Kamis, 01 Juli 2010

ANALISIS PEMBOROSAN PERUSAHAAN MEBEL Studi Kasus PT “X” Indonesia)

"Sebuah study kasus yang bisa membawa pembaca memahami sulitnya mengetrapkan suatu teori dengan prakteknya dilapangan, sangat mungkin tidak bisa dimengerti oleh pelaksana pabrik untuk menipiskan jurang teori dan kenyataan namun study kasus ini minimal membuka suatu "sudut pendekatan dari mata peneliti melihat suatu kasus pemborosan"
Sangat baik untuk dijadikan pengetahuan dan tambahan informasi "  - Arief Suryadi_




* ninikhidayat@yahoo.com



Abstrak

Lean Manufacturing merupakan pendekatan untuk mengefisienkan system dengan mereduksi
pemborosan. Pendekatan ini dilakukan dengan memahami gambaran umum perusahaan melalui aliran
informasi dan material di lantai produksi dengan membuat value stream mapping. Aktivitas ini
dikelompokkan dalam value added, non value added, dan necessary non value added. Penelitian ini
menghasilkan value stream mapping (VSM) perusahaan yang meliputi aliran material dan informasi.
Dari VSM diketahui peta aktivitas-aktivitas pemborosan di lantai pabrik. Penelitian ini berhasil merinci
besar value-adding activity rata-rata sebesar 50.30%, non value-adding activity sebesar 21.83% dan
necessary non value-adding activity sebesar 26.36%. Dari PMEA diketahui nilai RPN terbesar pada
aktivitas yang berhubungan dengan jig. Untuk mereduksi pemborosan perlu dilakukan management jig
yang lebih baik.
Kata kunci: fishbone diagram, FMEA, lean manufacturing, value stream mapping.



Abstract

Lean Manufacturing is an approach to make system more efficient by reducing waste. This
approach is done by understanding the general outlook of company using value stream mapping of
information and material flow in production line. These activities are classified by value added activities,
non-value added activities, and necessary value added activities. This research delivers value stream
mapping (VSM) of company including material and information flow. VSM shows the map of wasting
activities in production line. The result of this research is details of activities, that value-adding activity
in average 50.30%, non value-adding activity in average 21.83%, and necessary non value-adding
activity in average 26.36 %. FMEA shows that the biggest value of RPN is activity that related to jig.
Better jig management need to do to reduce waste.
Keywords : fishbone diagram, FMEA, lean manufacturing, value stream mapping

PENDAHULUAN

PT.”X” Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi furniture seperti kursi, meja, lemari, tempat tidur, cermin, dll berdasarkan pesanan dari distributor utama dan akan dipasarkan di Amerika.
 PT. “X” sering mengalami keterlambatan pengiriman produk ke distributor utama karena hasil produksi
tidak mampu mencapai target kuantitas yang telah ditetapkan. PT. “X” menetapkan target produksi yang harus dikirimkan kepelanggan setiap hari sebesar 2.05  container, namun rata – rata pencapaian
target hanya 1,9 container.
Untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di PT. ”X” digunakan pendekatan lean manufacturing.
Dengan memahami gambaran umum perusahaan melalui aliran informasi dan material di lantai produksi dapat
didefinisikan aktivitas yang terdapat di PT.“X”, meliputi aktivitas menambah nilai (value added), tidak menambah nilai (non value added) , dan tidak menambah nilai namun dibutuhkan untuk menghasilkan produk (necessary non value added).
Terdapat lima prinsip kunci dalam pendekatan lean, prinsip tersebut dapat meluas hingga ke berbagai
perusahaan/organisasi, berbagai sektor dan  berbagai Negara

Tujuan penelitian ini adalah memetakan aktivitas yang terjadi di lantai  produksi PT “X”.
Setelah diketahui aktivitas yang ada, peneliti akan memilahkan antara kegiatan yang memberi nilai dan yang tidak memberi nilai.
Kegiatan yang tidak memberi nilai dikelompokkan ke dalam pemborosan.
Selanjutnya peneliti akan menganalisis jenis pemborosan, penyebab dan rekomendasi perbaikannya.

METODE PENELITIAN
1. Pendahuluan
2. Memahami Gambaran Umum (Big Picture Mapping)
Sebelum memetakan informasi yang lebih detail, maka perlu untuk memahami gambaran proses secara
umum. Manfaat big picture mapping antara lain [Hine,2000, hal 21]:
 Menggambarkan aliran fisik maupun aliran informasi, serta menunjukkan hubungan di antara keduanya.
 Mengetahui letak pemborosan
 Memahami prinsip berfikir lean
 Membantu dalam penentuan tim pengimplementasi lean.
3. Mengidentifikasi aktivitas yang memberikan nilai tambah dan yang tidak memberikan nilai tambah
merupakan hal yang sangat penting untuk menju lean manufacturing.
Aktivitas-aktivitas dibedakan menjadi tiga : Value adding activity, Non value adding activity , dan Necessary but non value adding 
4. Mengelompokkan aktivitas yang tidak menambah nilai ke dalam jenis-jenis pemborosan.
Menurut Sistem Produksi Toyota,terdapat tujuh pemborosan antara lain :
a. Overproduction (Produksi Berlebihan)
Memproduksi terlalu banyak atau terlalu cepat. Berpotensi menurunkan kualitas dan produktivitas serta menutupi berbagai permasalahan yang ada pada sistem produksi.
Overproduction mempersulit karyawan mendeteksi kecacatan secara dini, pemakaian kapasitas
perusahaan menjadi tidak tepat karena dapat menunda pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan
lebih dini.
b. Waiting (Menunggu)
 Suatu komponen produk menunggu untuk diproses selanjutnya. Hal ini bias  dikarenakan operator stasiun
    kerja selanjutnya sibuk atau mesin sedang rusak.
 Operator menunggu komponen yang akan diproses
Waiting mengakibatkan lead time produksi yang panjang.
c. Transportation (Transportasi)
Pergerakan pekerja, informasi atau produk yang berlebihan berakibat waktu, tenaga, dan biaya yang terbuang.
d. Inappropriate Processing (Proses yang tidak Perlu)
Proses kerja yang menggunakan alat serta prosedur atau sistem yang salah dapat menyebabkan proses
yang tidak perlu.
e. Unnecessary Inventory (Persediaan yang tidak perlu)
Penyimpanan yang berlebihan dan keterlambatan informasi atau produk, berakibat biaya yang
berlebihan dan pelayanan konsumen yang buruk. Inventori yang berlebihan menutupi masalah yang ada, seperti kurang handalnya mesin, tingkat kecacatan yang tinggi, dan tingkat keterlambatan supplier yang tinggi dalam mengirim material.
f. Unnecessary Motion (Gerakan yang tidak perlu)
Perancangan peralatan dan tempat kerja yang tidak ergonomis
mengakibatkan operator melakukan gerakan-gerakan berlebihan.
g. Defect (Kecacatan)
Kecacatan dapat berupa kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk,
atau performansi pengiriman yang buruk.

5. Analisis Kegagalan dengan Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)

Tahapan FMEA :
a. Identifikasi sistem dan elemen sistem.
b. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya
Failure adalah keadaan dimana suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of
Failure merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan.
c. Menentukan tingkat keparahan efek dari suatu kegagalan (severity)
Tim FMEA dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria menurut Stam,1998.
d. Menentukan Occurrence
Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah kegagalan yang terjadikarena suatu penyebab. Tingkat
occurrence dimulai dari angka 1 (tingkat kejadian rendah) hingga 10 (tingkat kejadian sering). Rating
occurrence dapat ditentukan berdasarkan kriteria menurut Ford, 1992.
e. Menentukan Tingkat Deteksi (Detection)
Tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan.
Tingkat deteksi mulai dari angka 1 hingga 10. Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin tinggi
kemampuan metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu,
maka diberikan nilai deteksi terendah. Apabila nilai deteksi tidak dapat ditentuka, maka nilai deteksi
yang digunakan adalah 10. .
f. Menghitung Risk Priority Number(RPN)
RPN menyatakan tingkat resiko dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1 – 1000, semakin
tinggi angka RPN maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN =Severity x Occurrence x Detection
g. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan.
6. Analisis
7. Kesimpulan dan Saran

HASIL PENELITIAN

Peta Aktivitas Bernilai (Value Stream Mapping )

PT. “X” dalam menjalankan bisnisnya menerapkan sistem make to order. Konsumen memesan barang kepada PT “X” berdasarkan sampel yang ditunjukkan dalam pameran (produk baru), referensi produk dari PT “X” atau desain yang dibuat sendiri oleh konsumen. Pesanan konsumen akan diterima oleh customer service, kemudian dikonfirmasi kepada Product Engineering Department apakah referensi mengenai produk meliputi gambar, material yang digunakan, proses produksi, sampel dll untuk produk yang sudah pernah dibuat tersedia atau apakah departemen tersebut siap menerima pesanan tersebut.
Selain kepada Product Engineering Department, customer service juga melakukan konfirmasi kepada
Material Planning Department mengenai ketersediaan material untuk pesanan tersebut. Apabila kedua departemen tersebut menyatakan siap untuk menerima pesanan, maka customer service akan menyampaikan kepada konsumen bahwa pesanan diterima. Gambaran umum perusahaan (Big Picture Mapping : Current
State Value Stream Mapping) 
Dari Current State Value Stream
Mapping di atas, dapat dilihat bahwa prosentase defect terbesar (21.45%), produktivitas terendah (35.48%) dan efisiensi terendah (33.40 %) terjadi pada Chair Machinery Department. Work in Process (WIP) yang besar (17000 unit/week) dan waktu set up terlama juga terjadi di Chair Machinery Department.

Dari data produksi diketahui bahwa terdapat gap sebesar -382. Berarti bahwa target produksi chair machinery sebesar 382 cubicmeter atau sebanyak 7 container tidak terpenuhi.

Produktivitas yang rendah diakibatkan oleh inefisiensi yang terjadi di lantai produksi. Inefisiensi menunjukkan
adanya aktivitas non-value added atau pemborosan (waste). Pemborosan menyebabkan waktu proses produksi semakin lama dan aliran material tidak lancar sehingga menimbulkan banyaknya WIP, serta berujung pada tidak tercapainya target produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi proses produksi secara berkelanjutan. Peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja secara optimal dapat memperbaiki perfomansi Chair Machinery.
Berdasarkan banyaknya permasalahan di chair machinery, maka penelitian difokuskan pada departemen tersebut.
Identifikasi Aktivitas Value-added danNon-Value-Added

Pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi dalam Chair Machinery Department adalah Lean Manufacturing. Dalam Lean Manufacturing, akan didefinisikan aktivitas-aktivitas kunci (Value added, non value added, dan necessary but not value added) yang berpengaruh terhadap sistem produksi. Kemudian, dilakukan identifikasi waste yang terjadi serta menganalisa penyebab waste tersebut. Langkah terakhir adalah mencari solusi untuk penyebab masalah tersebut.

Pada Chair Machinery Department terdapat empat cell dan satu support cell.
Setiap cell memproduksi item-item kursi tertentu (cell berfungsi sebagai lini produksi), sedangkan support cell
digunakan untuk membuat bentuk-bentuk
tertentu yang tidak dapat dibuat oleh mesin-mesin di dalam cell. Cell 1 hingga cell 3 digunakan untuk produksi dan cell 4 digunakan untuk membuat sampel serta jig.
Setiap cell memiliki jenis dan jumlah mesin yang sama dan penataan mesin berbentuk U-Shape.
Urutan mesinmesin di setiap cell, yaitu Band Saw, Table Saw, Mortize, Horizontal Bor, Vertical Bor,
Jig Saw I, Jig Saw II, Router I, Router II, Double Spindle dan Single Spindle.
Mesinmesin yang terdapat di Support Cell, antara lain : Double Zeper, Multi Bor, Double Sawing (Balestrini I), Angle Double Sawing (Balestrini II), Double Tenon, Copy Lathe, Bubut Ulir, Bubut, Mattison. Setiap cell dan shift memiliki seorang supervisor yang bertanggung jawab atas kontrol aktivitas produksi di setiap cell.
Dalam prakteknya, sering terjadi komponen kursi yang seharusnya di proses di suatu cell, di proses di cell lain karena adanya mesin yang menganggur di cell tersebut. Namun, hal tersebut malah membuat penyelesaian item di cell lain terlambat.


 Rata-rata persentase necessary but non value adding activity dan non value adding activity diatas 20%, angka ini cukup tinggi dan menunjukkan banyaknya pemborosan dalam aktivitas produksi termasuk aktivitas set up. Persentase necessary but non value adding activity yang tinggi disebabkan banyaknya perulangan suatu aktivitas didalam aktivitas set up.

Identifikasi Pemborosan

Hasil identifikasi Pemborosan  . Banyaknya defect rata-rata selama maret-juni 2008
sebanyak 15 kali kejadian, sedangkan banyaknya WIP sebesar 2992 kali kejadian.

Faktor Penyebab Pemborosan (waste)
Dari tabel 5 diketahui bahwa pemborosan terbesar terjadi pada innappropriate Processing. Untuk
mengetahui faktor penyebab terjadinya pemborosan (waste) yang menyebabkan banyak terjadi proses yang tidak perlu,maka dilakukan identifikasi akar penyebab permasalahan dengan menggunakan fishbone diagram. 



Analisis Efek dan Potensi Masalah

 Bahwa masalah yang sering muncul disebabkan oleh jig. Permasalahan pada jig mengakibatkan timbulnya banyak pemborosan. Untuk mengetahui penyebab pemborosan yang potensial pada sduatu proses dan akibat yang ditimbulkannya pada sistem dapat digunakan metode FMEA. Dengan mengidentifikasi efek, penyebab pemborosan dan metode pengendalian yang digunakan dapat dihitung bobot nilai untuk melihat potensi pemborosan. Penyebab dengan bobot terbesar merupakan penyebab pemborosan yang memberikan peluang pemborosan potensial sehingga memiliki pengaruh paling besar pada sistem dan berpotensi untuk direduksi.
Hasil Failure Mode and Effect Analysis

Analisis penyebab dan pengaruh kegagalan      

Dari hasil FMEA diketahui bahwa

Nilai RPN terbesar terjadi karena tidak ada informasi penggunaan jig, supervisor tidak

memberikan jig dengan berbagai alasan, jig belum dibuat, tidak ada penataan jig dan tidak ada perawatan jig. Hal ini menggambarkan bahwa penyebab pemborosan yang berpengaruh besar pada sistem dan berpotensi untuk direduksi adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan jig.
Jig yang tidak siap digunakan disebabkan oleh tidak adanya informasi ketersediaan jig sehingga operator mencari – cari jig, jig rusak karena tidak adanya penataan dan perawatan jig, dan jig belum dibuat sehingga menyebabkan adanya aktivitas perbaikan jig, Trial, inspeksi, mencari dan menunggu peralatan atau mesin yang sedang digunakan operator lain untuk memperbaiki atau membuat jig.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan value stream mapping dapat diketahui gambaran umum perusahaan yang meliputi aliran informasi
dan material dalam perusahaan. Melalui  pemahaman pada aliran informasi dan material dapat diketahui masalah dan pemborosan yang terjadi dalam perusahaan. 
Dari hasil fishbone diagram yang kemudian dilanjutkan dengan analisis kegagalan proses menggunakan FMEA diketahui bahwa permasalahan utama terjadi pada aktivitas yang berhubungan dengan jig.
Aktivitas jig yang menjadi permasalahan  pada departemen chair machinery meliputi kegiatan mencari jig karena  ketidaktersediaan jig pada saat akan digunakan dan perbaikan jig karena jig rusak. Permasalahan jig terjadi karena tidak adanya pengaturan dan pengendalian yang dilakukan tehadap jig. Selanjutnya perlu
dipikirkan manajemen jig sehingga pengelolaan jig menjadi lebih baik dan tidak berpotensi menimbulkan pemborosan.
Dari hasil penelitian diketahui
bahwa untuk mereduksi pemborosan perlu pengelolaan jig yang baik. Beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan adalah diantaranya jig disimpan dengan melepas klem sehingga mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan, klem bisa dipakai  untuk jig yang lain sehingga menghemat biaya pengadaan jig dan tampak lebih rapi.  Jig ditata pada lokasi yang tetap dan untuk jig yang sering dipakai diletakkan dekat pintu. Dibuat Standar Operation Procedure sehingga aliran keluar dan masuk dapat diketahui dengan lebih pasti. Untuk memudahkan dalam mengelola jig, sebaiknya dibuat sistem informasi jig
yang memuat informasi mengenai tata letak jig, procedure peminjaman dan pengembalian jig, dll yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hines, P., Taylor, D. (2000), GoingLean: A Guide to Implementation,
Lean Enterprise Research Centre,Cardiff University, Cardiff, 2000
2. Hines, Peter and Rich, Nick, (1997),
The Seven Value Stream Mapping Tools, International Journal of Operation & Production Management,Vol.1, Iss.1.
3. Liker, K. Jeffrey, (2006), The Toyota Way, Erlangga, Jakarta.
4. I Nyoman Pujawan, (2005), Supply Chain Management, Guna Widya,Surabaya.
5. Gaspersz, Vincent, (2007), Lean Six Sigma for Manufacturing and Service  Industries, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.
6. www.ipoms.or.id/mambo diakses tanggal 09/09/2008
7. www.bestsimplesystem.com diakses tanggal 03/08/2008

1 komentar:

Anonim mengatakan...

boleh tidak sya minta lampirannya di share ke e-mail sy.sya butuh sekali materi mengenai perhitungan2nya.mhon segera jawabannya.trma ksh sbelumnya

akbar_vedca@yahoo.com