Rabu, 18 Juli 2012
Memelihara Jenggot dan Mencukur Kumis
disarikan oleh : Arief Suryadi
Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang memelihara jenggot. Untuk ini Ibnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi s.a.w. yang mengatakan sebagai berikut:
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis." (Riwayat Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat lain diartikan tarkuha wa ibqaauha (tinggalkanlah dan tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk umat Islam supaya mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta berbeda dengan orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang tampak. Lebih-lebih dalam hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan tanda-tanda yang membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan berarti samasekali tidak boleh memotong jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan bisa panjang yang menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka jenggot yang demikian boleh diambil/digunting kebawah maupun kesamping, sebagaimana tersebut dalam hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga dikerjakan oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: "Mencukur, menggunting dan mencabut jenggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata jenggot itu besar (tebal), maka itu satu hal yang baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat suatu kaum yang biasa mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang berbuat demikian itu ialah orang-orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur jenggotnya."24
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan orang-orang Islam yang mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum penjajah negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristen. Sebagaimana kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeda dengan orang-orang kafir. Di samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang mengatakan:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka." (Riwayat Abu Dawud)
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri telah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir itu sendiri hukumnya wajib pula.
Tidak seorang pun ulama salaf yang meninggalkan kewajiban ini. Tetapi sementara ulama-ulama sekarang ada yang membolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena bencana yang telah meluas. Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu termasuk perbuatan Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara' yang harus ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan sekedar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai alasan supaya berbeda dengan orang kafir,
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda dengan orang kafir adalah suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan suatu percobaan.
Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis dan Ijma' sudah menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir dan dilarang menyerupai mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya menimbulkan kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu hukum dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya yang tercela, bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang haram.25
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahwa masalah mencukur jenggot ini ada tiga pendapat:
Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh, sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang berpendapat demikian.
Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap tengah-tengah yaitu pendapat yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut supaya berbeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur jenggot, tetapi barangkali saja karena mereka tidak begitu memerlukan, karena memelihara jenggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan mereka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar