TEORI VALIDITAS
Konsep Validitas
Menurut
Azwar (1986) para ahli psikometri telah menetapkan kriteria bagi suatu
alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik
dan mampu memberikan informasi yang tidak menyesatkan. Kriteria itu antara lain adalah valid, reliabel, norma dan praktis.
Sifat
reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan
validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak reliabel atau
tidak valid akan memberikan informasi yang keliru mengenai keadaan
subjek atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru
itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan, maka keputusan itu tentu
bukan merupakan suatu keputusan yang tepat.
Seringkali
pula keputusan itu tidak menyangkut individu secara langsung akan
tetapi mengenai suatu kelompok. Dalam berbagai studi dan penelitian
tidak jarang dipergunakan alat ukur untuk mengetahui keadaan atau status
psikologis sekelompok individu tertentu.
Berikut
ini akan dibahas antara lain adalah pengertian validitas, koefisien
validitas, tipe-tipe umum pengukuran validitas, dan konsep pengukuran
validitas.
a. Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Suatu
skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan
data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan
pada validitas suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur
tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu
tes yang dimaksudkan untuk mengukur variabel A dan kemudian memberikan
hasil pengukuran mengenai variabel A, dikatakan sebagai alat ukur yang
memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang dimaksudkan mengukur variabel A
akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel A' atau bahkan B,
dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah untuk
mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A'
atau B (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas
adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak
hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus
memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat
berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai
perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang
lain. Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik,
bila kita hendak mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus
menggunakan alat penimbang berat emas agar hasil penimbangannnya valid,
yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat penimbang badan memang mengukur
berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna menimbang berat cincin
emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat emas itu tidak
akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Demikian
pula kita ingin mengetahui waktu tempuh yang diperlukan dalam
perjalanan dari satu kota ke kota lainnya, maka sebuah jam tangan biasa
adalah cukup cermat dan karenanya akan menghasikan pengukuran waktu yang
valid. Akan tetapi, jam tangan yang sama tentu tidak dapat memberikan
hasil ukur yang valid mengenai waktu yang diperlukan seorang atlit
pelari cepat dalam menempuh jarak 100 meter dikarenakan dalam hal itu
diperlukan alat ukur yang dapat memberikan perbedaan satuan waktu
terkecil sampai kepada pecahan detik yaitu stopwatch.
Menggunakan
alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan
tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan
menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki
tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat
dipercaya sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati
keadaan sebenarnya (Azwar 1986).
Pengertian
validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran. Oleh
karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan
pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid
untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti
dinyatakan dalam "alat ukur ini valid" adalah kurang lengkap.
Pernyataan valid tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk
kepada tujuan (yaitu valid untuk mengukur apa), serta valid bagi
kelompok subjek yang mana?
Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi concurrent validity,
construct validity, face validity, factorial validity, empirical
validity, intrinsic validity, predictive validity, content validity, dan curricular validity.
§ Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.
§ Construct Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang
diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu
konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam
pengukuran.
§ Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
§ Factorial Validity dari
sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor
yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku
lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik
analisis faktor.
§ Empirical Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu
kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan
apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
§ Intrinsic Validity adalah
validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk
memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu
alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
§ Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.
§ Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.
§ Curricular Validity
adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat
ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan
instruksional.
Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
b. Koefisien Validitas
Bila
skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai
lambang y maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien
validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang
positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes
semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien
validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka
1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit
untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan
dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien.
Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika secara
empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan
oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.
c. Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas
Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
1). Validitas Isi
Validitas
isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap
isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu
alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh
alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.
Pengertian
"mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat
ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat
hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.
Walaupun isi atau kandungannya komprehensif
tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak
relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka
validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri
validitas yang sesungguhnya.
Apakah
validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur,
sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan
estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan
hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang
akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat
ukur telah tercapai.
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Face Validity (Validitas Muka). Validitas
muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena
hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila
isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka
dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Dengan
alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya
mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada
umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas
muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat
menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur
pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan
validitasnya yang kuat.
Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.
Untuk
memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang
sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan
perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang
hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu
kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit.
Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item
yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur
yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.
2). Validitas Konstruk
Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Walaupun
pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis
statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian
validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah
dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal.
Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal.
3). Validitas Berdasar Kriteria
Pendekatan
validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal
yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria
adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur.
Untuk
melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi
korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini
merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.
Dilihat
dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi
berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas
prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).
Validitas Prediktif. Validitas
prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk
berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang.
Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain
adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan
karyawan, dan semacamnya.
Contohnya
adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan
yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara
lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai
karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja
karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya
menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya.
Koefisien
korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai
saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan
merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh
dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka
alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi
yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.
Prosedur
validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin
pula beaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya
bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak,
melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat
ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada
setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item
alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru
agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan
bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.
Validitas Konkuren.
Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu
yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan
koefisien validitas konkuren.
Suatu
contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita
menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala
tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih
dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).
Validitas
konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat ukur
tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang
sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan
sebagai prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan
validitas prediktif merupakan keharusan.
Konsep Pengukuran Validitas
Pengukuran
validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar (dalam
arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang,
yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.
Dalam
hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk
dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung
lebih banyak sumber kesalahan (error) daripada
pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas
instrinsik telah terpenuhi dikarenakan kita tidak dapat membuktikannya
secara empiris dengan langsung.
Pengertian
validitas alat ukur tidaklah berlaku umum untuk semua tujuan ukur.
Suatu alat ukur menghasilkan ukuran yang valid hanya bagi satu tujuan
ukur tertentu saja. Tidak ada alat ukur yang dapat menghasilkan ukuran
yang valid bagi berbagai tujuan ukur. Oleh karena itu, pernyataan
seperti "alat ukur ini valid" belumlah lengkap apabila tidak diikuti
oleh keterangan yang menunjukkan kepada tujuannya, yaitu valid untuk apa
dan valid bagi siapa. Itulah yang ditekankan oleh Cronbach (dalam Azwar
1986) bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk
melakukan validasi alat ukur akan tetapi melakukan validasi terhadap
interpretasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.
Dengan
demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu
alat ukur akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya
validitas menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya
sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah diartikan sebagi
validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.
VALIDITAS
a. Pengertian Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar
1986).
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu
alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan
pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk
mengukur variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel
A, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang
dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel
A' atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah
untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A'
atau B (Azwar 1986).
b. Koefisien Validitas
Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai
lambang y maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan
untuk menyatakan tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien
validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang positif.
Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil
ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah
mencapai angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien
validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas.
Tidak semua pendekatan dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan
suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika
secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan
oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan
tertentu tidak dihasilkan suatu koefisien akan tetapi diperoleh indikasi
validitas yang lain.
c. Tipe-tipe Umum Pengukuran Validitas
Tipe validitas sebagaimana disajikan sebelumnya, pada
umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas
isi), construct validity (validitas konstruk), dan
criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
1). Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian
terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu
alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat
ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.
Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja
menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi
harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan
ukur.
Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila
suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan
berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur
tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.
2). Validitas Konstruk
Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat
ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya
(Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan
dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
3). Validitas Berdasar Kriteria
Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria
eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria
adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur.
Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi
korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan
koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy,
dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar