] Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah: Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar? [Ash-Shahihah: 4/95] Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid: Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya: Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syari yang kekal pengharamannya."[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19] [D]. KEBURUKAN ISBAL Kehaaraman isbal telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak boleh dianggap remeh, berikut sebagiannya.. [1]. Menyelisihi Sunnah Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap mudah dan ringan, karana kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Quran atau Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Artinya: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih [An-Nur: 63] [2]. Mendapat Ancaman Neraka Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak. [3]. Termasuk Kesombongan Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770] Berkata Ibnul Aroby rahimahullah: Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan: Aku tidak menariknya karena sombong, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata: 'Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku', ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan [Fathul Bari 10/325] [4]. Menyerupai Wanita Isbal bagi wanita disyari'atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits. Dari Ibnu Abbas ia berkata; 'Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki' [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904] Imam At-Thabari berkata: 'Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya' [Fathul Bari II/521] Dari Khorsyah bin Hirr berkata: Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya melalui di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata: Apakah kamu orang yang haidh? pemuda tersebut menjawab: Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh? Umar menjawab; Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki? kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya. Kharsyah berkata: Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18] Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang dikatakan sebagai modern, kebanyaknnya telah berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemuhan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang memang aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Allah kita mengadu [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18] [5]. Berlebih Lebihan Tidak ragu lagi syari'at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Artinya: Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan [Al-A'raf: 31] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman [Fathul Bari II/436] [6]. Terkena Najis Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Artinya: Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama'il Muhammadiyyah hal. 69] [F]. SYUBHAT DAN JAWABANNYA Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke permukaan adalah mendakwa bahwa isbal dibolehkan jika tidak sombong. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong. Pertama: Hadits Ibnu Umar Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!" Abu Bakar bertanya, "Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!" Rasulullah menjawab, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong."[Hadits Riwayat Bukhari 5784] Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.", bahwasanya isbal tidak sombong dibolehkan?! Jawaban: Berkata Syaikh Al-Albani: Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat jelas bahawa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melonggar tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang hari dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shahihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain: Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedangkan sarungnya (seluarnya) melonggar, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abdullah, naikkan sarungmu!". Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melonggar (melondeh) bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah hal. 11] Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya [Qoof: 37] Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. "Pertama, bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melondeh tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan orang yang mendakwa bahawa dirinya isbal karana tidak sombong, mereka menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita katakan kepada mereka, Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karana sombong, maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, iaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih. Yang kedua, Abu Bakar mendapat komentar dan tazkiah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah dan komentar yang serupa?" [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140] Artinya: Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan [Al-Hasyr: 2] Kedua: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala (sombong), sesuai dengan kaidah ushul fiqh, "Hamlul Mutlak alal Muqoyyad Wajib" (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib). Jawaban: Kita katakan kepada mereka, Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka. [An-Najm: 30] Kemudian kaidah ushul "Hamlul Muthlaq alal Muqoyyad" adalah kaedah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita semak perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah: Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits. Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda: Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu. Juga sabdanya : Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam hadits: Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya. Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi: Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah tidak ditaqyid dengan ayat wudhu, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku maka tayammum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan[As'ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26] Kesimpulannya; Kaedah "Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib" adalah kaidah yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeza dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili] [G]. KESIMPULAN Dari perbahasan di atas, dapat disimpulkan: [1]. Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki. [2]. Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih. [3]. Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyariatkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki. [4. Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah. [5]. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih. [6]. Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki. [7]. Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya [8]. Dakwaan sebahagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan dakwaan yang tidak boleh diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini. 2.Isbal Dalam Prespektif Ulama Oleh : Agustiar Nur Akbar Pendahuluan Sebagai seorang muslim tentu mencintai dan menjadikan Rasulullah saw sebagai panutan. Panutan yang secara langsung oleh Allah swt disematkan kepada Rasulullas saw. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al Ahzab : 21). Berusaha untuk mengikuti Rasulullah saw secara keseluruhan merupakan dambaan bagi seorang muslim. Selain hal tersebut sebagai wujud cinta kepada Rasulullah saw. Juga karena Rasulullah saw (baca sunah) salah satu mashadir syariat Islam. Hal ini menyangkut segala aspek dalam kehidupan, diantaranya termasuk tata cara berpakaian Rasulullah saw. Sebut saja masalah isbal, atau menjulurkan kain hingga menutupi mata kaki. Karena hal yang demikian termasuk ranah fiqih, maka tidak akan lepas dari niza (perdebatan) dikalangan umat. Kedapannya penulis akan mencoba mengupas lebih lanjut dengan ringkas akan permasalah isbal ini. Apakah ia jatuh hukumnya haram bagi musbil, misalnya. Atau makruh maupun mubah. Disini penulis hanya akan mengkajinya secara ringkas. Mencoba mengupas apa yang melandasi perbedaan para ulama dalam melihat masalah ini. Kemudian me-rajih-kannya setelah melakukan nadzhar pada dalil-dalil yang ada. Definisi Isbal Secara bahasa اسبال dari bab س ب ل dapat diartikan memanjangkan atau melabuhkan kain. اسبال Juga diartikan ارسال : ” أَسْبَلَ فُلَانٌ ثِيَابَهُ إِذا طَوَّلَهَا وأَرسلها إِلى الأَرض” (Lisanu Arab, Mukhtar Shohah) Secara istilah yang dimaksud isbal di sini adalah memanjangkan kain pakaian secara berlebihan hingga menutupi mata kaki. Baik itu pakaian perempuan maupun pakaian laki-laki. Perselisihan Seputar Isbal Tidak ada perselisihan diantara jumhur ulama tentang kain yang berada diatas mata kaki (bagi laki-laki). Baik itu sarung ataupun celana seperti yang kita pakai sekarang ini. Perselisihan dalam masalah ini pada lafadz خيلاء (khuyala) yang berati sombong. Apakah lafadz tersebut menjadi pengkhusus atau qoyid dalam hadis-hadis yang melarang akan isbal. Pertama; Pendapat yang mengatakan bahwasanya khulaya itu adalah taqyid. Dimana khuyala juga mengkhususkan bagi pelarangan isbal. Diantara yang berpendapat seperti ini adalah, Imam Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu ‘Abdi l-Bar, dan yang lainnya. Kedua; Pendapat yang mengatakan bahwasanya khuyala disana bukanlah qoyid atau takhsis. Atau qoyid dan takhis tidaklah mu’tabar dalam hadis ini. Diantara yang berpendapat seperti ini adalah Imam Abu Ja’far Muhammad, Ibnu ‘Arabiy, Ibnu Bathal, Imam Shon’aniy, Qodhi ‘Iyad dan yang lainnya. Hukum Isbal Pertama; Boleh atau mubah. Mereka yang berpendapat bahwasanya isbal itu boleh ada umat dimasa sekarang ini, pada jaman ini. Sedangkan dari ulama terdahulu tidak ada yang berpendapat bahwasanya isbal itu boleh atau mubah. Alasan mereka karena khulaya disana adalah takhsis atau taqyid. Sehingga jika menurunkan kain dibawah kaki tanpa khuyala tidak menjadikannya termasuk yang tercela seperti yang dikatakan di dalam hadis. Kemudian jaman dahulu dengan jaman sekarang adalah berbeda. Dengan berbedaan jaman ini maka itu menggugurkan alamat khulaya yang berlaku di jaman nabi Muhammad saw. Diantara yang berpendat seperti ini adalah syaikh Ali Jum’ah. Kedua; Makruh. Mereka yang meng-i’tibarkan qoyid dan takhsis dalam hadis pelarangan isbal. Ketiga, Haram.. Mereka yang tidak meng-i’tibarkan qoyid dan takhis dalam hadis pelarangan isbal. Dampak Dari Perselisihan Dampak dari perselisihan antara mereka yang mengi’tibarkan takhsis dan qoyid dengan yang tidak mengi’tibarkan adalah produk hukum tentang masalah ini. Dan setiap produk hukum mempunyai konskuensinya masing-masing. Bagi mereka yang berpendapat dan meyakini isbal adalah haram. Maka jika melakukannya mereka terkena ancaman dosa. Berbeda bagi mereka yang berpendapat memakruhkannya. Mereka tidak akan terkena ancaman dosa seperti yang terjadi kepada mereka yang mengharamkannya. Bagi sebagian orang atau kelompok perbedaan dalam masalah ini menjadi pemicu pertengkaran. Yang mana akan merusak ukhuwah islamiyah diantara kaum muslimin. Saling mencela atau menghujat pun tak jarang sering terjadi dikarenakan perselisihan dalam masalah ini. Kesimpulan Penulis lebih cenderung kepada pendapat yang mengi’tibarkan takhsis atau taqyid bagi lafadz khulaya. Penulis pun sepakat dengan pendapat Imam Nawawi dan juga yang lainnya. Yang berpendapat, setengah betis adalah sunah, diantara betis dan mata kaki adalah mubah, dan menutupi mata kaki tanpa hajah adalah makruh. Baik dalam sholat maupun diluar sholat. Yang menarik disini, Imam Nawawi dan Imam Muslim meletakan pembahasan ini kedalam Kitabu l-Iman. Hemat penulis baik bagi kita untuk merenungkan mengapa mereka memasukannya kedalam pembahasan iman. Tidak ada perselisihan diantara para jumhur ulama akan kain yang berada di atas mata kaki (bagi laki-laki). Kemudian pembahasan ini telah menjadi kajian ulama sejak sekian ratus tahun lamanya. Mereka pun tentu mengamalkan apa yang mereka yakini. Dari sini kita bisa berekesimpulan. Isbal adalah bukan perkara baru yang aneh diakalang umat muslim. Isbal juga bukan punya satu kelompok tertentu atau menjadi icon kelompok tertentu. Terakhir tidak sepantasnya mengolok-ngolok mereka yang mengambil keputusan untuk mengikuti sunah Rasulullah saw menurut pemahaman ulama terdahulu dalam masalah ini. Isbal juga berlaku bagi wanita, seperti kisah Umu Salamah yang menanyakan batasan isbal bagi perempuan. Batasannya yaitu, maksimal satu dzara’ atau satu hasta. Khatimah Sejatinya sebagai seorang muslim kita harus senantiasa menghidupkan sunnah Rasulullah saw. Dan jika terdapat perbedaan yang tak terelakan dituntut kedewasaan dan pertanggungjawabannya secara ilmiah sebagai seorang tholabul ilmi. Jika kita berada di posisi awam, maka cukup bagi kita untuk mengikuti pendapat yang kita yakini benar. Dengan menghindari taqlid buta. Sengaja penulis sertakan hadis-hadis secara terpisah, dengan maksud agar mempermudah dalam pemahaman. Hadis-hadis yang penulis sertakan hanya sebagian saja, dan ini bisa dikatakan hadis-hadis yang ma’ruf dalam masalah isbal. Wallahu a’lam bis showab. Hadis-hadis Tentang Isbal: عن أبي ذر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم قال فقرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث مرارا. قال أبو ذر: خابوا وخسروا من هم يا رسول الله؟ قال: المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب (رواه مسلم) Dari Abu Dzar, dari Nabi -shollallahu alaihi wasallam- bersabda: “Ada tiga golongan, -yang pada hari kiamat nanti Allah tidak bicara dengan mereka, tidak melihat mereka, tidak membersihkan (dosa) mereka dan bagi mereka siksa yang pedih”. Rasulullah -shollallahu alaihi wasallam- mengulangi sabdanya itu tiga kali. Abu dzar mengatakan: “Sungguh celaka dan merugilah mereka! Wahai Rasulullah, siapakah mereka?”. Beliau menjawab: “Orang yang isbal, orang yang mengungkit-ngungkit pemberiannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim). عن محمد بن عقيل سمعت ابن عمر يقول: كساني رسول الله صلى الله عليه وسلم قبطية، وكسا أسامة حلة سيراء. قال: فنظر فرآني قد أسبلت فجاء فأخذ بمنكبي, وقال: يا ابن عمر! كل شيء مس الأرض من الثياب ففي النار. قال: فرأيت ابن عمر يتزر إلى نصف الساق (رواه أحمد وقال الأرناؤوط: صحيح لغيره وهذا إسناد حسن) Dari Muhammad bin ‘Aqil aku mendengar ibnu umar bercerita: Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pernah memberiku baju qibtiyah dan memberikan kepada usamah baju hullah siyaro. Ibnu Umar mengatakan: ketika Nabi -shollallohu alaihi wasallam- melihatku isbal beliau datang dan memegang pundakku seraya berkata: “Wahai Ibnu Umar! semua pakaian yang menyentuh tanah, (nantinya) di neraka”. Ibnu Aqil berkata: “Dan (setelah itu) aku melihat Ibnu Umar selalu memakai sarungnya hingga pertengahan betis”. (HR. Ahmad. al-Arnauth mengatakan: Derajat haditsnya shohih lighoirihi, sedang sanad ini hasan). قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إزرة المسلم إلى نصف الساق ولا حرج أو لا جناح فيما بينه وبين الكعبين, ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار, من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه. (رواه أبو داود وقال الألباني صحيح( Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: “Sarung seorang muslim adalah sebatas pertengahan betis, dan tidak mengapa sarung yang berada antaranya (betis) dan mata kaki. Adapun yang dibawah mata kaki, ia di neraka. Dan barangsiapa yang menyeret sarungnya karena takabur (sombong), maka Allah tidak akan mau melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti)”. (HR. Abu Dawud, dan Albany mengatakan: shohih). عن عبد الله بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الإسبال في الإزار والقميص والعمامة, من جر منها شيئا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. (رواه أبو داود وغيره وقال الألباني صحيح) Dari Abdullah bin Umar dari Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Isbal bisa terdapat pada sarung, baju ataupun sorban. Barangsiapa menyeret salah satu darinya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan mau melihat kepadanya” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya. Albany mengatakan, hadits ini shohih). عن المغيرة بن شعبة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا سفيان بن سهل! لا تسبل, فإن الله لا يحب المسبلين! (رواه ابن ماجه وصححه الألباني) Dari Mughiroh bin Syu’bah berkata: Rasulullah -shollallahu alaihi wasallam- bersabda: “Wahai Sufyan bin Sahl, janganlah kamu ber-isbal ! Karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap mereka yang ber-isbal” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Albany) عن أبي جري جابر بن سليم الهجيمي قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: ارفع إزارك إلى نصف الساق, فإن أبيت فإلى الكعبين. وإياك وإسبال الإزار, فإنها من المخيلة, وإن الله لا يحب المخيلة. (رواه أبو داود وغيره وصححه الألباني) Dari Abu Jari, Jabir bin Sulaim al-Hujaimy: Bahwa Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menasehatinya: “Angkatlah sarungmu sampai tengah betis! Tapi jika kau tidak berkenan, maka hingga batas mata kaki. Dan jangan sekali-kali meng-isbal-kan sarungmu! Karena isbal adalah termasuk perbuatan sombong, dan Allah tidak menyukai perbuatan sombong. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, dishohihkan oleh Albany). عن جبير بن مطعم : أنه كان جالسا مع ابن عمر, إذا مر فتى شاب عليه حلة صنعانية يجرها مسبل قال : يا فتى هلم! قال له الفتى : ما حاجتك يا أبا عبد الرحمن؟ قال : ويحك أتحب أن ينظر الله إليك يوم القيامة؟ قال: سبحان الله وما يمنعني أن لا أحب ذلك؟ قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : لا ينظر الله إلى عبد يوم القيامة يجر إزاره خيلاء. قال : فلم ير ذلك الشاب إلا مشمّرا حتى مات بعد ذلك اليوم. (قال الألباني: رواه البيهقي بسند صحيح) Jubair bin Muth’im mengisahkan: Dia pernah duduk bersama Ibnu Umar. Ketika ada seorang pemuda yang musbil berjalan dengan baju hullah shon’aniyah yang diseret, Ibnu Umar berkata: “Wahai pemuda, kemarilah!” Pemuda tersebut menimpali: “Apa yang engkau inginkan, wahai Abu Abdirrohman (panggilan kesayangan Ibnu Umar)?” (Ibnu Umar) menjawab: “Celakalah kamu! Tidak senangkah kau seandainya Allah melihat padamu di hari kiamat nanti?” Pemuda itu menimpali: “Subhanallah, adakah yang menghalangiku hingga aku tidak menyenanginya?!” Ibnu Umar berkata: Aku telah mendengar Rasulullah -shollallahu alaihi wasallam- bersabda: “Pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan melihat kepada hamba yang menyeret sarungnya karena sombong”. Jubair bin Muth’im mengatakan: “Setelah hari itu, pemuda tersebut tidak pernah terlihat, kecuali ia mengangkat pakaiannya hingga pertengahan betis, sampai meninggalnya”. (Albany mengatakan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih) عن عمرو بن فلان الأنصاري قال : بينا هو يمشي وقد أسبل إزاره إذ لحقه رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد أخذ بناصية نفسه وهو يقول : ” اللهم عبدك وابن عبدك ابن أمتك ” قال عمرو : فقلت : يا رسول الله إني رجل حمش (دقيق) الساقين فقال : ” يا عمرو إن الله عز و جل قد أحسن كل شيء خلقه يا عمرو ” وضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم بأربع أصابع من كفه اليمنى تحت ركبة عمرو فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم ضرب بأربع أصابع تحت الموضع الأول ثم قال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” . ثم رفعها ثم وضعها تحت الثانية فقال : ” يا عمرو هذا موضع الإزار ” (رواه أحمد وصححه الألباني والأرناؤوط) Amr bin Fulan al-Anshory mengisahkan dirinya: Ketika ia berjalan dengan meng-isbal-kan sarungnya, tiba-tiba Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menghampirinya, dan beliau telah meletakkan tanganya pada permulaan kepala beliau seraya berkata: “Ya Allah (lihatlah) hambamu, putra hamba laki-laki-Mu dan putra hamba perempuan-Mu!”. ‘Amr beralasan: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku seorang yang betisnya kurus kering”. Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “Wahai ‘Amr, sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan baik seluruh ciptaan-Nya! Maka Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- meletakkan empat jari dari telapak kanannya tepat di bawah lututnya ‘Amr, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung” Kemudian beliau mengangkat empat jarinya, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang pertama, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung” Kemudian beliau mengangkat empat jarinya lagi, dan meletakkannya kembali di bawah tempat yang kedua, seraya berkata: “Wahai ‘Amr inilah tempatnya sarung” (HR. Ahmad. Dishohihkan oleh Albany dan al-Arnauth) عن حذيفة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : موضع الإزار إلى أنصاف الساقين و العضلة ، فإذا أبيت فمن وراء الساقين ، و لا حق للكعبين في الإزار. (رواه أحمد والنسائي) Hudzaifah berkata, Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Tempat sarung adalah sampai pertengahan dua betis dan pada tonjolan dagingnya, tetapi jika kamu tidak menghendakinya maka (boleh) di bawah dua betis, dan tidak ada hak bagi mata kaki (tertutupi) sarung. (HR. Ahmad dan Nasa’i­) عن زيد بن أسلم: كان ابن عمر يحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم رآه وعليه إزار يتقعقع يعني جديدا, فقال: من هذا؟ فقلت: أنا عبد الله. فقال: إن كنت عبد الله فارفع إزارك! قال: فرفعته. قال: زد! قال: فرفعته حتى بلغ نصف الساق. قال: ثم التفت إلى أبي بكر فقال: من جر ثوبه من الخيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة. فقال أبو بكر: إنه يسترخي [أحد شقي] إزاري أحيانا [إلا أن أتعاهد ذلك منه]. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لست منهم (رواه أحمد والبخاري) Zaid bin Aslam mengatakan, Ibnu Umar pernah bercerita: Suatu ketika Nabi -shollallahu alaihi wasallam- melihatnya sedang memakai sarung baru. Beliau bertanya: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Aku Abdullah (Ibnu Umar)”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berkata: ”Jika benar kamu Abdullah, maka angkatlah sarungmu!”. (Ibnu Umar) mengatakan: “Aku pun langsung mengangkatnya”. (Nabi) berkata lagi: “Tambah (angkat lagi)!” (Ibnu Umar) mengatakan: “Maka aku pun mengangkatnya hingga sampai pertengahan betis”. Kemudian Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menoleh ke Abu Bakar, seraya mengatakan: “Barangsiapa menyeret pakaiannya karena sombong, maka pada hari kiamat nanti Allah tidak akan melihat kepadanya ”. Mendengar hal itu, Abu Bakar bertanya: “Sungguh salah satu dari sisi sarungku terkadang terjulur, akan tetapi aku selalu menjaganya agar ia tak terjulur”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menimpali: “Kamu bukanlah termasuk dari mereka” (HR. Ahmad dan Bukhari). ” من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه ” متفق عليه Siapa yang memanjangkan pakaiannya dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya. (Mutafaqun ‘alaih) عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – نَهَى عَنْ السَّدْلِ فِي الصَّلَاةِ، وَأَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ.» رَوَاهُ أَبُو دَاوُد Dari Abi Hurairah, Sesungguhnya nabi sholallahi ‘alaih wassalam melarang as sadl (isbal) di dalam sholat dan menutupi mulutnya. (H.R Abud Dawud, Tirmidzi) 3.LARANGAN ISBAL [MELABUHKAN PAKAIAN HINGGA MENUTUP MATA KAKI] Oleh Abu Abdillah Ibnu Luqman Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta’an. [A]. DEFINISI ISBAL Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339] [B]. BATAS PAKAIAN MUSLIM Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar’I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331] Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma’bud 11/103] Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata. “Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765] Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata. Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro’ seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308] ‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69] . Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab :’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320] [C]. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL Pertama. “Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900] Kedua. “Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085] Ketiga. “Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi ersabda : “Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96] Keempat “Dari Mughiroh bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal.” [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862] Kelima “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770] Keenam Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, : “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.”[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33] Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95] Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar’i yang kekal pengharamannya.”[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19] [D]. DAMPAK NEGATIF ISBAL Isbal kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya.. [1]. Menyelisihi Sunnah Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur : 63] [2]. Mendapat Ancaman Neraka Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak. [3]. Termasuk Kesombongan Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770] Berkata Ibnul Aroby rahimahullah : “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan : “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata : “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan” [Fathul Bari 10/325] [4]. Menyerupai Wanita Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits. Dari Ibnu Abbas ia berkata ; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904] Imam At-Thobari berkata : “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521] Dari Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata : “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab : “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab ; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata : “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18] Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, Yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18] [5]. Berlebih Lebihan Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf : 31] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436] [6]. Terkena Najis Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69]

Tidak ada komentar: