A. Panduan Shalat Taraweh Dan Witir
Shalat Taraweh
Taraweh (اﻟﺘﺮاوﯾﺢ) dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari tarwiihah (ﺗﺮوﯾﺤﺔ), yang artinya beristirahat dan santaisejenak. Kalimat ini pada mulanya bermakna “duduk” secara umum. Kemudian dikenal sebagai “duduk yang dilakukan setelah melakukan shalat empat rakaat di malam bulan Ramadhan”. Karena pada saat itu, mereka yang shalat beristirahat sebentar dari shalatnya, mengingat panjangnya shalat yang mereka lakukan
1). Akhirnya istilah tersebut dilekatkan kepada nama shalat itu sendirisecara kiasan
2).Shalat Taraweh Pada Zaman Rasulullah dan Khulafa’urrasyidin
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu-anha, bahwa saat masuk bulan Ramadhan, Rasulullah shalat di masjid (Nabawi), lalu diikuti oleh beberapa orang, kemudian beliau shalat lagi
pada hari keduanya, yang mengikutinya semakin banyak. Kemudian pada malam ketiga
atau keempat para shahabat sudah berkumpul (untuk shalat bersama Rasulullah), namun
beliau tak kunjung muncul.
Di pagi harinya Rasulullah bersabda kepada mereka:
»َرَأْﯾُﺖ اﱠﻟِﺬيَﺻَﻨْﻌُﺘْﻢَﻓَﻠْﻢَﯾْﻤَﻨْﻌِﻨﻲِﻣَﻦْاﻟُﺨُﺮْوِجِإَﻟْﯿُﻜْﻢِإﱠﻻَأﱢﻧﻲَﺧِﺸْﯿُﺖَأْنُﺗْﻔَﺮَضَﻋَﻠْﯿُﻜْﻢ «
“Saya melihat apa yang kalian lakukan (tadi malam). Tidak ada yang mencegah saya keluar(untuk shalat) bersama kalian, hanya saja saya khawatir (shalat taraweh tersebut)diwajibkan kepada kalian” (Muttafaq alaih)
Kesimpulannya, pada awalnya shalat taraweh zaman Rasulullah dilaksanakan secara
berjamaah, kemudian setelah itu tidak dilakukan secara berjamaah, karena Rasulullah
khawatir jika shalat tersebut dilaksanakan secara berjamaah terus menerus, akan turun ayat yang mewajibkan hal tersebut kepada kaum muslimin, sehingga mereka tidak mampu melakukannya.
Begitulah seterusnya hal tersebut berlanjut; shalat taraweh dilakukan sendiri atau
berkelompok-kelompok hingga wafatnya Rasulullah dan seterusnya di masa khalifah Abu
Bakar as-Shiddiq. Baru kemudian pada zaman khalifah Umar bin Khottob pelaksanaannya
dikembalikan sepertisemula yaitu dengan berjamaah.
Abdurrahman bin ‘Abd al-Qory meriwayatkan:
“Saya keluar bersama Umar bin Khottob di (malam) bulan Ramadhan menuju mesjid. Di
sana orang-orang terbagi-bagi dalam melakukan shalat; ada yang sholat seorang diri, ada yang shalat mengimami beberapa orang. Menyaksikan hal tersebut Umar berkata:
“Saya berpendapat, akan lebih baik jika mereka dikumpulkan dengan satu imam,
Maka beliau segera mewujudkan keinginannya dengan memerintahkan Ubai bin Ka’ab
untuk menjadi imam bagi orang yang shalat Taraweh…
Kemudian di malam berikutnya saya keluar (menuju mesjid) dan menyaksikan orang-orang
yang shalat (taraweh) dipimpin oleh seorang imam. Maka saat itu Umar:
»ِﻧْﻌَﻢ اْﻟِﺒْﺪَﻋُﺔَھِﺬِه «
“Inilah sebaik-baik bid’ah” (Riwayat Bukhori)
Maka sejak zaman itu hingga kini, pelaksanaan shalat taraweh dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid dan telah menjadi sunnah yang diterima dan dilaksanakan kaum muslimin diseluruh dunia.
Catatan:
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud “bid’ah” dalam perkataan Umar di sini
adalah pengertian bid’ah secara bahasa, artinya “sesuatu yang baru”, karena shalat
taraweh berjamaah secara terus menerus baru dilakukan pada zaman Umar bin
Khottob, di mana sebelumnya hanya dilakukan oleh Rasulullah beberapa kali saja.
Adapun bid’ah dalam pengertian istilah yang maksudnya “Mengada-adakan ibadah
yang tidak diajarkan dalam Islam”, tidaklah termasuk apa yang dilakukan oleh
Umar bin Khottob ini. Karena sebenarnya perkara tersebut telah dilakukan oleh
Rasulullah sehingga tetap memiliki landasan syar’i, dan kekhawatiran diwajibkannya
shalat Taraweh atas umat Islam yang menyebabkan Rasulullah menghentikan shalat
Taraweh secara berjamaah sudah tidak ada lagi, karena terputusnya wahyu setelah
meninggalnya Rasulullah.
Hukum dan Keutamaannya
Shalat taraweh sangat dianjurkan (sunnah mu’akkadah). Pelaksanannya pada malam
selama bulan Ramadhan, sesudah shalat ‘Isya.
Shalat Taraweh juga digolongkan sebagai shalat malam (qiyamullail), karena itu keutamaan
shalat taraweh dapat dinilai dari keutamaan shalat malam yang banyak disebutkan dalam
ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah.
Di antaranya firman Allah Ta’ala:
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam . Dan di akhir malam mereka memohon ampun
(kepada Allah)” (QS. adz-Dzariat : 17-18)
Rasulullah bersabda:
»َأْﻓَﻀُﻞ اﻟﱠﺼَﻼِةَﺑْﻌَﺪ اْﻟَﻔِﺮْﯾَﻀِﺔَﺻَﻼُة اﻟﱠﻠْﯿِﻞ «
“Shalat yang paling utama setelah shalat fardu adalah shalat malam” (Riwayat Muslim)
Maka, jika shalat malam secara umum memiliki keutamaan yang besar, apalagi jika shalat tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan; bulan yang paling utama dari bulan-bulan yang ada.Hal tersebut semakin dikuatkan dengan kenyataan bahwa bulan Ramadhan bukan hanya dikenal sebagai syahrushshiyam (bulan puasa), tetapi juga dikenal sebagai syahrulqiyam (bulan ibadah shalat).
Maka hadits Rasulullah yang menerangkan tentang keutamaan puasa di bulan Ramadhan
sepadan dengan keutamaan shalat malam di bulan tersebut.
Rasulullah bersabda:
»َﻣْﻦَﺻﺎَمَرَﻣَﻀﺎَنِإْﯾَﻤﺎﻧﺎًَواْﺣِﺘَﺴﺎﺑﺎًُﻏِﻔَﺮَﻟُﮫَﻣﺎَﺗَﻘﱠﺪَمِﻣْﻦ َذْﻧِﺒِﮫ «
“Siapa yang puasa (di bulan) Ramadhan dengan iman dan penuh harap pahala, maka akan
diampuni dosanya yang telah lalu”
(Muttafaq alaih)
»َﻣْﻦَﻗﺎَمَرَﻣَﻀﺎَنِإْﯾَﻤﺎﻧﺎًَواْﺣِﺘَﺴﺎﺑﺎًُﻏِﻔَﺮَﻟُﮫَﻣﺎَﺗَﻘﱠﺪَمِﻣْﻦَذْﻧِﺒِﮫ «
“Siapa yang beribadah (shalat) (di bulan) Ramadhan dengan iman dan penuh harap pahala,maka akan diampuni dosanya yang telah lalu” (Muttafaq alaih)
Berapa jumlah rakaat shalat Taraweh?
Sering terjadi pertentangan tentang jumlah rakaat shalat taraweh. Tidak jarang hal tersebut berakibat pada perpecahan di tengah masyarakat muslim. Sesuatu yang sangat ironis sekali,mengingat shalat taraweh hukumnya sunnah, sedangkan ukhuwwah dan persatuan dikalangan kaum muslimin tidak diragukan lagi kewajibannya. Namun sayang, demi membela
yang sunnah (tanpa diringi pemahaman yang benar), yang wajib justru diabaikan.
Hal tersebut terjadi karena permasalahan ini sering dilihat dari sudut pandang golongan.Dikatakan bahwa yang shalat dua puluh rakaat adalah cara orang NU, sedang yang sebelas rakaat adalah cara orang Muhamadiyah, tanpa meneliti dalil yang ada serta petunjuk pemahaman yang benar dan menyeluruh serta perkataan para ulama tentang hal tersebut. Padahal para salafusshaleh melihat perkara ini sebagai perkara yang muwassa’ (luas dan luwes). Bukan pada tempatnya menjadikan hal ini sebagai ajang untuk membid’ahkan atau menyatakan sese-orang bukan golongannya.
Karena shalat taraweh juga digolong-kan sebagai shalat malam (qiyamullail), maka hukum yang terkait dengannya juga mengikuti hukum yang berlaku pada shalat malam, termasuk masalah jumlah bilangan rakaatnya.
Jumlah asal dari pelaksanaan shalat malam adalah dua rakaat-dua rakaat secara mutlak,
tanpa ada pembatasan jumlah maksimal darirakaat yang boleh dikerjakan.Sebagaimana hadits Rasulullah:
»َﺻَﻼُة اﻟﱠﻠْﯿِﻞَﻣْﺜَﻨﻰَﻣْﺜَﻨﻰ ،َﻓﺈَِذاَﺧِﺸَﻲَأَﺣُﺪُﻛْﻢ اﻟﱡﺼْﺒَﺢَﺻﱠﻠﻰَرْﻛَﻌًﺔَواِﺣَﺪًةُﺗْﻮِﺗُﺮَﻟُﮫَﻣﺎَﻗْﺪَﺻﱠﻠﻰ «
“Shalat malam, dua (rakaat) dua (rakaat), jika salah seorang di antara kamu khawatir
(datang) waktu shubuh, maka hendaklah dia shalat (witir) satu rakaat, mengganjilkan shalat yang telah dilakukan” (Muttafaq alaih)
Hadits ini Rasulullah sampaikan ketika menjawab pertanyaan seorang badui tentang
pelaksanaan shalat malam.
Maka dari jawaban Rasulullah tersebut ada dua hal yang dapat disimpulkan:
1. Shalat malam hendaklah dilakukan dua rakaat-dua rakaat. Maksudnya adalah setiap
dua rakaat melakukan salam.
2. Shalat malam tidak ada batasan maksimalnya. Karena kalaulah hal tersebut
ditentukan, mestinya Rasulullah sampaikan masalahnya, mengingat perta-nyaan orang
Badui bersifat umum tentang shalat malam, baik tata caranya maupun jumlah
rakaatnya
3.Adapun hadits Aisyah radhiallahuanha yang sering dijadikan landasan sebagai batas
maksimal dari pelaksanaan shalat malam terdapat dalam riwayat Bukhori dan Muslim di
mana Aisyah radiallahuanha berkata:
َﯾِﺰْﯾُﺪِﻓﻲَرَﻣَﻀﺎَنَوَﻻِﻓﻲَﻏْﯿِﺮِهَﻋَﻠﻰِإْﺣَﺪىَﻋْﺸَﺮَةَرْﻛَﻌًﺔ ،ُﯾَﺼﱢﻠﻲَأْرَﺑﻌﺎًَﻓَﻼَﺗْﺴﺄَْلَﻋْﻦ Jَﻣﺎَﻛﺎَنَرُﺳْﻮُلِﷲ «
ُ»ُﺣْﺴِﻨِﮭﱠﻦَوُطْﻮِﻟِﮭﱠﻦ ،ُﺛﱠﻢ ﯾُﺼﱢﻠﻲَأْرَﺑﻌﺎًَﻓَﻼَﺗْﺴﺄَْلَﻋْﻦُﺣْﺴِﻨِﮭﱠﻦَوُطْﻮِﻟِﮭﱠﻦ ،ُﺛﱠﻢُﯾَﺼﱢﻠﻲَﺛَﻼﺛﺎً
“Rasulullah tidak menambah (rakaat shalat) di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih
dari sebelas rakaat, beliau shalat empat rakaat, jangan tanya bagusnya dan panjang-nya,kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, jangan tanya tentang bagusnya dan panjangnya,kemudian beliau shalat tiga rakaat” (Muttafaq alaih)
Dalam hadits ini, dengan gamblang Aisyah radhiallahuanha menjelaskan tentang jumlah
rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah, baik di bulan Ramadhan ataupun di luar
bulan Ramadhan, yaitu:sebelas rakaat.
Namun yang patut diperhatikan adalah: Bahwa hadits Aisyah radhiallahuanha di atas, tidak berarti menunjukkan bahwa shalat malam (shalat taraweh) maksimal sebelas rakaat,sehingga jika lebih dari itu dianggap menyalahi sunnah Rasul. Karena dalam riwayat tersebut, Aisyah sekedar menyampaikan bahwa demikian-lah shalat malam yang Rasulullah lakukan, sehingga para ulama berkesim-pulan bahwa apa yang disampaikan Aisyah radhiallahuanha adalah merupakan kebiasaan Rasulullah dalam bilangan rakaat shalat malam dan tidak ada petunjuk bahwa beliau melarang pelaksa-naan shalat malam lebih dari itu.
Yang menguatkan pendapat tersebut adalah adanya riwayat lain yang shahih yang
menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan shalat malam tiga belas rakaat, atau sepuluh
rakaat. Bahkan di antara yang meriwayatkannya termasuk Aisyah radhiallahuanha sendiri
Dari Aisyah radhiallahuanha, dia berkata:
“Adalah Rasulullah shalat pada malam hari sepuluh rakaat, beliau melakukan salam pada
setiap kali dua rakaat, kemudian melakukan shalat witir satu rakaat” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad)
DariIbnu Abbas radhiallahuanhu, beliau berkata:
“Adalah shalat Rasulullah (berjumlah) tiga belas rakaat; maksudnya adalah (shalat di
waktu) malam” (Riwayat Bukhori)
Kesimpulannya, yang utama shalat Taraweh dilakukan sebelas rakaat, berdasarkan hadits
Aisyah radhiallahuanha, namun jika ada yang shalat dua puluh rakaat ditambah tiga witir,maka hal tersebut tidaklah mengapa).
Bagi ma’mum, yang perlu diketahui adalah hendaklah dia melakukan shalat taraweh
bersama imam hingga selesai (apakah imam melakukannya sebelas atau dua puluh rakaat),
berdasarkan hadits:
»ِإﱠن اﻟﱠﺮُﺟَﻞِإَذاَﻗﺎَمَﻣَﻊْاِﻹَﻣﺎِمَﺣﱠﺘﻰَﯾْﻨَﺼِﺮَفُﻛِﺘَﺐَﻟُﮫِﻗَﯿﺎُمَﻟْﯿَﻠٍﺔ «
“Seseorang, jika dia shalat bersama imam hingga selesai, maka dicatat baginya (pahala) qiyamullail” (Riwayat Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Disamping hal tersebut lebih dekat kepada kesatuan hati dan persatuan di kalangan
masyarakat muslim.
Beberapa Hukum Terkait Dengan Pelaksanaan Shalat Taraweh
1. Hendaknya shalat Taraweh dilaku-kan dengan tenang dan khusyu’. Memperhatikan
thuma’ninah, syarat dan rukunnya serta tidak tergesa-gesa.
Semakin lama shalatnya, maka semakin baik nilainya. Karena sesungguhnya nilai shalat ini terletak pada lamanya dia dilakukan. Karena itu pada zaman Rasulullah mereka beristirahat di pertengahannya untuk menghilangkan letih. Namun penting juga dalam hal ini memperhatikan kondisi orang yang tua renta atau mereka yang lemah.
2. Betapapun besarnya kedudukan shalat Taraweh, tetap saja shalat Fardhu lebih utama
kedudukannya. Karena itu, sebesar apapun perhatian seseorang untuk shalat Taraweh,
tidak boleh mengalahkan perhatian dia dalam melaksanakan shalat Fardhu.
3. Tidak ada surat-surat khusus yang dibaca setelah membaca surat al-Fatihah. Bahkan
para ulama menganjurkan agar imam membaca seluruh al-Quran sejak awal hingga akhir
Ramadhan, agar ma’mum mendengarkan semua isi al-Quran. Namun tidak mengapa jika
dia membaca semampunya.
4. Terkait point di atas, dibolehkan bagi imam jika dia tidak hafal al-Quran, untuk
memegang mushaf saat shalat. Namun bagi ma’mum selayaknya hal tersebut tidak
dilakukan
5. Tidak ada dalil yang menunjukkan zikir atau sholawat khusus yang dilakukan disela-sela shalat Taraweh atau sesudah-nya yang dibaca bersama-sama.
Cukuplah masing-masing jamaah ber-zikir seorang diri, atau membaca al-Quran atau
membaca shalawat, atau berdoa tanpa batasan-batasan tertentu. Atau, jika tidak membaca sesuatupun, tidak mengapa.
6. Jika seseorang datang ke mesjid, sedangkan pelaksanaan shalat Taraweh telah dimulai dan dia belum melaksanakan shalat ‘Isya. Maka dia harus melakukan shalat ‘Isya terlebih dahulu sebelum shalat Taraweh.
Adapun pelaksanaannya, dia dapat bergabung dengan jama’ah shalat Taraweh dengan niat
shalat Isya, kemudian jika imam melakukan salam, dia melanjutkan sisa raka’atnya
7. Jika seseorang terhalang melakukan shalat Taraweh secara berjamaah, maka hal
tersebut tidak menghalanginya untuk shalat taraweh seorang diri di tempatnya.
Shalat Witir
Witir (اﻟﻮﺗﺮ) berarti ganjil. Maka shalat ini dinamakanWitir karena jumlah rakaatnya bersifat ganjil.
Shalat Witir bukan shalat yang khusus dilaksanakan pada bulan Ramadhan saja, tetapi dia adalah shalat sunnah yang sangat dianjurkan (Sunnah Mu’akkadah) untuk dilakukan
seorang muslim setiap malam.
» اْﻟِﻮْﺗُﺮَﺣﱞﻖَﻋَﻠﻰُﻛﱢﻞُﻣْﺴِﻠٍﻢ ،َﻓَﻤْﻦَأَﺣﱠﺐَأْنُﯾْﻮِﺗَﺮِﺑَﺜَﻼٍثَﻓْﻠَﯿْﻔَﻌْﻞ ،َوَﻣْﻦَأَﺣﱠﺐَأْنُﯾْﻮِﺗَﺮِﺑَﻮاِﺣَﺪٍةَﻓْﻠَﯿْﻔَﻌْﻞ «
“Witir merupakan tuntutan terhadap setiap muslim, siapa yang ingin melakukan witir
sebanyak tiga rakaat, maka lakukanlah, dan siapa yang ingin melaksanakan witir satu
rakaat, maka lakukanlah”
(Riwayat Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Waktu Pelaksanaannya
Waktunya dilakukan setelah shalat ‘Isya hingga masuk waktu Subuh.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menambahkan untuk kalian sebuah shalat, yaituWitir, hendaklah kalian melakukannya di antara sehabis shalat Isya hingga shalat Fajar” (Riwayat Ahmad)
Shalat Witir hendaknya dijadikan sebagai penutup shalat kita di malam hari, berdasarkan sabda Rasulullah:
»ِإْﺟَﻌُﻠﻮا آِﺧَﺮَﺻَﻼِﺗُﻜْﻢِﺑﺎﻟﱠﻠْﯿِﻞِوْﺗﺮًا «
“Akhirilah shalat kalian di waktu malam denganWitir” (Muttafaq alaih)
Namun jika seseorang tidak yakin dapat bangun malam sebelum Subuh, maka sebaiknya
dia melakukan Witir sebelum tidur, adapun jika dia yakin dapat bangun malam sebelum
Subuh, maka sebaiknya dia shalat Witir di akhir malam dan menutup shalat malamnya
denganWitir.
Namun jika dia sudah melakukan Witir sebelum tidur, kemudian dia dapat bangun lagi
sebelum Subuh, dia tetap boleh melakukan shalat malam, sedangkan Witirnya cukup
dengan yang sudah dilakukan sebelum tidur, tidak boleh baginya melakukan shalat Witir
lagi, karena Rasululah bersabda:
»َﻻِوْﺗَﺮاِنِﻓﻲَﻟْﯿَﻠٍﺔ «
“Tidak ada dua Witir dalam satu malam”
(Riwayat Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Jumlah Rakaatnya
Jumlah rakaatnya minimal satu rakaat, selebihnya dapat dilakukan tiga rakaat hingga tiga belas rakaat, yang penting bilangannya ganjil.
Jika melakukan shalat witir tiga rakaat, maka caranya ada dua;
-Pertama:Melakukannya tiga rakaat langsung lalu duduk tahiyat pada rakaat terakhir.
-Kedua: Melakukannya dua rakaat terlebih dahulu, lalu tahiyat pada rakaat kedua
kemudian salam, kemudian melakukan shalat satu rakaat lagi, kemudian tahiyat lalu salam.
Adapun melakukan shalat witir tiga raka’at seperti shalat maghrib (dengan tahiyat awal dan akhir) tidak ada contohnya dari Nabi, bahkan ada larangan untuk menyamakan shalat Witir dengan shalat Maghrib).
Sunnah-Sunnahnya
- Disunnahkan setelah membaca surat al-Fatihah- pada rakaat pertama membaca surat alA’la, sedangkan pada rakaat kedua, membaca surat al-Kafirun dan pada rakaat ketiga
membaca surat al-Ikhlas.
- Setelah shalat witir disunnahkan membaca bacaan berikut sebanyak tiga kali:
ُﺳْﺒَﺤﺎَن اْﻟَﻤِﻠِﻚ اْﻟُﻘﱡﺪْوِس ،ُﺳْﺒَﺤﺎَن اْﻟَﻤِﻠِﻚ اْﻟُﻘﱡﺪْوِس ،ُﺳْﺒَﺤﺎَن اْﻟَﻤِﻠِﻚ اْﻟُﻘﱡﺪْوِس ،َرﱡب اْﻟَﻤَﻼِﺋَﻜِﺔَواﻟﱡﺮْوِح
“Maha Suci(Allah) Raja Yang Maha Suci, Tuhan malaikat dan ruh (Jibril)”
- Disunnahkan melakukan qunut pada rakaat terakhir dalam shalat Witir, baik sebelum
ruku’ ataupun sesudah ruku’, namun yang lebih utama dilakukan sesudah ruku’
Catatan:
1. Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, oleh Syeikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan, hal 167.
2. Lihat al-Mu’jamul al-Wasith, 1/380, al-Mulakhash al-Fiqhi, 1/167
3. Duruus Ramadhaniah, Waqafaat Li as-Sho’imin, Salman bin Fahd al-Audah
4. Lihat Syarh Shahih Muslim, oleh Imam An-Nawawi, 6/ 262. Lihat juga Fatawa
Lajnah Da’imah (Kumpulan Fatwa yang dikeluarkan oleh komisi fatwa Kerajaan
Saudi Arabia), 7/195
5. Lihat al-Mughni, oleh Ibnu Qudamah, 2/604, Fatawa Lajnah Da’imah, 7/198
6. Majmu’ Fatawa, Syaikh Ibn Baz, 11/339-340
7. Lihat Majmu’ Fatawa, Syeikh Ibn Baz, 12/181
8. Lihat Shalat al-Mu’min, DR. Sa’id Ali binWahf al-Qohthoni, hal. 326
B.Doa Mohon Petunjuk Hidup
Sungguh beruntung kita sebagai umat Islam memiliki dua pedoman hidup, yakni Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW. Dengan berpegangan pada keduanya, dijamin hidup kita tidak akan melenceng dari rel kebenaran. Sebuah jalan untuk meraih kebahagiaan hakiki. Sayangnya, tidak sedikit dari kita yang kadangkala tergoda oleh bujuk rayu setan, sehingga kita pun melenceng dari kebenaran. Hawa nafsu yang selalu mengajak pada keburukan kita juga tidak henti-hentinya mempengaruhi kita sehingga kita pun kian jauh dari petunjuk Al Qur’an dan sunah. Maka dari itu, melalui doa berikut ini kita memohon kepada Allah agar dikaruniai rahmat yang bisa menjadi lentera hati, meningkatkan kualitas keagamaan, serta menjaga dari segala keburukan.
Bacaan Doa Mohon Petunjuk Hidup
“Allaahumma innii as’aluka rahmatan min ‘indika tuhdii bihaa qalbii wa tajma’u bihaa syamlii wa tarudda bihal fitana ‘anni wa tuslihu bihaa diini wa tahfazu bihaa gaibii wa tarfa’u bihaa syaahidii wa tuzakkii bihaa ‘amalii wa tubayyidu bihaa wajhi wa tulhimunii bihaa rusydii wa ta’simunii bihaa min kulli suu ‘in”
Arti Doa Mohon Petunjuk Hidup
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu curahan rahmat dari sisi-Mu, yang dengannya hatiku mendapat petunjuk, terkumpul segala yang tercerai berai dan terhimpun segala yang terpisah, tertolak dari segala fitnah atas diriku dan bertambah baik urusan agamaku, terpelihara segala sesuatu yang jauh dariku dan terangkat apa yang dekat denganku, disucikan segala perbuatanku dan dicerahkan wajahku, diberi ilham menuju petunjuk, dan terpelihara diriku dari segala sesuatu yang jelek. (H.R. Thabrani)”
C.Do'a Sehari-hari Berdasarkan Sunnah Rasululloh saw
1. Do'a Bangun Tidur
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَاناَ بَعْـدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
“Segala puji bagi Allah Yang membangunkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Do'a Menjelang Tidur
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا
“Dengan nama-Mu, ya Allah, aku mati dan hidup“. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Do'a Masuk WC
بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Dengan nama Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan laki-laki dan perempuan”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim. Sedang tambahan bismillah pada permulaan hadits, Lihat Fathul Baari: 1/244)
4. Do’a Keluar Dari W.C
غُفْرَانَكَ
“Aku minta ampun kepada-Mu”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)
5. Do'a Memohon Perlindungan Dari Fitnah Dajjal
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Do'a Agar Dapat Melunasi Hutang
اللهُم إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dari cengkraman hutang dan laki-laki yang menindas-(ku)“ (HR. Bukhari)
7. Do'a Ketika Mengenakan Pakaian
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ هَذَا (الثَّوْبَ) وَرَزَقَنِيْهِ مِن ْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah Yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-pada-Nya tanpa daya dan kekuatan dari-ku.” (HR. seluruh penyusun kitab sunan, kecuali Nasa’i)
8. Do'a Ketika Mengenakan Pakaian Baru
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
“Ya Allah, hanya milik-Mu segala puji, Engkaulah yang memberi pakaian ini kepadaku. Aku mohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang ia diciptakan karenanya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan yang ia diciptakan karena-nya” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)
9. Do'a Keluar Rumah
بِسْمِ اللهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
“Dengan nama Allah (aku keluar). Aku bertawakkal kepada-Nya, dan tiada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
10. Do'a Masuk Rumah
بِسْمِ اللهِ وَلَجْنَا، وَبِسْمِ اللهِ خَرَجْنَا، وَعَلَى رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ عَلَى أَهْلِهِ
“Dengan nama Allah, kami masuk (ke rumah), dengan nama Allah, kami keluar (darinya) dan kepada Tuhan kami, kami bertawakkal”. (HR. Abu Dawud dan Muslim)
11. Do'a Untuk Saudara Yang Dianugerahkan Kelahiran Anak Yang Baru Lahir
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga Allah memberkahi-mu atas pemberiannya kepadamu, engkau layak bersyukur, (semoga) anakmu cepat dewasa dan engkau diberi rezki berupa baktinya kepadamu“
Bagi yang diberi ucapan selamat, ia membalasnya dengan mengucapkan:
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ، وَأَجْزَلَ ثَوَابَكَ
“Semoga Allah memberkahimu dan membalasmu dengan kebaikan dan engkau diberi rezki seperti itu danbalasanmu dilipatgandakan“. (Lihat Al-Adzkar An-Nawawi, hal. 349, dan Shahih Al-Adzkar Oleh Salim Al Hilaly 2/713)
12. Do'a Mohon Perlindungan Untuk Anak
أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
“Aku berlindung kepada Allah untukmu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setan, binatang yang berbisa dan 'ain yang menimpanya" (HR. Bukhari)
13. Do'a Kepada Orang Sakit
لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membuat dosamu bersih, Insya Allah“. (HR. Bukhari)
14. Do'a Ta'ziah
أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ
“Semoga Allah memperbesar pahalamu, dan kamu bisa berkabung dengan baik serta mayatnya diampuni oleh Allah“ (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Do'a Untuk Mayat Anak Kecil
اللَّهُمَّ أَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, lindungilah dia dari azab kubur“ (HR. Malik, Ibnu Abi Syaibah, dan Al-Baihaqi)
16. Do'a Berziarah Kubur
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ، مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِناَّ إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ ( وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
“Semoga kesejahteraan untukmu, wahai penghuni kubur dari orang-orang mu’min dan muslim, dan sesungguhnya kami Insya Allah akan menyusul kalian (Semoga Allah merahmati orang yang mendahului diantara kita dan mereka yang menyusul kemudian). Aku memohon kepada Allah untuk kami dan kalian keselamatan“ (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
17. Do'a Apabila Hujan Turun
اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
“Ya Allah! Turunkanlah hujan yang bermanfaat” (HR. Bukhari)
18. Do'a Ketika Berbuka Puasa
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah” (HR. Abu Dawud)
19. Do'a Sebelum Makan
بِسْمِ اللهِ
Apabila lupa pada permulaannya, bacalah:
بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ
“Dengan menyebut nama Allah, pada awalnya dan akhirnya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
20. Do'a Sesudah Makan
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah Yang memberi makan ini kepadaku dan Yang memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku” (HR. Penyusun kitab Sunan, kecuali An-Nasai)
21. Do'a Ketika Bersin
Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu bersin, hendaklah mengucapkan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ
“Segala puji bagi Allah”,
Lantas saudara atau temannya mengucapkan:
يَرْحَمُكَ اللهُ
“Semoga Allah memberi rahmat kepada-Mu”
Bila teman atau saudaranya mengucapkan demikian, bacalah:
يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
“Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan memperbaiki keadaanmu” (HR. Bukhari)
22. Do'a Kepada Pengantin Baru
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ
“Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua (pengantin laki-laki dan perempuan) dalam kebaikan” (HR. Penyusun-penyusun kitab Sunan, kecuali An-Nasai)
23. Do'a Sebelum Bersetubuh Dengan Istri Atau Suami
بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan Nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami” (HR. Bukhari)
24. Do'a Agar Terhindar Dari Syirik
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu, agar tidak menyekutukan-Mu, sedang aku mengetahuinya dan minta ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui” (HR. Ahmad)
25. Do'a Sesudah Mendengarkan Adzan
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ
“Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi r) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan” (HR. Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar